JAKARTA (7 September 2021)
– Mengawal penyaluran bantuan sosial tepat sasaran
merupakan suatu keniscayaan agar masyarakat miskin, rentan dan terdampak
pandemi Covid-19 bisa merasakan kehadiran Negara di tengah kesulitan hidup
mereka.
“Bantuan sosial bukan soal data semata, melainkan mengawal hingga
sampai kepada penerima dan merupakan tugas yang tidak mudah sebab banyak
masyarakat yang tidak tahu program bantuan tersebut,” ujar Menteri Sosial Tri
Rismaharini dalam Diskusi Sespimti Polri Dikreg ke 30 Tahun 2021 dengan topik,
“Strategi Pengelolaan Dana Bantuan Sosial guna Membantu Kebutuhan Hidup
Masyarakat dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional pada Masa Pandemi Covid-19,”
di Jakarta, Selasa (7/9).
Untuk menjawab persoalan tersebut, Mensos Risma membeberkan empat
strategi yang dinilai bisa mengatasi persoalan bantuan sosial, mulai dari
proses, penyaluran hingga diterima oleh para Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
baik Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai
(BPNT)/Program Sembako.
Pertama, melakukan perbaikan sistem walaupun tidak semua masyarakat
melek sehingga perlu menerjunkan tim Kementerian Sosial (Kemensos) ke lapangan
untuk mengetahui persis permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.
“Perbaikan sistem itu berat tapi harus dilakukan untuk merubah ke
arah yang lebih baik dimulai dari pembaruan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
(DTKS), meng-cleansing data ganda, memadankan data dengan Nomor Induk
Kependudukan (NIK),” tandas Mensos.
Namun, dalam upaya perbaikan data penerima bantuan perlu melibatkan
peran aktif dari Pemerintah Daerah (Pemda), tetapi masih ada pemda yang tidak
aktif dan peduli sehingga berdampak pada tidak akuratnya penerima bantuan di
daerahnya.
Bahkan ada pemda tidak melakukan pembaruan data selama 10 tahun maka
tidak heran data di lapangan berbeda dengan data Dukcapil karena tidak ada
informasi seperti pindah alamat dan domisili, meninggal dan lain sebagainya.
“Pernah suatu ketika saya diprotes masyarakat karena tidak menerima
bantuan padahal sebelumnya menerima, setelah ditelusuri ternyata dia pindah
alamat dan tidak menginformasikan pada ketua RT/RW setempat,” ungkap Mensos.
Untuk pengawasan penyaluran bansos Kemensos bekerja sama dengan
institusi atau lembaga seperti KPK, Kejaksaan Agung, BPK, BPKP, BI, OJK dan
Bareskrim Polri dengan harapan tidak ada pihak-pihak yang berniat melakukan
penyelewengan bansos.
“Setiap bulan kami rutin menggelar pertemuan dengan institusi dan
lembaga itu bertujuan untuk menyelesaikan bersama-sama sebab pikiran banyak
orang lebih baik daripada pikiran kami sendiri,” tandas Mensos.
Kedua, untuk mendukung transparansi penerima bantuan agar di setiap
kelurahan dipampang data penerima bantuan, misalnya BPNT dan PKH kendati ada
item-item komponen yang berbeda untuk anak SD, SMP dan SLTA.
“Juga, kami meluncurkan aplikasi “Usul-Sanggah” dimana masyarakat
bisa mengusulkan nama yang berhak menerima bantuan dan juga bisa menyanggah
bila ada masyarakat yang sebenarnya tidak berhak,” terang Mensos.
Ketiga, menghidupkan peran pilar-pilar sosial untuk mendukung
kemandirian, seperti karang taruna agar bergerak dan ambil bagian dalam
kegiatan sosial sebagai wujud kebersamaan dalam kebhinnekaan Indonesia.
“Kita hidupkan kembali dan alhamdulillah saya bangga kepada Karang
Taruna DKI mereka telah mampu mengemas paket bantuan masker dan vitamin untuk
dibagikan ke seluruh nusantara,” kata Mensos.
Keempat, upaya pembedayaan sosial lainnya yang terus dilakukan
Kemensos terhadap KPM guna mendukung kemandirian ekonomi agar lebih produktif
dan sejahtera, termasuk di dalamnya bagi para penyandang disabilitas.
“Sebagai contoh di wilayah Asmat Papua, kami ajari mereka “Tangan di
Atas” dengan diberikan pelatihan ternak ayam, bantuan perahu, dan usaha
koperasi sembako yang dikelola bersama-sama dan sekarang mulai menampakan
hasil,” katanya.
Sedangkan, bagi penyandang disabilitas pada awalnya mereka meminta
bantuan, tetapi diberikan bantuan untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi,
berupa kursi roda elektrik, motor roda tiga dan tongkat penuntun adaptif.
“Produk kursi roda elektrik, motor roda tiga dan tongkat penuntun
adaptif dibuat dan dirakit oleh disabilitas sendiri. Salah seorang penerima
manfaat motor roda tiga dirasakan oleh Gilang yang awalnya berjualan merangkat
dengan sepeda ontel dan pendapatan Rp 400-500 per hari, tapi setelah
mendapatkan bantuan motor roda tiga, ia bisa berjualan lebih jauh dan meraup pendapatan
lebih besar yakni Rp 1 juta per hari,” katanya.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI