JAKARTA (27 Oktober 2021) – Menteri Sosial Tri Rismaharini memaparkan strategi terkait penanganan permasalahan sosial di Indonesia dalam perhelatan “Excellence in Leadership Medallion Award” dari Asia Pacific Academic Consortium For Publich Health (APACPH) 52nd yang digelar secara virtual, Rabu (27/10).


Tema APACPH tahun 2021, “Enhancing Public Health Strategies During Industrial Revolution 4.0 and the COVID-19 Pandemic”.  APACPH sendiri adalah suatu konsorsium yang beranggotakan lebih dari 60 institusi public health di 21 negara wilayah Asia-Pacific.


Kementerian Sosial (Kemensos) telah melaksanakan berbagai upaya penanganan permasalahan sosial dalam lingkup pengentasan kemiskinan di Indonesia, termasuk selama masa pandemi Covid-19 meliputi perlindungan sosial, rehabilitasi sosial, dan pemberdayaan sosial. 


Perlindungan sosial terhadap kasus para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) sebagai bagian dari penanganan terhadap permasalahan sosial, seperti pemulung, gelandangan, pengemis serta kelompok rentan lainnya.


“Para PPKS itu dibawa ke Balai Budi Luhur di Bekasi dan diberikan keterampilan vokasional dan dirubah pola pikir mereka, selanjutnya diberikan pekerjaan di perusahaan seperti PT Wika dan PP Properti, ” ujar Mensos Risma.


Selain itu, Kemensos juga melakukan  penanganan bagi para korban bencana alam maupun non alam, juga terhadap para penyandang disabilitas  dan memberikan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) bagi yatim, piatu dan yatim piatu agar mereka bisa berdaya dan mandiri.


“Kami punya pengalaman menangani penyandang disabilitas dengan memberikan bantuan motor roda tiga kepada Gading seorang pemuda yang berjualan kopi keliling dan setelah mendapat bantuan menjadi lebih berdaya, ” tandas Mensos Risma. 


Dalam Konferensi Kesehatan Masyarakat Konsorsium Akademik Asia Pasifik atau APACPH ke-52 persoalan yang menjadi sudut pandang adalah tentang pentingnya mengatasi masalah kesehatan global dan hambatan yang terkait dengan peran kesehatan masyarakat, sehingga diperlukan komunikasi antara peneliti, pengambil keputusan, profesional kesehatan, mahasiswa, dan dosen. 


Menindaklanjuti tantangan tersebut, para sarjana dan praktisi kesehatan  masyarakat harus mengambil bagian dari solusi. Salah satunya dengan intervensi kesehatan masyarakat lebih hemat biaya atau lebih setara dengan intervensi perawatan kesehatan. 


Juga, ada cara lain untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan mengembangkan berbagai kebijakan dan undang-undang kesehatan, mengoptimalkan keuangan kesehatan global, dan komitmen politik untuk menjadikan kesehatan dan kesejahteraan sebagai prioritas.


Biro Hubungan Masyarakat

Kementerian Sosial RI