JAKARTA (28 Juni 2021) – Menteri Sosial Tri Rismaharini menginstruksikan kepada jajarannya untuk terus meningkatkan pelayanan terhadap lanjut usia (lansia). Upaya tersebut ditempuh termasuk bersinergi dengan potensi sosial masyarakat.

 

Menindaklanjuti arahan Mensos, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat menyatakan, sinergi dengan potensi sosial masyarakat penting dilakukan. Kementerian Sosial tidak bisa bekerja sendiri, sejalan dengan kompleksitas dalam pemenuhan hak-hak lanjut usia.

 

Atas dasar itu, Harry mengapresiasi dan terus mendorong rencana sinergi Kemensos dengan kekuatan akar rumput seperti Pengurus Pusat (PP) Aisyiyah ini.

 

“Keberadaan ranting-ranting Aisyiyah bisa memperkuat apa yang terjadi di tingkat komunitas atau warga seperti memperkuat Posyandu Lansia, memastikan penyaluran berbagai bantuan sosial kepada lansia dan kepedulian kepada lansia. Kami mohon sinerginya dalam pelaksanaan program-program nasional termasuk memastikan bantuan pangan, bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), yang menyebar di seluruh pelosok negeri,” kata Harry Hikmat yang hadir sebagai pembicara utama dalam webinar Pemenuhan Hak Menuju Lanjut Usia (Lansia) Bahagia dan Sejahtera yang diselenggarakan Pengurus Pusat (PP) Aisyiyah secara daring, belum lama ini.

 

Aisyiyah sebagai organisasi besar dan berpengalaman, diyakini bisa menjadi mitra strategis Kemensos dalam penyediaan pelayanan terhadap lansia. “Kami diarahkan Bu Mensos untuk selalu responsif, cepat turun ke lapangan, memberikan perhatian kepada para lansia termasuk yang terdampak Covid-19 dan memastikan ada caregiver (pelaku rawat) yang bekerja,” kata Harry Hikmat

 

Ia berharap ada sinergi antara PP Aisyiyah dengan Kemensos dengan melakukan sinergi langsung dengan Balai-Balai Rehsos yang saat ini menjadi pusat pelayanan dan perlindungan bagi para lansia di seluruh Indonesia.

 

Sebanyak 41 unit pelayanan teknis (UPT) yakni Balai balai Rehabilitasi Sosial Kemensos kini telah menjalankan multi-layanan, termasuk layanan kepada lansia. “Jejaring cabang Aisyiyah di daerah diharapkan bisa sinergi dengan UPT dimaksud,” katanya.

 

Harry mengatakan, sebagai kelompok rentan, lansia merupakan kelompok yang beresiko dari perilaku dan tindak kekerasan/kejahatan seperti pelecehan seksual, pencurian, penganiayaan dan lainnya. Hal ini disebabkan karena menurunnya kemampuan lansia untuk melindungi diri sendiri. Gangguan mobilitas yang dihadapi juga mempengaruhi kapabilitas para lansia.

 

Tantangan 2045

 

Dalam UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menetapkan batasan lanjut usia pada usia 60 tahun ke atas. Batasan tersebut bisa bergeser atau ditinjau kembali mengingat angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71 tahun ke atas.


Pada tahun 2045, Indonesia akan mengalami fenomena ageing population , yaitu populasi dengan penduduk lansia yang memiliki rasio ketergantungan sangat tinggi sebagai dampak angka harapan hidup yang semakin meningkat serta tingkat fertilitas yang menurun. Sehingga, struktur demografi penduduk Indonesia akan banyak penduduk lansia usia 60 tahun ke atas.

 

Berdasarkan data, 44% lansia di Indonesia memiliki multimobirditas (Pusdatin Kemenkes, 2020). Penyakit tersering yang dialami lansia Indonesia selain dimensia (pikun) juga hipertensi, gangguan gigi geligi, arthritis, gangguan oral, diabetes militus, penyakit jantung koroner, stroke, gagal ginjal dan kanker serta kerentanan lainnya.

 

“Hal ini perlu dipersiapkan jauh sebelumnya serta perlu antisipasi terhadap masa depan bangsa yang akan mengarah kepada populasi penduduk usia tua,” kata Harry.

 

Kebijakan ke depan adalah bagaimana para orangtua, anak-anak dari keluarga yang mempunyai lansia, komunitas sekitar mempunyai kesadaran atas kehadiran lansia dilingkungannya, dan mempunyai pemahaman serta respon yang menjadi sebuah gerakan masyarakat yang disebut Posyandu Lansia,” kata Harry.

 

Posyandu Lansia merupakan gerakan perlindungan terhadap lansia berbasis komunitas dan sudah menunjukkan keberhasilan nyata seperti yang pernah dilakukan Mensos Tri Rismaharini sewaktu menjadi Wali Kota di Kota Surabaya.

 

Berbasis Keluarga

 

Dari kondisi yang ada, menurut Harry Hikmat para lansia juga dihadapkan pada persoalan kemiskinan. Para lansia terutama usia 60 tahun keatas, banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan. Ini menunjukkan angka kemiskinan bagi penduduk lansia masih signifikan.

 

Karena itu, Kemensos melakukan berbagai langkah strategis termasuk memberikan perlindungan sosial kepada para lansia baik yang berada di dalam keluarga maupun karena sesuatu hal berada di luar keluarga (di Balai/Panti Sosial dan Lembaga Kesejahteraan Sosial).

 

Para lansia terutama yang miskin dan rentan yang termasuk kategori 40% status sosial ekonomi terbawah, sekitar 12,6 juta (DTKS, 2019) akan diupayakan ditangani melalui program-program perlindungan sosial, seperti PKH.  Saat ini baru sekitar 1,1 juta (Dit. JSK, 2019) dan terbatas pada lansia usia 70 tahun ke atas.

 

Yang menarik, lansia sangat menginginkan dirawat keluarga. “Ketika lansia mengalami penurunan kapabilitas fungsional yang membutuhkan perawatan jangka panjang (long-term care), maka perawatan yang dilakukan oleh pasangan dan anaknya (sebagai pendamping), menjadi pusat perhatian kita bersama ke depan,” katanya.


Perawatan jangka panjang tidak bisa sepenuhnya bertumpu kepada ketersediaan panti-panti tresna werdha atau panti sosial bagi lansia karena jangkauan dan ketersediaannya terbatas. Selain itu juga tidak berharap adanya pemindahan perhatian dari para keluarga lansia serta terjadinya pengabaian dari keluarga karena usia lanjut sehingga keluarga tidak peduli lagi dengan kondisi lansia di keluarganya.

 

“Kita optimalkan bagaimana para lansia yang masih tinggal dengan pasangannya, keluarga, cucunya, atau 3 generasi yang menjadi modal sosial bangsa ini untuk tetap memberikan perawatan kepada lansia (sebagai caregiver ) dalam jangka panjang, dengan mengedepankan pendekatan berbasis keluarga,” katanya.

 

Optimalisasi SKA

 

Kemensos melalui Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) sangat peduli untuk memperkuat layanan berbasis keluarga bagi lansia, selain penguatan berbasis komunitas dan meningkatkan kapasitas  residensial care  yang bisa menjadi pusat layanan untuk mendorong keluarga dan komunitas bisa berperan seoptimal mungkin didalam memberikan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak-hak lansia.

 

Bagi lansia potensial, bisa dikembangkan potensinya melalui berbagai program pemberdayaan. Salah satunya melalui Sentra Kreasi ATENSI (SKA) yang diinisiasi Mensos Risma.

 

Sentra Kreasi ATENSI adalah pusat pengembangan kewirausahaan dan vokasional serta media promosi hasil karya penerima manfaat dalam satu kawasan termasuk hasil karya para lansia. SKA diharapkan bisa menjadi alternatif pilihan bagi lansia yang produktif untuk tetap menampilkan produktivitas dan mendapatkan manfaat dari produktivitasnya itu.

 

Mensos mengingatkan agar memastikan ada kegiatan yang terpadu di tingkat grass root dengan meningkatkan kualitas fisik, mental psikologis dan sosial yang dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat sebagai salah satu bentuk Posyandu Lansia. “Kemensos dari sisi aspek pelayanan kesejahteraan sosial akan turut memperkuat kehadiran Posyandu Lansia di seluruh Indonesia,” kata Harry Hikmat.

 

Biro Hubungan Masyarakat

Kementerian Sosial RI