BANDUNG (24 Februari
2023) - Tiga pekerja terlihat
berada di atas sebuah atap bangunan. Tangan-tangan mereka cekatan melepas
genteng-genteng dari atas sana, meski cuaca tak menentu. Kadang terik, sesekali
berganti rintik.
Genteng demi genteng diturunkan
secara estafet dan penuh kehati-hatian, sembari memastikan setiap pijakan. Di bawah sana, dua pekerja lainnya
sigap menerima uluran genteng dari ketiga rekannya.
Sejurus kemudian, kelimanya
bergeser ke atap bangunan di sebelahnya. Masih untuk melakukan ativitas yang
sama. Ya, bangunan yang atapnya tengah dibongkar itu, tak lain, bangunan
Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran di Bandung.
Bangunan, dengan empat unit
seluas 1.247 meter persegi itu, merupakan tempat 75 siswa penyandang
disabilitas sensorik netra setingkat SD sampai SMA menimba ilmu sehari-hari.
Bangunan itu berdiri di atas
tanah seluas 1.643,25 meter persegi, di dalam area kantor Unit Pelaksana Teknis
(UPT) milik Kementerian Sosial, yakni Sentra “Wyata Guna” di Bandung.
Renovasi SLB merupakan instruksi
Menteri Sosial Tri Rismaharini dengan tujuan untuk meningkatkan aksesibilitas fasilitas pendidikan bagi
penyandang disabilitas. Unit bangunan yang direnovasi meliputi ruang guru,
ruang-ruang kelas, serta ruang Information, Communication and Technology (ICT)
atau lab komputer.
Atas respon cepat Kemensos,
Kepala SLBN A Pajajaran Gun Gun Guntara, mengungkapkan rasa haru dan terima
kasih kepada Mensos.
“Ya, kalo saya pribadi mah
senang. Kami sangat menyambut baik perbaikan sekolah ini. Karena yang
dikhawatirkan orang tua murid selama ini, yang ikut melihat, memantau proses
belajar anak-anak mereka dari kaca jendela, terkait keselamatan anak mereka di
dalam ruang-ruang kelas, mulai sedikit terkikis,” kata Gun Gun saat ditemui
Rabu (22/2).
Selain itu, rasa terima kasihnya
disampaikan lantaran sementara bangunan sekolah direnovasi, Kemensos melalui
Sentra “Wyata Guna” di Bandung, juga memfasilitasi ruang kelas untuk siswanya
belajar.
“Alhamdulillah, atas instruksi dari
Bu Menteri melalui Kepala Sentra, (untuk ruang kelas belajar dan ujian siswa)
difasilitasi di sini (aula Sentra). Mudah-mudahan saat ujian Senin depan, para
siswa tidak terganggu. Itu yang menjadi pemikiran saya, jangan sampai aktivitas
mereka nanti terganggu, kasihan,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya mengharapkan
renovasi sekolah dilakukan secara maksimal agar bangunan dapat benar-benar
memenuhi standar layak pakai sehingga tidak lagi membahayakan siswa-siswi netra
yang tengah belajar di ruang-ruang kelas.
Aktivitas pembongkaran tampak
dilakukan kelima pekerja sejak Rabu (22/2), hingga hari ini (24/2). Sedari pagi
hingga sore hari.
Mandor atau pelaksana lapangan
untuk renovasi SLBN A Pajajaran Tarna Sutisna, yang membawahi pengerjaan
renovasi, mengatakan sementara pembongkaran berkutat pada bongkar atap dan
kusen yang memakan waktu kurang dari tujuh hari.
“Yang dibongkar sementara atap
dan kusen-kusen dulu. Pembongkaran sekitar satu minggu atau kurang, dimulai
dari Rabu (22/2) sampai besok Sabtu (25/2). Setelah itu, rencana pembuatan
rangka atap baru,” kata Tarna.
Ia menuturkan pembongkaran bagian
tertentu itu merupakan hasil pengamatannya bersama pihak sekolah dan sentra.
Jika dilihat dari segi fisik bangunannya, menurutnya, bagian atap dan kusen
memang sudah rusak dan tidak layak.
Sehingga, lanjutnya,
bagian-bagian yang sudah tidak memungkinkan, sudah waktunya direnovasi, akan
diganti dengan yang baru. “Untuk atap kayu itu, kita ganti dengan rangka baja
ringan. Untuk kusen, kita ganti dengan kusen alumunium,” ucapnya.
Pembongkaran sekolah ini
dilakukan pasca kunjungan Mensos ke Sentra “Wyata Guna” di Bandung, termasuk ke
SLBN A Pajajaran, pada Selasa (21/2) lalu. Mensos berkomitmen meningkatkan
kualitas fasilitas kelas dan membangun kapasitas siswa di sekolah tersebut.
"Oke, gedung diperbaiki,
ruangan ditambah, yang rusak diperbaiki. Kita selesaikan (renovasi sekolah
ini). Apa yang bisa dikembangkan," kata Mensos belum lama ini.
Asah Kemandirian Siswa Penyandang
Disabilitas
Pada kunjungan itu, Mensos Risma
mempertimbangkan perkembangan siswa-siswi di SLBN A Pajajaran ke depannya, yang
memerlukan pekerjaan setelah bersekolah sehingga Mensos mendirikan kafe dan
sentra usaha untuk penyandang disabilitas.
“Seiring berjalannya waktu, dalam
perkembangannya, anak-anak disabilitas yang sekolah di sini butuh pekerjaan.
Akhirnya, kita buatkan kafe untuk tuna netra. Ada juga sentra usaha lainnya
untuk disabilitas fisik, ODGJ, dan lainnya di sini,” kata Risma menjelaskan.
Kafe dan sentra usaha itu dapat
digunakan sebagai wadah pembelajaran agar para penyandang disabilitas dapat
berwirausaha secara mandiri untuk memenuhi kehidupannya sendiri.
Dikatakan Risma, tidak sedikit
dari mereka yang kemudian mampu menghasilkan uang justru lebih banyak
dibandingkan orang yang bukan penyandang disabilitas. Potensi ini yang coba
dibangun oleh Kemensos di setiap sentra, seperti di Sentra “Wyata Guna” di
Bandung.
Dalam hal ini, Kemensos terus mendorong kemandirian untuk para penyandang disabilitas, termasuk dalam hal pendidikan, hingga kemandiriannya, melalui sentra-sentra Kemensos yang bersifat multi layanan di seluruh Indonesia.
Kementerian Sosial RI