Jakarta (9 November 2024) - Momen Hari Pahlawan tidak hanya diperingati dengan upacara bendera, tetapi juga melalui berbagai cara kreatif untuk mengenang jasa para pahlawan.
Seperti yang dilakukan oleh 180 siswa SMA dari berbagai sekolah di DKI Jakarta, yang mengikuti acara bertajuk "Penanaman Nilai Kepahlawanan" di Auditorium Sukarman, Perpustakaan Nasional RI, pada Jumat (8/11/2024).
Para siswa dari 18 sekolah berbeda tersebut tampak khidmat mendengarkan kisah inspiratif dari tiga narasumber, salah satunya Sandy Saputra.
Sandy Saputra (25) merupakan penerima manfaat Unit Pelaksana Teknis Kementerian Sosial. Kecelakaan pada tahun 2015 membuatnya kehilangan salah satu tangannya.
Rasa putus asa sempat menghantui Sandy hingga akhirnya, pada 2017, ia berkesempatan mengikuti pelatihan di Sentra Prof. Dr. Soeharso di Surakarta, pusat rehabilitasi untuk penyandang disabilitas.
“Saya terpuruk, merasa hidup tidak berguna. Tapi melihat teman-teman disabilitas di sana yang bahkan tidak punya dua tangan masih bisa berusaha, saya merasa harus lebih banyak bersyukur, perjuangan saya baru dimulai,” ungkap Sandy.
Dengan semangat baru, Sandy melanjutkan pelatihan komputer dan call center di Sentra Terpadu Inten Soeweno pada 2019. Berkat keterampilan yang diperolehnya, Sandy kini berhasil bekerja di perusahaan multinasional, membuktikan bahwa kesabaran dan ketekunan dapat membawa kesuksesan, meski dalam keterbatasan.
“Ketika semua orang berlomba-lomba memperbaiki diri dengan berbagai treatment kecantikan, maka kita yang kekurangan ini harus berlomba-lomba juga mencapai sebuah tujuan. Karena itu, kekurangan kita akan termaafkan,” pesan Sandy kepada para siswa.
Sosok lain yang menginspirasi para siswa adalah Nenek Nuraeni (76). Di usianya yang senja, Nenek Nuraeni memiliki cita-cita luhur untuk membangun masa depan bangsa. Sebagai penerima manfaat Sentra Pangurangi Takalar, ia mengajar bahasa Inggris kepada sekitar 80 anak-anak di sekitar sentra. Ia sering mengutip pepatah “student today, leader tomorrow,” meyakini bahwa masa depan bangsa harus dipersiapkan, bahkan melalui langkah-langkah sederhana seperti yang ia lakukan.
Selain Sandy dan Nenek Nuraeni, kisah Alfin Dwi Novemyanto juga memukau para siswa. Alfin yang hidup bersama ibu tunggal sempat merasakan pahitnya hidup. Jangankan mimpi bersekolah, mimpi mendapatkan makanan yang layak saja merupakan kemewahan bagi Alfin dan keluarga.
Dibesarkan dari hasil kerja keras ibunya yang berprofesi sebagai pemulung, Alfin tidak menyerah. Ia justru menjadi salah satu siswa terbaik dan bertekad untuk melanjutkan pendidikan. Kini, Alfin tengah menempuh studi sebagai mahasiswa magister Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada.
Di hadapan para siswa, Alfin berpesan, “Jangan termotivasi untuk mengambil tindakan tetapi ambillah tindakan agar yang lain termotivasi.” (*)