KEPULAUAN MAPIA (19 September 2023) -- Pukul 19.30 Waktu Indonesia Bagian Timur menandakan malam telah tiba, namun aktivitas di Kepulauan Mapia, pulau terluar Indonesia, masih berlanjut. Suara anak-anak bermain masih terdengar, saling memanggil nama anak lainnya agar menangkap bola yang dilempar. Tak lama kemudian, wanita paruh baya datang, menyuruh anaknya agar segera pulang.


Anak-anak dan orang tua mondar-mandir di jalan setapak berukuran 1,5 meter. Di beberapa sisi jalan, tampak lampu Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJUTS) berjejer menjadi sumber penerangan. Lampu ini baru dipasang oleh Kementerian Sosial dua minggu lalu.


Ada sembilan unit yang dipasang di Pulau Brasi, pulau yang menjadi pusat pemerintahan di Kepulauan Mapia. Satu unit lagi dipasang di Pulau Pegun.


“Selama ini kan gelap toh. Saya berterima kasih karena sudah ada bantuan dari Kemensos,” kata salah satu warga Kepulauan Mapia, Paulina Aruan (33).


Menurutnya, bantuan penerangan sangat dibutuhkan, dan ia bersukacita karena saat ini rumahnya tidak lagi gelap di malam hari. Bagaimana tidak, rumahnya sekarang dilengkapi dengan Solar Home System (SHS) dari Kemensos.


“Saya pakai untuk cas hape, kadang malam hari saya pakai untuk penerangan saat masak,” kata Paulina.


SHS adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) independen untuk memenuhi kebutuhan energi listrik baik peralatan rumah tangga seperti lampu, TV, radio, dan alat elektronik lainnya. Kemensos menyalurkan sebanyak 82 unit SHS bagi setiap rumah dan instansi di Kepulauan Mapia.


Sejak setahun lalu, warga Kepulauan Mapia melewati malam tanpa penerangan dan daya listrik yang memadai. Sebab, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang menjadi sumber penerangan utama, rusak.


Listrik tenaga surya menjadi satu-satunya pilihan, mengingat Kepulauan Mapia terletak di Samudera Pasifik. Jarak terdekat dengan daratan adalah Kota Manokwari yang terletak 290 km dari Kepulauan Mapia.


Untuk memenuhi kebutuhan listrik, biasanya mereka datang ke Pos Satgas Pamputer (Satuan Tugas Pengamanan Pulau Terluar) untuk sekedar mengisi daya baterai gawai yang telah habis. Ada juga yang menggunakan genset, jika mampu. Bagi yang tidak, mereka kembali menggunakan pelita, lampu obor berbahan bakar minyak tanah.


Penerangan menjadi semakin sulit ketika persediaan minyak tanah habis. Kapal yang membawa bahan bakar dan kebutuhan lainnya hanya berlabuh dua kali dalam sebulan, dan itu pun jika cuaca memungkinkan. Dalam cuaca buruk, kapal bisa tidak berlabuh selama berbulan-bulan. Oleh karena itu, kehadiran SHS dari Kemensos disambut dengan gembira.


Sama seperti Paulina, warga lainnya, Widiana Lestiarini (56) juga merasakan manfaat dari SHS dari Kemensos. Wanita yang akrab disapa Mama Jawa ini kegirangan karena bisa tidur dengan penerangan. Cucunya pun bisa belajar dengan tenang.


“Kalau yang ini bisa cas HP sama untuk penerangan di rumah. Kita beruntung sekali anak-anak bisa kembali belajar tidak kayak kemarin-kemarin,” ujarnya.


Menurutnya, SHS yang diberikan Kemensos cukup mudah dioperasikan. “Kalau untuk ibu-ibu rumah tangga Lebih mudah, nggak terlalu sulit. Misalkan bapak tidak ada kita bisa sendiri,” katanya.

 

Mama Widi juga berbagi pengalamannya tentang penggunaan SHS. Dia menjelaskan bahwa dia mengatur panel surya atau modul surya untuk menangkap sinar matahari di siang hari. Ketika senja tiba, dia menghubungkan baterai yang sudah terisi energi ke lampu LED bulp. Jika cuaca cerah seharian, dia dan keluarganya dapat menikmati penerangan sepanjang malam dan mengisi daya ponsel.


“Kalau saya punya sendiri itu syukur alhamdulillah sampai pagi kita bisa masih menikmati lampu dari SHS,” cerita wanita berdarah jawa yang sudah menetap selama 16 tahun ke Mapia ini.


Selain SHS, Mama Widi juga merasa lebih aman untuk keluar rumah pada malam hari berkat lampu PJUTS dari Kemensos. Sebelumnya, dia harus mengandalkan senter atau cahaya bulan saat keluar pada malam hari. Kurangnya penerangan juga menghambat pekerjaannya dalam mengolah kopra pada malam hari.


“Kalau sekarang ada lampu ini kita keluar malam kita tidak takut. Kita sudah enak jalan sendiri, Kita juga nyaman jalan sendiri tidak takut apa-apa. Terima kasih Ibu. Terima kasih banyak kita sudah menikmati lampu,” katanya.


Kepulauan Mapia adalah gugusan pulau yang berbatasan langsung dengan negara Palau dan Filipina. Kepulauan ini terletak di utara Papua dan terdiri dari tiga pulau, yaitu Pulau Brasi, Pulau Pegun, dan Pulau Fanildo. Hanya dua pulau yang dihuni dengan total 79 kepala keluarga. Sementara itu, Pulau Fanildo dibiarkan tanpa penduduk untuk menjaga keberlanjutan habitat satwa seperti penyu.


Kepulauan ini menghadapi tantangan akses, termasuk masalah penerangan, air bersih, transportasi, dan pasokan pokok. Pada tanggal 12 September 2023, Ekspedisi Kebangsaan Kepulauan Mapia yang melibatkan Kemensos dan TNI AL membawa bantuan berupa air bersih, peralatan rumah tangga, ayam petelur, dukungan kesehatan, pendidikan, dan bantuan lainnya untuk penduduk Kepulauan Mapia yang berada di Distrik Supiori Barat, Kabupaten Supiori, Papua.