JAKARTA (22 Juli 2019) - Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, hampir semua kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial yang diinisiasi Kementerian Sosial, menekankan pada pentingnya membuka lebar ruang keterlibatan bagi masyarakat.
Aspek inklusifitas program Kemensos diarahkan untuk membuka akses dan memberdayakan kelompok terpinggirkan.
“Pembangunan kesejahteraan sosial difokuskan untuk menyentuh kalangan masyarakat yang terekslusi secara sosial (termasuk secara ekonomi) dengan memberikan layanan kesejahteraan sosial,” kata Mensos, pada acara Pelepasan Peserta KKN Tahun 2019 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Senin (22/07/2019).
Di hadapan lebih 3000-an mahasiswa, Mensos menyatakan, kelompok terekslusi yang menjadi subyek kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial antara lain masyarakat miskin, penyandang disabilitas baik fisik atau mental, lanjut usia, anak terlantar dan anak berurusan dengan hukum, korban NAPZA, eks-napi teroris, dan pemerlu layanan kesejahteraan sosial (PPKS) lainnya.
Kepada para mahasiswa dan civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah, Mensos memaparkan sejumlah langkah Kemensos menjangkau dan mengembalikan keberfungsian sosial terhadap kelompok terpinggirkan tersebut.
Pertama dalam penanganan kemiskinan, seluruh kebijakan penanggulangan kemiskinan, dilakukan mengacu pada Basis Data Terpadu (BDT) Kemiskinan yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
“BDT mencakup kelompok 40 persen warga lapisan terbawah (termiskin) yang diusulkan oleh masyarakat melalui musyawarah (Musdes/Muskel). “Muskel/Musdes tidak hanya bersifat konsultatif tetapi memiliki posisi strategis dalam proses pengambilan keputusan,” Mensos menekankan.
Kedua, berupa Program Keluarga Harapan (PKH) untuk meningkatkan taraf hidup melalui akses layanan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial serta mendorong perubahan perilaku dan kemandirian di kalangan masyarakat miskin. “Di sini masyarakat merupakan subyek pemberdayaan, sementara pemerintah hanya memfasilitasi dan menyediakan pendampingan,” katanya.
Ketiga, bansos beras sejahtera (Rastra)/Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). “Program ini merupakan upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan dengan mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin melalui pemenuhan kebutuhan dasar pangan,” kata Mensos.
Desain program BPNT juga diarahkan untuk meningkatkan inklusi keuangan dan mendorong pertumbuhan usaha mikro di bidang pangan dalam bentuk e-warong.
Keempat, bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) bagi masyarakat miskin perorangan atau kelompok usaha bersama (KUBE). “UEP-KUBE ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin melalui usaha ekonomi produktif dan membangun harmoni hubungan sosial antar warga,” katanya.
KUBE-UEP dimaksudkan untuk memperkuat pemberdayaan ekonomi dengan menciptakan usaha mikro bagi masyarakat miskin. Sebab, rendahnya tingkat pendidikan di kalangan masyarakat miskin menciptakan lingkaran setan kemiskinan akibat rendahnya kemampuan untuk bersaing di pasar kerja. “Karena itu, perlu ada intervensi pemberdayaan dengan menciptakan usaha mikro,” Mensos menekankan.
Kelima, pertumbuhan lapisan warga lansia merupakan tantangan tidak ringan bagi pembangunan nasional. Jumlah penduduk lansia di Indonesia saat ini sebesar 24,4 juta jiwa atau 9,27 persen dari total penduduk, dengan tren pertumbuhan yang terus meningkat dan diprediksi mencapai 11,3 persen pada tahun 2020.
“Sebab, lansia merupakan kelompok yang rentan jatuh ke dalam kemiskinan, ketelantaran, dan masalah kesejahteraan sosial lain akibat menurunnya tingkat pendapatan, produktivitas, kesehatan, dan kemampuan sosialisasi,” katanya.
Kata Mensos, model rehabilitasi sosial kelompok lansia dilakukan dengan mengutamakan peran masyarakat dalam keluarga. Untuk mendorong terciptanya lingkungan inklusif bagi lansia, kata Mensos, Kementerian Sosial telah mengeluarkan Permensos Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Ramah Lanjut Usia.
Yang tak kalah penting adalah pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas. Mengutip SUSENAS Tahun 2018, Mensos mengatakan, sekitar 9%-12% penduduk Indonesia atau sekitar 30 juta jiwa merupakan penyandang disabilitas sedang dan berat.
“Kemensos tengah memperkuat skema perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas melalui bantuan sosial (seperti PKH, BPNT, PIP, ASPDB dan Aslut), penguatan asistensi sosial, dan penguatan layanan sosial berbasis komunitas bagi warga penyandang disabilitas,” kata Mensos.
“Pembangunan kesejahteraan sosial yang dicanangkan Kemensos, kata Mensos, tidak lepas dari visi pembangunan inklusif juga tercermin dari peningkatan anggaran perlindungan sosial,” kata Mensos.
Pemerintah tetap menjaga visi inklusifitas bahkan di tengah perlambatan ekonomi global dan postur APBN yang ketat. Mensos, anggaran perlindungan sosial naik dari Rp249,7 triliun di tahun 2015 ke Rp274,7 triliun di tahun 2017 dan Rp387,3 triliun di tahun 2019.
“Anggaran perlindungan sosial tersebut difokuskan khususnya bagi 40% masyarakat lapisan terbawah melalui berbagai skema program antara lain PKH, Bantuan Pangan, JKN/PBI, Dana Desa, PIP, Bidik Misi, dan subsidi di luar subsidi pajak,” kata Mensos.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sosial RI
Sonny W. Manalu