PARIS (10 April 2024) – Menteri  Sosial Tri Rismaharini  menjadi pembicara pembuka hari kedua Forum Infrastruktur Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) di Paris, Perancis, Rabu (10/4) pagi, yang bertema “Critical Infrastructure Resilience.” Forum ini dilatarbelakangi adanya peningkatan bencana terkait global warming, seperti badai, banjir, longsor, kebakaran, dan  gempa yang memengaruhi kemampuan infrastruktur dalam menjalankan fungsinya, serta bagaimana akibat dari kegagalan infrastruktur, bencana alam, pandemi, dan serangan cyber

Sebelum menjadi Menteri Sosial, Tri  Rismaharini sudah diundang OECD terkait Pembangunan Kota Surabaya. Dan dalam tiga tahun terakhir, Mensos Risma sudah berkali-kali diundang OECD sebagai pembicara dengan topik, mulai dari Inklusivitas Sosial, Start-up yang berdampak Sosial, Global Value Chain, sampai dengan Forum Infrastruktur saat ini. Pada kesempatan tersebut, Mensos Risma memaparkan bagaimana memastikan ketahanan infrastruktur terhadap cuaca untuk semua wraga masyarakat.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang berada di ring of fire (gugusan gunung berapi). Pemanasan global telah membawa dampak bagi Indonesia, seperti banjir, kekeringan, gelombang panas, badai, hilangnya potensi ekonomi di bidang pertanian dan pariwisata, serta ancaman terhadap kesehatan masyarakat. Selain itu, Indonesia menghadapi berbagai bencana alam seperti gempa bumi, erupsi gunung api dan tsunami Selama tahun 2023, Indonesia menghadapi sekitar 5.400 bencana alam, seperti gempa bumi, erupsi gunung berapi, banjir, cuaca ekstrem, longsor dan kebakaran hutan. Kondisi geografi dan kerentanan dalam menghadapi bencana tersebut membuat Indonesia harus punya ketahanan terhadap bencana mengingat potensi gangguan dan risiko kegagalan infrastruktur.  

Mensos Risma menjelaskan Kementerian Sosial RI telah menyiapkan sistem lumbung sosial sebanyak 613, tersebar di 29 provinsi. Selain itu, juga menyiapkan buffer stock (stok penyangga), tersebar di 328 kota/kabupaten untuk membantu logistik di saat terjadi bencana dan pasca bencana. Isinya mulai dari makanan, pakaian, tenda, pengolahan air minum, dapur umum, sarana kebersihan seperti mesin cuci, sistem penerangan menggunakan energi matahari, dan toilet portabel. Logistik tersebut dibutuhkan untuk kehidupan keseharian dapat tetap berlangsung.

Di samping itu, juga disiapkan trauma healing, tempat ibadah sementara, dan sekolah darurat yang dapat dilaksanakan saat penanganan bencana. Pada penanganan pasca bencana, Kementerian Sosial juga memberikan bantuan rumah tahan gempa, pelatihan usaha dalam kondisi yang baru dimulai, untuk membantu masyarakat dalam memulihkan kehidupannya.

Dalam hal pengendalian penanganan dampak bencana, Kementerian Sosial menghimpun 25.008 Taruna Siaga Bencana (Tagana) dan dibantu 49.916 Pendamping Sosial yang terhubung dalam sistem Command Center secara digital. Integrasi dengan BMKG telah memungkinkan untuk menggerakkan sumber daya, seperti dari pemberian perintah dari direktorat-direktorat di Kementerian Sosial, 37 unit pelaksana teknis (Sentra/Sentra Terpadu dan Balai Besar), sampai ke Tagana dan Pendamping Sosial, serta memungkinkan setiap sumber daya manusia (SDM) dapat memberikan laporan secara cepat sekitar 10 menit.

Moderator OECD Elsa Pilichowski berpendapat negara-negara OECD harus saling belajar satu-sama lain. Indonesia adalah salah satu yang bisa dicontoh dan dipelajari upaya penanganan bencananya.  "Negara-negara anggota OECD harus belajar bersama untuk menghadapi tantangan yang akan datang. Kita bisa belajar salah satunya dari Indonesia," tutur Elsa.

Elsa juga mengapresiasi upaya-upaya yang telah ditempuh Kementerian Sosial dalam penanganan bencana di Indonesia. "Tentu saja, penanganan bencana sangat menantang. Upaya yang dilakukan sangat mengesankan, seperti Command Center dan yang lainnya," pungkas Elsa.