JAKARTA (31 Juli 2019) - Pemerintah melalui Kementerian Sosial RI berkomitmen meningkatkan kualitas data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) agar program ini lebih tepat sasaran. 

"Pemerintah ingin mereka yang menerima bantuan iuran jaminan kesehatan ini benar-benar berhak dan memenuhi kualifikasi yang ditetapkan pemerintah," tutur Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita sebagaimana disampaikan Staf Khusus Menteri Sosial Febri Hendri dalam konferensi pers di Media Center Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Rabu. 

Febri mengatakan berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial mendapat mandat untuk melakukan verifikasi dan validasi data kemiskinan menjadi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dapat digunakan sebagai dasar penyaluran berbagai bantuan sosial dan subsidi pemerintah.  

"Ini artinya seluruh pemberian bantuan untuk penanganan fakir miskin harus mengacu pada DTKS yang ditetapkan Menteri Sosial, agar tepat sasaran, termasuk bantuan PBI JK," katanya. 

Ia menjelaskan Pemutakhiran Data secara rutin dilakukan oleh Kementerian Sosial bekerjasama dengan Pemda. Kemudian dilakukan pemadanan dengan master file BPJS serta data kependudukan dengan Kemendagri. Pemutakhiran ini dilakukan setiap hari dan ditetapkan dalam bentuk Keputusan Mensos sebanyak 3 kali dalam setahun. 

"Verifikasi dan validasi dilakukan di antaranya dengan penghapusan peserta PBI yang sudah mampu, meninggal dunia, atau memiliki NIK ganda," tambahnya. 

Lebih lanjut Staf Khusus Menteri mengatakan berdasarkan verifikasi dan validasi yang dilakukan Pusdatin Kemensos terdapat inclusion error dan exclusion error. Inclusion error berarti ada individu yang tidak berhak menjadi peserta PBI, tapi masuk sebagai peserta PBI. Exclusion error berarti individu berhak masuk sebagai peserta PBI justru tidak terdaftar sebagai peserta PBI.

"Sampai dengan bulan Juli 2019, Kemensos telah melakukan pemutakhiran data peserta PBI dan menemukan ada 5,2 juta peserta PBI yang termasuk dalam inclusion error (peserta PBI yang tidak layak masuk PBI)," terangnya. 

Terkait dengan peserta dengan kategori inclusion error ini, Mensos telah menetapkan Keputusan Mensos No. 79 Tahun 2019 tentang Penonaktifan Peserta PBI dan Penggantian Dengan Peserta Baru. 

Setelah menonaktifkan 5,2 juta peserta PBI, terang Febri, Kemensos mengganti dengan peserta PBI baru yang diambil dari individu atau anggota rumah tangga dari desil 1 dan 2 DTKS dengan jumlah yang sama dengan peserta yang dinonaktifkan. Individu atau anggota rumah tangga yang berada pada desil 1 dan 2 adalah individu atau anggota rumah tangga yang memiliki tingkat kesejahteraan paling rendah didalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. 

"Melalui langkah ini diharapkan tidak ada keuangan negara yang bocor untuk warga yang tidak berhak masuk sebagai peserta PBI," tambahnya. 

Sementara itu Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan semangat yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki data PBI JKN sangat bagus. 

"Spiritnya bagus, pemerintah ingin mereformasi agar penerima bantuan lebih tepat sasaran dan betul-betul diberikan kepada warga yang berhak," katanya. 

Ia juga menyarankan agar pemerintah dapat mempermudah masyarakat yang masuk dalam daftar PBI JKN untuk melihat apakah mereka dinonaktifkan atau tidak. 

Menanggapi hal tersebut Staf Khusus Mensos Febri Hendri mengatakan sebagai langkah antisipasi, Kementerian Sosial melakukan mitigasi resiko bagi peserta PBI Non DTKS yang dinonaktifkan. Bilamana di lapangan ditemukan bahwa peserta yang dinonaktifkan tersebut masih memerlukan PBI JKN, maka pihak dinas sosial akan melakukan verifikasi dan validasi ulang untuk mengetahui kondisi sosial ekonominya. 

"Jika sesuai kriteria orang tidak mampu dan layak mendapat bantuan maka akan diusulkan kembali ke Kemensos pada bulan berjalan sesuai kuota atau bulan berikutnya untuk ditetapkan sebagai peserta PBI JK," terang Febri. 


Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sosial RI 

Sonny W. Manalu