MAKASSAR (14 Oktober 2023)
- Gala dinner Forum Tingkat Tinggi ASEAN (AHLF) mengenai Pembangunan
Inklusif Disabilitas dan Kemitraan pasca 2025 berlangsung spektakuler.
Sorotan tertuju pada penampilan istimewa dari Yayasan Cahaya Mutiara
Ubud yang membawakan “Tarian Puspanjali” di pelataran benteng bersejarah
Fort Rotterdam, Selasa (10/10) malam.
Liuk tangan dan kerlingan mata khas tarian Bali yang ditampilkan para penari di atas kursi roda, membuat decak kagum para delegasi. Mereka terpesona. Tak ingin melewatkan momen indah tersebut, para tamu menghentikan sejenak aktivitas mereka. Makanan dan minuman yang tersaji di meja, sesaat tak mereka sentuh demi menyaksikan atraksi yang sangat mempesona.
Setiap wiraga yang ditampilkan para penyandang disabilitas tersebut terlihat seirama dengan ritme musik dan sarat makna. Tarian tersebut menggambarkan keramahan masyarakat Indonesia kepada delegasi ASEAN yang hadir.
Tarian puspanjali bukan hanya sebuah pertunjukan seni, melainkan juga lambang penyambutan dan penghormatan kepada para tamu. Salah seorang penari dari Yayasan Cahaya Mutiara Ubud yang tampil di atas kursi roda adalah Ratni (29). Perempuan 29 tahun itu menari indah dan esetik dalam balutan busana khas penari Bali yang didominasi warna kuning keemasan. Gerak-geriknya sangat menawan. Tangan hingga bahunya sangat lihai dan lentur memeragakan koreografi tarian. Wajahnya tak berhenti tersenyum. Memancarkan kebahagiaan.
Ratni yang sudah 14 tahun menggeluti dunia tari, sangat senang mendapat kepercayaan dari Kementerian Sosial selaku tuan rumah untuk menampilkan tarian tersebut di depan para delegasi ASEAN. Ada sekitar 200 tamu dari 13 negara yang hadir dalam acara tersebut.
"Senang sekali karena tak semua orang bisa mengikuti momen langka ini,” kata Ratni berbinar-binar. Apalagi selain bisa menari sesuai dengan hobinya, Ratni bisa berjumpa dengan para penyandang disabilitas lainnya baik dari Indonesia maupun negara-negara sahabat.
Ratni berharap agar lebih banyak menampilkan penyandang disabilitas dalam acara-acara serupa. “Kegiatan seperti ini meningkatkan kepercayaan diri teman-teman disabilitas. Selain itu atraksi seni juga menunjukkan kepada masyarakat luas, bahwa penyandang disabilitas mampu asalkan diberi kepercayaan dan kesempatan,” kata Ratni.
Wayan Damai, rekan Ratni di yayasan juga punya andil tak kalah penting. Pria 46 itu menggunakan kursi roda sebagai penunjang aktivitas, tak dapat mengungkapkan perasaannya saat tampil di ajang internasional tersebut. "Lebih dari sekadar bahagia. Ada kesempatan untuk bertemu dengan banyak teman disabilitas dan berbagi berita baik dengan (penyandang disabilitas) yang lain," kata Damai.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Menteri Sosial Tri Rismaharini dan para penyelenggara yang telah memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk bersinar di panggung internasional.
Peran Yayasan Cahaya Mutiara Ubud tidak hanya sebatas pertunjukan. Dengan tampil di panggung internasional, mereka berkomitmen untuk mendorong penyandang disabilitas agar lebih bisa mengaktualisasikan diri. Mereka yakin bahwa penyandang disabilitas yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang baik, akan siap untuk berkontribusi lebih dalam masyarakat, bertemu dengan banyak orang, dan mengemukakan pendapat.
Acara gala dinner yang menjadi bagian dari rangakaian Forum Tingkat Tinggi ASEAN menjadi jendela yang memperkenalkan kekayaan budaya Nusantara kepada dunia. Tarian puspanjali adalah satu dari 18 tarian yang ditampilkan untuk mengangkat nilai-nilai tradisional dan inklusi disabilitas.
Dengan semangat inklusi yang semakin tumbuh, partisipasi penyandang disabilitas dalam forum internasional memberikan kesempatan lebih bagi penyandang disabilitas untuk bersinar dan berbagi kekayaan budaya dengan dunia. "Mereka mungkin disabilitas, tuna netra atau disabilitas fisik, tapi bukan berarti mereka tidak bisa berkarya dan berhasil. Kalau ditangani sungguh-sungguh dan kesempatan diberikan, mereka bisa bahkan melebihi orang yang katanya normal," kata Mensos Tri Rismaharini.
Liuk tangan dan kerlingan mata khas tarian Bali yang ditampilkan para penari di atas kursi roda, membuat decak kagum para delegasi. Mereka terpesona. Tak ingin melewatkan momen indah tersebut, para tamu menghentikan sejenak aktivitas mereka. Makanan dan minuman yang tersaji di meja, sesaat tak mereka sentuh demi menyaksikan atraksi yang sangat mempesona.
Setiap wiraga yang ditampilkan para penyandang disabilitas tersebut terlihat seirama dengan ritme musik dan sarat makna. Tarian tersebut menggambarkan keramahan masyarakat Indonesia kepada delegasi ASEAN yang hadir.
Tarian puspanjali bukan hanya sebuah pertunjukan seni, melainkan juga lambang penyambutan dan penghormatan kepada para tamu. Salah seorang penari dari Yayasan Cahaya Mutiara Ubud yang tampil di atas kursi roda adalah Ratni (29). Perempuan 29 tahun itu menari indah dan esetik dalam balutan busana khas penari Bali yang didominasi warna kuning keemasan. Gerak-geriknya sangat menawan. Tangan hingga bahunya sangat lihai dan lentur memeragakan koreografi tarian. Wajahnya tak berhenti tersenyum. Memancarkan kebahagiaan.
Ratni yang sudah 14 tahun menggeluti dunia tari, sangat senang mendapat kepercayaan dari Kementerian Sosial selaku tuan rumah untuk menampilkan tarian tersebut di depan para delegasi ASEAN. Ada sekitar 200 tamu dari 13 negara yang hadir dalam acara tersebut.
"Senang sekali karena tak semua orang bisa mengikuti momen langka ini,” kata Ratni berbinar-binar. Apalagi selain bisa menari sesuai dengan hobinya, Ratni bisa berjumpa dengan para penyandang disabilitas lainnya baik dari Indonesia maupun negara-negara sahabat.
Ratni berharap agar lebih banyak menampilkan penyandang disabilitas dalam acara-acara serupa. “Kegiatan seperti ini meningkatkan kepercayaan diri teman-teman disabilitas. Selain itu atraksi seni juga menunjukkan kepada masyarakat luas, bahwa penyandang disabilitas mampu asalkan diberi kepercayaan dan kesempatan,” kata Ratni.
Wayan Damai, rekan Ratni di yayasan juga punya andil tak kalah penting. Pria 46 itu menggunakan kursi roda sebagai penunjang aktivitas, tak dapat mengungkapkan perasaannya saat tampil di ajang internasional tersebut. "Lebih dari sekadar bahagia. Ada kesempatan untuk bertemu dengan banyak teman disabilitas dan berbagi berita baik dengan (penyandang disabilitas) yang lain," kata Damai.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Menteri Sosial Tri Rismaharini dan para penyelenggara yang telah memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk bersinar di panggung internasional.
Peran Yayasan Cahaya Mutiara Ubud tidak hanya sebatas pertunjukan. Dengan tampil di panggung internasional, mereka berkomitmen untuk mendorong penyandang disabilitas agar lebih bisa mengaktualisasikan diri. Mereka yakin bahwa penyandang disabilitas yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang baik, akan siap untuk berkontribusi lebih dalam masyarakat, bertemu dengan banyak orang, dan mengemukakan pendapat.
Acara gala dinner yang menjadi bagian dari rangakaian Forum Tingkat Tinggi ASEAN menjadi jendela yang memperkenalkan kekayaan budaya Nusantara kepada dunia. Tarian puspanjali adalah satu dari 18 tarian yang ditampilkan untuk mengangkat nilai-nilai tradisional dan inklusi disabilitas.
Dengan semangat inklusi yang semakin tumbuh, partisipasi penyandang disabilitas dalam forum internasional memberikan kesempatan lebih bagi penyandang disabilitas untuk bersinar dan berbagi kekayaan budaya dengan dunia. "Mereka mungkin disabilitas, tuna netra atau disabilitas fisik, tapi bukan berarti mereka tidak bisa berkarya dan berhasil. Kalau ditangani sungguh-sungguh dan kesempatan diberikan, mereka bisa bahkan melebihi orang yang katanya normal," kata Mensos Tri Rismaharini.