Namun, gajinya selama tiga bulan pertama masa kerja akan dipotong untuk dibayarkan ke pihak agensi.
“Majikan pertama saya itu sangat baik, anak-anaknya juga,” tutur Jumi.
Baru sebulan Jumi bekerja, majikan yang merupakan seorang lansia dengan penyakit berat itu pun meninggal dunia sehingga agensi mengirim Jumi ke majikan lain. Semasa bekerja pada majikan kedua inilah Jumi kerap mengalami penyiksaan. Jumi acapkali dipukuli lantaran disangka tak becus membersihkan rumah, padahal menurut Jumi, itu adalah ulah pembantu yang satu lagi. “Dia (majikan) kan tak mau kotor. Kalau pembantu yang satu lagi habis masak, kotor lagi, saya yang disalahin. Pembantu yang satu itu tak dimarahin.”
Suatu malam, Jumi kembali mendapat siksaan yang akhirnya membuatnya tak tahan lagi. Keesokan harinya, saat rumah kosong, Jumi melarikan diri. Saat menyadari tak tahu harus ke mana, dia hanya terduduk di tepi jalan, meratap. Beruntung ada warga yang peduli, lantas mengantarkannya ke kantor polisi. Setelah membuat laporan dan menyelesaikan urusan administrasi, pihak berwajib mendatangi rumah majikan Jumi untuk menyita ponsel dan paspor Jumi yang ditahan sang majikan.
Setelah diselidiki lebih jauh, rupanya Jumi berangkat ke Malaysia menggunakan jasa penyalur TKI ilegal. Sebab itu, dia sempat ditahan sebulan di penjara pengadilan Bukit Mertajan, Malaysia. Setelah sebulan, Jumi kemudian diserahkan ke pihak imigrasi untuk selanjutnya dipulangkan ke Indonesia.
Setiba di Tanah Air, Jumi pertama-tama dibawa ke kantor Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Tangerang, Banten. Setelah itu, BP2MI berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk menangani kasus Jumi. Kemensos dilibatkan dalam kasus ini lantaran pekerja migran Indonesia bermasalah (PMIB) adalah salah satu kluster pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS) yang dilayani oleh lembaga ini. Terkait hal tersebut, Jumi kemudian ditempatkan untuk sementara di Sentra Abiyoso, Cimahi. Penempatan ini dilakukan lantaran Kabupaten Lahat (daerah asal Jumi) adalah salah satu wilayah kerja Sentra Abiyoso.
Selama kurang lebih dua pekan di Sentra Abiyoso, Jumi telah diajari beberapa keterampilan, khususnya di bidang kuliner. Diharapkan, ketika kembali ke kampung halamannya kelak, dia dapat merintis bisnis kuliner.
Jumi sangat antusias dengan peluang itu. Dia sangat berterima kasih kepada pihak Sentra Abiyoso yang telah menampungnya, bahkan mengajarinya banyak hal.
“Terima kasih banyak, saya sudah dikasih makan, dikasih tempat buat tidur, juga diajarkan masak. Rencananya akan buka usaha warung es di rumah,” kata wanita yang hanya sempat mengenyam pendidikan hingga kelas III SD ini.
Tak ingin orang lain bernasib sama, Jumi berpesan agar warga Indonesia yang ingin merantau untuk bekerja sebagai TKI di luar negeri agar lebih berhati-hati. “Pikir-pikir dulu sebelum ke luar negeri, jangan sampai terjadi lagi yang seperti saya,” imbuhnya.
Pada 24 Agustus 2022, Jumi akhirnya diantar kembali ke rumahnya di kampung Beringin Jaya, Sumsel, oleh tim dari Sentra Abiyoso. Tim ini dipimpin langsung oleh Kepala Sentra Abiyoso saat ini, Agung Hendrawan.
Pemerintah melalui Kementerian Sosial memang diamanatkan untuk menangani pekerja migran bermasalah. Namun, sungguh sangat disayangkan apabila warga Indonesia masih sangat mudah tergiur dengan iming-iming peningkatan kesejahteraan melalui bekerja sebagai TKI di luar negeri tanpa memperhitungkan segala konsekuensinya. Maraknya kasus kekerasan terhadap TKI di luar negeri selama ini sepatutnya membuat kita semua, khususnya yang berniat bekerja sebagai TKI, lebih waspada dan teliti terhadap tawaran-tawaran dari pihak yang belum jelas keabsahannya. Nasib Jumi memang berubah, tapi berubah lebih tragis sebelum ditangani Kementerian Sosial melalui Sentra Abiyoso.
Kini, Jumi telah kembali ke kampung halamannya. Penanganan yang tepat tidak hanya mengembalikan dirinya ke tengah keluarga. Lebih dari itu, Jumi pun menemukan kembali harapannya tentang masa depan yang sempat pupus terkikis kejamnya industri tenaga kerja ilegal.