Penulis :
Humas Ditjen Rehabilitasi Sosial
Editor :
David Myoga
Penerjemah :
Intan Qonita N
MADIUN (15 Januari 2021) - Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI menyelenggarakan studi banding guna meningkatkan kualitas pelayanan publik pada program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI), salah satunya pada layanan dukungan kewirausahaan bagi Penerima Manfaat (PM).
Studi banding dilakukan di PT. Paidi Indo Porang, Madiun. Dirjen Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat menyampaikan bahwa Sesuai arahan Menteri Sosial RI, Tri Rismaharini agar Balai-balai Rehabilitasi Sosial memanfaatkan lahan-lahan terbuka yang potensial untuk dijadikan urban farming/pertanian dengan komoditas tanaman porang.
Mensos merekomendasikan komoditas porang dilihat dari sisi nilai ekonomi, pemberdayaan, dan kebutuhan yang tidak terbatas.
Tanaman porang mudah dibudidayakan karena bisa ditanam di tanah jenis apapun. Selain itu, porang bisa ditumpang sari dengan tanaman apa saja dan intensitas cahaya tidak berpengaruh pada tanaman ini.
Secara ekonomi, tanaman porang memberikan profit yang menjanjikan. Dari modal 1 kg katak/pentol (buah yang tumbuh di setiap cabang tangkai porang) harganya Rp. 300 ribu. Dalam 1 kg terdapat 150 katak.
Per butir katak jika ditanam dalam 2 musim atau 2 tahun bisa menghasilkan 2 kg umbi. Sehingga 150 katak bisa menghasilkan 300 kg umbi. Di pasaran, harga umbi per kg adalah Rp. 10 ribu. Maka pendapatan 300 kg umbi adalah Rp. 3 juta. Dari modal hanya Rp. 300 ribu bisa menghasilkan pemasukan sebesar Rp. 3 juta.
Selain keuntungan secara ekonomi, permintaan akan porang tidak terbatas karena porang digunakan untuk bahan baku industri tekstil, pengganti selulosa pada industri perfilman, pertambangan, bahan perekat, bahan makanan, bahan imitasi, industri kosmetik hingga kesehatan. Permintaan untuk kebutuhan yang tidak terbatas inilah yang membuat porang menjadi komoditas yang menjanjikan dan strategis untuk dibudidayakan.
Selain itu, kisah sukses Paidi, pemilik PT. Paidi Indo Porang yang semula berprofesi pemulung namun kini menjadi miliarder atas komitmennya dalam budidaya tanaman porang juga menjadi motivasi Kemensos untuk mendorong Penerima Manfaat (PM) di Balai-balai rehabilitasi sosial agar sukses mengembangkan usaha budidaya tanaman porang.
Hal menarik lainnya, Paidi juga sudah melakukan aksi sosial bagi masyarakat karena turut serta memajukan kesejahteraan masyarakat sekitar. Komoditas porang juga ditanam oleh masyarakat di berbagai desa dan sekarang memiliki penghasilan dari penanaman dan penjualan porang.
"Kami berikan kepada masyarakat sekitar 100 sampai 200 polibag untuk pembibitan. 10 desa kita minta melakukan pembibitan tanaman porang. Hasil pembibitan kemudian diserahkan ke kami untuk kami bantu pasarkan. Nanti mereka akan mendapat keuntungan dari pembibitan itu. Begitu bentuk pemberdayaan masyarakat kami," Jelas Paidi, mantan pemulung.
Harry mengatakan bahwa bagi Kemensos, studi banding ini meyakinkan bahwa tanaman porang bisa memberikan kesempatan luas pada PM yang merupakan pengemis, pemulung, gelandangan, anak berhadapan dengan hukum, penyandang disabilitas, korban penyalahgunaan Napza hingga lansia untuk bisa berwirausaha.
Pada prinsipnya mereka memiliki kapasitas yang memadai, budidaya tanaman porang ini juga perlu disesuaikan dengan potensi yang dimiliki. Tidak menutup kemungkinan pemeliharaan tanaman porang ini bisa dilakukan oleh para penyandang disabilitas.
Kini piloting budidaya tanaman porang telah diinisiasi oleh salah satu Balai Rehabilitasi Sosial milik Kemensos yaitu Balai Karya "Pangudi Luhur" Bekasi yang menggunakan 0,5 hektar lahannya untuk budidaya tanaman porang. Aktivitas budidaya ini telah melibatkan para PM di Balai Karya "Pangudi Luhur" Bekasi.
Budidaya ini akan diperluas hingga ke Balai-balai Rehabilitasi Sosial di Seluruh Indonesia yang berjumlah 41 balai. "Ini bagian dari terapi dan investasi bagi PM. Tidak hanya memelihara porang saja," pungkas Harry.
Paidi menyatakan kesiapannya untuk membantu budidaya tanaman porang oleh PM. "Kita siap bantu bahkan hingga pasca panen. marketnya pabrik dan eksportir," tutupnya.
Studi banding ini diikuti oleh Dirjen Pemberdayaan Sosial beserta jajaran, Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Kemensos RI di Wilayah Jabodetabek, Sukabumi, Bandung, Bali dan Nusa Tenggara Timur serta Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) di wilayah Jabodetabek.
Bagikan :