Penulis :
OHH Ditjen Rehsos
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Zahra Ainussyifa.; Karlina Irsalyana
JAKARTA (15 Mei 2020) - Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, Harry Hikmat menyampaikan Program Jaring Pengaman Sosial Kemensos dalam menangani dampak pandemi COVID-19. Hal ini disampaikan pada diskusi yang diselenggarakan oleh SIGMAPHI, Policy, Research and Data Analysis.
Setiap Kementerian/Lembaga didorong untuk menciptakan jaring pengaman sosial pada kondisi pandemi COVID-19. Hal ini membuat perbedaan antar program bantuan, indeks bantuan, hingga cakupan wilayah. Tak jarang keberagaman program ini membuat masyarakat bingung mengenai bantuan sosial yang mereka dapat bersumber dari mana.
"Ada masyarakat yang mendapat bantuan komplain bahwa bantuan presiden kok isinya hanya mie instan dan beras saja," Dirjen Rehsos mengilustrasikan. Padahal itu bukan program dari Kemensos atau Bansos Presiden. Ada Kementerian/Lembaga atau Pemerintah daerah yang juga memiliki program jaring pengaman sosial.
Kebingungan di masyarakat akan banyaknya program pemerintah dalam penyediaan jaring pengaman sosial ini yang perlu diluruskan. "Sosialisasi tentang program bansos perlu digencarkan. Kami sudah siapkan melalui leaflet, filler, dan berbagai media untuk sosialisasi program secara masif," kata Dirjen Rehsos.
Kemensos sudah berupaya menyalurkan bansos khusus maupun bansos reguler kepada kelompok yang menjadi fokus Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Kelompok tersebut yaitu penyandang disabilitas, anak terlantar, lanjut usia, korban penyalahgunaan Napza dan korban perdagangan orang.
Lansia misalnya, kelompok yang sangat rentan terdampak COVID-19 ini perlu perhatian khusus. Sebanyak 1.292.530 paket bantuan sosial yang diberikan kepada lanjut usia baik berupa sembako untuk di wilayah Jabodetabek dan bantuan sosial tunai untuk wilayah luar Jabodetabek. Bantuan ini disalurkan melalui Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia, Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS), Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan PT. Pos Indonesia.
Begitu juga dengan penyandang disabilitas sebagai salah satu kelompok yang sangat terdampak COVID-19. Sebanyak 297. 239 paket bantuan disalurkan baik berupa sembako untuk di wilayah Jabodetabek dan bantuan sosial tunai untuk wilayah luar Jabodetabek. Bansos ini sudah disalurkan sejak April 2020 dan masih berjalan hingga saat ini.
Kemudian, Kemensos melalui Ditjen Rehsos juga berupaya untuk melakukan penanganan pada warga terlantar yang terdampak COVID-19. Bekerja sama dengan Dinas Sosial DKI Jakarta, Kemensos menyediakan Tempat Penampungan Sementara (TPS) bagi anak jalanan, gelandangan, pengemis. pemulung dan Penerima Manfaat (PM) lainnya yang terdampak COVID-19 berupa Gelanggang Olahraga (GOR).
"Hingga hari ini (15/5) tercatat total 1.442 PM telah ditangani di GOR yang ada di 5 titik di DKI Jakarta," ungkap Dirjen Rehsos. Dari 1.442 PM ini, 989 PM telah dipulangkan ke keluarga, 194 PM dirujuk ke panti/balai/fasker, 82 PM meninggalkan tempat tanpa keterangan dan 177 masih tinggal di GOR.
Kemensos juga menyediakan TPS berupa Balai Rehabilitasi Sosial untuk penanganan lanjut rujukan dari GOR. Saat ini total 161 PM yang sudah mendapatkan pelayanan di balai. Dari total tersebut, 72 PM telah dipulangkan ke keluarga, 6 PM dirujuk ke panti/faskes, 12 PM meninggalkan tepat tanpa keterangan dan 71 PM masih tinggal di balai.
Ditjen Rehsos juga mendesain sebuah sistem TPS di komunitas bekerja sama dengan LKS. Sistem ini dibangun untuk menahan komunitas marjinal agar tidak beraktivitas di ruang publik selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Saya sempat menyisir berbagai komunitas seperti komunitas pemulung, komunitas kolong tol, komunitas nelayan di muara angke dan kaliadem sekaligus memberikan mereka bansos sembako," kata Dirjen Rehsos.
Kemensos ingin memastikan bahwa bansos tepat sasaran. Faktanya bahwa kelompok marginal ini masih banyak yang belum tersentuh bansos. Mereka benar-benar warga yang membutuhkan namun tidak terdata. "Maka kita jemput bola. Berikan bansos langsung. Itu gambaran upaya Kemensos menangani dampak COVID-19," tegas Dirjen Rehsos.
Kemensos sudah mengupayakan ketepatan data penerima manfaat. mulai dari intensif melakukan rapat koordinasi secara virtual dengan kepala daerah seperti Gubernur, Bupati, Walikota, seluruh Kepala Dinas Sosial, namun hanya sekitar 70% yang proaktif dalam pembaharuan data.
Selain itu, Kemensos juga membuat layanan pengaduan bansos, mengoptimalkan peran-peran Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT), Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) dan pilar-pilar kesejahteraan sosial untuk sosialisasi program bansos hingga pendampingan penyaluran bansos.
Kemudian, Kemensos memiliki Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG) dengan format Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang sudah bisa diakses di Dinas Sosial. Jadi, Dinas Sosial bisa melakukan perubahan dan pergantian penerima bantuan sesuai kondisi di lapang.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pembagio menanggapi berbagai fakta di lapang bahwa perlu data integrator untuk membenahi kekisruhan pendataan saat ini.
Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga, Ilmiawan Auwalin mengungkapkan bahwa peran Provinsi juga penting untuk diaktifkan dalam rangka pembaharuan data. Selain itu, perlu juga adanya political willness dalam pembenahan data.
Di menit terakhir pertemuan, Dirjen Rehsos mengungkapkan perlu adanya pembenahan data bersama, Sistem desentralisasi harus menjadi penggerak utama. SIKS-NG pun akan terus dikembangkan. "Semua pihak harus terlibat, mulai dari RT, RW, Desa/Kelurahan, Kecamatan, sampai Kabupaten memegang tanggung jawab dalam hal verifikasi dan validasi data," pungkasnya.
Diskusi ini berjalan sekitar 2 jam dengan dihadiri oleh berbagai elemen, mulai dari pemerintah, masyarakat sipil, akademisi hingga peneliti.
Bagikan :