Penulis :
Humas Dit. Penyandang Disabilitas
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Intan Qonita N
BEKASI (5 November 2020) - Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas merupakan kegiatan strategis dan utama bagi Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial dan Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas. Evaluasi sebagai program penting melihat atau menilai keberhasilan program yang mencakup input, proses, output dan outcome program rehabilitasi sosial.
Untuk itu Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos, Harry Hikmat meminta agar jajaran Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas beserta Unit Pelaksana Teknis (UPT) memahami dan menguasai teknik evaluasi rehabilitasi sosial yang terstandar. Harry mengingatkan agar evaluasi yang dilakukan berorientasi pada perubahan.
"Kemensos memiliki differensiasi antara direktorat (pusat) dengan balai rehsos (daerah). Direktorat sebagai institusi yang melaksanakan program nasional secara indirect service . Sedangkan, Balai Rehsos melalui new branding pelayanan sosial mulai tahun 2020 melaksanakan direct service yaitu Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) Penyandang Disabilitas " jelas Harry.
Dirjen Rehsos menambahkan, Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas sebagai support system berperan sebagai sistem pendukung agar ATENSI Penyandang Disabilitas bisa terlaksana dengan efektif dan efisien. Salah satu komponen penting dari direktorat adalah melaksanakan supervisi, monev dan pelaporan.
"Monitoring seharusnya dilakukan secara terus menerus dalam setiap tahap program untuk memastikan setiap tahapan program bisa dilaksanakan. Jika tidak sesuai dengan program atau rencana, segera analisa faktor dan kendala serta adakan tindaklanjut dari hasil monitoring tersebut. Bahkan melalui sistem informasi teknologi saat ini, hasil monitoring harus bisa dipantau secara realtime karena data bersifat fluktuatif dan dinamis dalam bentuk dasboard," ungkap Harry.
Sebagai lanjutan monitoring tersebut adalah adanya evaluasi yang merupakan penilaian kualitas dan capaian dari pelaksanaan program dengan didukung oleh indikator, parameter dan norma. "Salah satu indikator misalnya prosentase penerima manfaat yang mampu melakukan Activity Daily Living (ADL). Untuk parameter setiap penyandang disabilitas berbeda-beda," tutur Harry.
"Misalnya Penyandang Disabilitas Intelektual sebelum proses habilitasi belum mampu berinteraksi dengan orang lain. Mereka hanya menunjukkan tatapan kosong dan senyum-senyum sendiri sehingga tidak menimbulkan relasi positif. Namun, setelah mengikuti berbagai terapi sebagai paket rehabilitasi sosial mereka memiliki kemajuan dakam berinteraksi untuk memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi. Adapun norma akan terbentuk ketika mereka telah memenuhi syarat-syarat dalam komunikasi," tambahnya.
Indikator-indikator program rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas sesuai dengan jenisnya yaitu Penyandang Disabilitas Fisik, Penyandang Disabilitas Mental, Penyandang Disabilitas Sensorik, Penyandang Disabilitas Intelektual dan Penyandang Disabilitas Ganda. "Untuk mengoptimalkan langkah tersebut maka Kemensos segera membuat standarisasi monev dan pelaporan bagi penyandang disabilitas termasuk 19 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Rehsos Penyandang Disabilitas melalui sistem monitoring," ungkap Harry.
Dalam kesempatan ini, Dirjen Rehsos kembali menegaskan tujuan program rehsos Penyandang Disabilitas adalah memenuhi kebutuhan dan hak dasarnya, melaksanakan tugas dan peran sosial, serta mengatasi masalah dalam kehidupannya.
"Tujuan tersebut dapat diukur dari tujuan khusus program, misal meningkatnya penerima manfaat yang dapat memenuhi kebutuhan dasar dapat diukur dari kemampuan melakukan ADL, kemampuan aktualisasi diri dan kemampuan kembali ke keluarga. Namun, harus diiringi juga dengan kemampuan keluarga penerima manfaat dalam melaksanakan perawatan, pengasuhan dan perlindungan sosial mereka," kata Harry.
Jika program rehsos Penyandang Disabilitas berbasiskan komunitas melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) , maka monitoring dan evaluasi harus dilakukan juga untuk mengukur kemampuan pelaksanaan ATENSI dan diiringi dengan peningkatan sumber daya manusia. "Karena ATENSI merupakan layanan rehabilitasi sosial yang menggunakan pendekatan berbasis keluarga, komunitas dan atau residensial secara dinamis, integratif serta komplementari," ujar Harry.
" Logical Framework" Atensi Penyandang Disabilitas tersebut meliputi pemenuhan hidup layak, perawatan dan pengasuhan, dukungan keluarga serta terapi fisik, psikososial, dan mental spiritual. Selanjutnya, pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan, bantuan dan asistensi sosial serta dukungan aksesibilitas," jelasnya.
Pentingnya monev dalam pelaksanaan program diperkuat dengan pernyataan dari Inspektorat Jenderal Kemensos Bidang Rehabilitasi Sosial, Suzanti Nathalia yang menyampaikan hasil evaluasi program rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas tahun 2020. "Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) yang efektif dalam pengelolaan keuangan negara terkait dengan kebijakan program yang ada," kata Suzanti.
Suzanti juga menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan ATENSI Penyandang Disabilitas harus memperhatikan penggunaan anggaran, penatausahaan dan pelaporan termasuk di dalamnya 19 UPT Balai Rehsos Penyandang Disabilitas.
"Monev harus dilaksanakan karena bisa sebagai dasar perumusan kebijakan program di tahun 2021. Kemudian, perlu komitmen bersama dalam mewujudkan akuntabilitas keuangan," tambahnya.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas diikuti 45 pegawainya dari tanggal 4 - 7 November 2020 di Avenzel Hotel dan Convention Bekasi. Melalui kegiatan evaluasi ini akan diketahui tingkat keberhasilan dan kendala serta sinergitas upaya perbaikan dan peningkatan kualitas dalam pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas.
Bagikan :