Setiap tahunnya, Momentum Hari Kebangkitan Nasional didorong untuk menjadi pemantik solidaritas dan semangat gotong royong. 112 tahun lalu, para tokoh bangsa mendistribusi harapan kebangkitan melalui semangat komunal. Timeline historis kebangsaan kita tersusun dari berbagai narasi kebersatuan, solidaritas sebagai manusia yang senasib dan sepenanggungan untuk merdeka.
Hari ini, pandemi COVID-19 menjadi tantangan mutakhir yang cukup menggelisahkan kita sebagai bagian komunitas global, tapi cukup diuntungkan sebagai warga bangsa yang dikenal solider. Selain dampak kesehatan, pandemi COVID-19 membentuk ruang yang luas dan disesaki masalah sosial ekonomi sebagai dampak susulannya. Diperlukan data, dana dan daya yang memadai untuk mengurai dampaknya.
Di satu sisi, sebagai entitas bangsa yang solider, bantuan sosial (bansos) menjadi pilihan pragmatis sebagai solusi cepat mengurai dampak sosial ekonomi pandemi COVID-19 bagi masyarakat. Namun, tsunami bansos ini menghadirkan fakta baru dimana birokrasi pusat maupun daerah belum sepenuhnya dapat digerakkan untuk menyediakan layanan data yang valid dan reliable.
Bukan tidak ada upaya, sejak tahun 2005, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) sebagai sensus kemiskinan pertama di Indonesia. Lalu, disusul tahun 2008, dilaksanakan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS). Kemudian, tahun 2011, data PPLS, berisi catatan 40% populasi penduduk Indonesia dengan status ekonomi menengah ke bawah, diserahkan BPS kepada Tim Nasional Percepatan Penaggulangan Kemiskinan (TNP2K) untuk dijadikan Basis Data Terpadu (BDT). Tahun 2015, BDT dimutakhirkan BPS lewat Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT), untuk selanjutnya diserahkan kepada Kementerian Sosial melalui Pusat Informasi Data dan Informasi Kesejateraan Sosial (Pusdatin Kesos). (sumber: tnp2k.go.id/pusdatinkesos)
Era baru pengelolaan data kesejahteraan sosial ditandai dengan dikembangkannya Aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) pada tahun 2017, untuk mengelola Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu (DT PPFM & OTM), yang pada tahun 2019 penyebutannya menjadi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
SIKS-NG, sebuah sistem informasi yang terdiri dari komponen pengumpulan, pengolahan, penyajian dan penyimpanan data kesejahteraan sosial, yang dilaksanakan secara berjenjang dan berkesinambungan, guna memastikan bahwa data kemiskinan dimutakhirkan, diverifikasi dan divalidasi bersama oleh Kementerian Sosial dan pemerintah daerah hingga level kelurahan/desa, setidaknya 2 (dua) kali dalam setahun.
Sayangnya, menurut catatan BPK dari 514 kabupaten/kota, baru 29 kabupaten/kota yang melakukan pemutakhiran DTKS (dilansir dari jawapos.com). Dilema lainnya, Kementerian Sosial memiliki keterbatasan dalam melakukan koordinasi verifikasi dan validasi yang dilakukan pemerintah daerah. Secara kewenangan, pemerintah daerah berada di bawah koordinasi Kementerian Dalam Negeri.
Dengan infrastruktur olah data yang telah disediakan itu, agar pemutakhiran DTKS menghasilkan data yang valid dan reliable, sehingga meminimalkan, bahkan menghilangkan masalah exclusion error dan inclusion error, maka dengan semangat solidaritas, hal ini perlu menjadi perhatian sungguh-sungguh pemerintah daerah hingga level pemerintah desa.
Akhirnya, melalui momentum kebangkitan nasional kita berharap lahirnya semangat kebangkitan data nasional, sebagai bagian integral mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
20 Mei 2020, ditulis dalam momentum Hari Kebangkitan Nasional