Pada setiap diterbitkannya suatu ketentuan, sudah
menjadi kelaziman untuk dilakukan sosialisasi pada publik. Diseminasi peraturan
tersebut merupakan bagian yang kerap termaktub secara tersurat dalam ketentuan
dimaksud.
Salah satu reglemen keimigrasian tentang Anak
Berkewarganegaraan Ganda (ABG) yang saat ini berlaku adalah Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Permenkumham) No. 10 Tahun 2023
tentang Pendaftaran dan Permohonan Fasilitas Keimigrasian Bagi Anak
Berkewarganegaraan Ganda, Permohonan Surat Keterangan Keimigrasian, dan
Pengembalian Dokumen Keimigrasian Akibat Status Kewarganegaraan, juga
memerlukan amplifikasi.
Permenkumham No.10/2023 merupakan perubahan atas
tiga ketentuan sebelumnya yaitu Permenkumham No. 22/ 2012 tentang Tata Cara
Pendaftaran Anak Berkewarganegaraan Ganda dan Permohonan Fasilitas
Keimigrasian, Permenkumham No. M.HH.01.GR.01.14/2010 tentang Tata Cara
Permohonan Surat Keterangan Keimigrasian dan Permenkumham No.
M.HH-19.10.01/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Pernyataan Memilih
Kewarganegaraan bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda.
Bila ditelisik lebih jauh dan dikomparasi dengan
ketentuan sebelumnya, tentu terdapat beberapa perubahan yang patut diketahui
oleh publik. Dalam bahasan ini dibatasi mengenai Kebijakan Pendaftaran dan Permohonan
Fasilitas Keimigrasian Bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda (ABG)
saja. Pembaca tentu bertanya apa yang berbeda dari preskripsi sebelumnya,
yuk ditelusuri.
Pertama tentu saja terkait Subjek ABG dengan
penambahan mencakup 3 (tiga) unsur yaitu anak yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah
negara RI, dari ayah atau ibu yang memperoleh kewarganegaraan RI; anak Warga
Negara Asing (WNA) yang belum berusia 5 (lima) tahun yang diangkat secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara Indonesia (WNI);
ABG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang No. 12/2006
tentang Kewarganegaraan.
Perubahan tersebut sebagai bentuk akomodasi atas
fenomena dan dinamika yang terjadi di masyarakat Indonesia. Salah satu indikasi
perkembangan kehidupan sosial ekonomi yang cukup menarik yaitu anak WNA yang
belum berusia 5 (lima) tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan
pengadilan sebagai anak oleh WNI. Fenomena ini mengilustrasikan bahwa kluster
WNI menengah ke atas, bukan hanya mengadopsi anak dari bangsa sendiri namun
juga anak berdarah asing.
Selanjutnya persyaratan anak WNA yang belum berusia
5 (lima) tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai
anak oleh WNI juga harus melampirkan yakni penetapan dari pengadilan dan
petikan surat keputusan Menteri mengenai kewarganegaraan Republik Indonesia
(merupakan domain Ditjen Administrasi Hukum Umum/Ditjen AHU, Kemenkumham).
Pada butir di atas, adopsi anak WNA oleh WNI,
terdapat hal yang perlu diinformasikan kepada Calon Orang Tua Asuh (COTA) WNI
terkait kewajiban pendaftaran ABG. Kausanya ini merupakan kebijakan terbaru
seiring dengan kebutuhan masyarakat. Bila merujuk pada reglemen yang berlaku,
kementerian yang berwenang menetapkan COTA dinilai layak adalah Kementerian
Sosial atau Instansi Sosial Setempat.
Kemensos akan mengeluarkan Surat Keputusan Izin
Pengasuhan Anak Sementara kepada COTA melalui Lembaga Pengasuhan Anak.
Karenanya Permenkumham No.10/2023 ini juga sepatutnya diketahui oleh Kemensos.
Sehingga saat COTA WNI mengajukan permohonan pengangkatan anak WNA maka
informasi tentang pendaftaran ABG dapat disosialisasikan kepada COTA WNI.
Setelah anak WNA diadopsi maka orang tua angkat
harus memahami langkah-langkah selanjutnya terkait dengan ketentuan anak WNA
tersebut, yang dapat dipaparkan berikut ini.
Sedangkan pada poin, ABG sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (4) UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan merupakan suatu bentuk
kehadiran negara atas perlindungan dan pengayoman terhadap ABG terkait
substansi kehilangan kewarganegaraan dimaksud.
Sebagaimana rasam sebelumnya, yang termasuk Subjek
ABG wajib didaftarkan oleh orang tua atau wali. Sedangkan pendaftaran ABG
dilakukan secara elektronik dan dilakukan melalui laman resmi Ditjen
Imigrasi, baik di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia.
Skema ini secara eksplisit dinyatakan pendaftaran
ABG dilakukan secara elektronik (belum ada pada ketetapan satu dasawarsa lalu),
ini sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat
belakangan ini.
Adapun pendaftaran ABG dengan melampirkan dokumen
persyaratan sebagaimana prevalensi terdahulu. Namun terdapat satu persyaratan
tambahan yaitu surat kehilangan kewarganegaraan Indonesia kedua orang tua
bagi anak yang kedua orang tuanya memperoleh kewarganegaraan lain. Ketentuan
ini kemungkinan sebagai antisipasi atas beberapa problematika yang mencuat
akibat kedua orang tua dari ABG yang memperoleh kewarganegaraan lain.
Untuk Subjek ABG yang dilahirkan di luar wilayah
negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia yang
karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan. Terdapat persyaratan lain yaitu
juga harus melampirkan paspor RI kedua orang tuanya yang masih berlaku; atau
nomor induk kependudukan kedua orang tuanya. Persyaratan ini dapat
diidenfikasikan sebagai salah satu bukti bahwa ABG tersebut adalah anak dari
WNI tersebut. Tentu saja data ini akan semakin valid bila kesisteman antara
Ditjen Imigrasi dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) telah
terintegrasi.
Persyaratan tambahan perlu dilampirkan oleh anak
WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas)
tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan
asing; dan anak WNI yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan ialah
harus melampirkan penetapan dari pengadilan.
Berikutnya, anak yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara
RI, dari ayah atau ibu yang memperoleh kewarganegaraan RI, juga harus
melampirkan yaitu surat keterangan kewarganegaraan dari Dirjen AHU dan
keterangan pencabutan dokumen keimigrasian (dari Kantor Imigrasi setempat,
tentunya).
Ketika ayah atau ibu dari ABG telah memperoleh
kewarganegaraan RI, kerap terjadi kealpaan untuk melakukan pendaftaran ABG
dimaksud. Kementakan adanya tingkat kesadaran yang rendah dari orang tua/wali
dalam merealisasikan pendaftaran ABG. Hal ini berkemungkinan disebabkan tidak
adanya benefit langsung yang dapat dirasakan pada saat
melakukan pendaftaran ABG atau kurangnya informasi yang diterima oleh orang
tua/wali tersebut.
Kemudian, setelah dokumen dinyatakan lengkap,
pemohon akan menerima pemberitahuan secara elektronik dan dapat mengunduh
Sertifikat Pendaftaran ABG. Sertifikat Pendaftaran ABG merupakan salah satu
persyaratan permohonan affidavit untuk memperoleh fasilitas keimigrasian.
Selain persyaratan paspor kebangsaan anak, dan pasfoto berwarna terbaru anak
berkewarganegaraan ganda dengan latar belakang berwarna putih.
Pembaca tentu bertanya, apa sih fasilitas
keimigrasian? Fasilitas keimigrasian adalah kemudahan berupa pembebasan dari
kewajiban memiliki visa, pembebasan dari kewajiban memiliki izin tinggal
keimigrasian dan izin masuk kembali, dan pemberian tanda masuk atau tanda
keluar yang diperlakukan sebagaimana layaknya WNI.
Selanjutnya, permohonan affidavit pun
dilakukan secara elektronik melalui laman Ditjen Imigrasi. Dan pemohon dapat
mengunduh affidavit melalui laman yang sama, bila telah
selesai diproses. Permohonan affidavit dikenai biaya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Juga disebutkan bahwa masa
berlaku affidavit sama dengan masa berlaku paspor kebangsaan
dan tidak melebihi 3 (tiga) tahun setelah berusia 18 (delapan belas) tahun.
Prosedur yang ditetapkan ini antara lain bertujuan
untuk memudahkan, menfasilitasi ABG agar kelak tidak mengalami problematika
dalam hal kewarganegaraan, yang akan berdampak pada berbagai sisi kehidupan ABG
itu sendiri.
Orang tua dari anak pemegang affidavit wajib
melaporkan setiap perubahan status sipil dan kewarganegaraan.
Ayat ini sepatutnya menjadi perhatian dari orang
tua pemegang affidavit. Sehingga keberadaan ABG tetap dalam koridor
pemantauan keimigrasian. Yang tentu saja, kemanfaatan dari pelaporan tersebut
akan berpulang pada yang bersangkutan.
Affidavit dinyatakan
tidak berlaku jika ABG pemegang affidavit sudah kawin,
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraan, atau meninggal dunia.
Semua persyaratan tersebut (baik pendaftaran ABG
maupun permohonan affidavit) hendaknya disiapkan oleh pemohon
sebelum mendaftar pada laman Ditjen Imigrasi.
Kecanggihan teknologi telah memudahkan pelayanan
publik pada berbagai sektor. Pemohon hanya mengunggah sejumlah persyaratan
dari lokasi mana saja tanpa harus datang ke Kantor Imigrasi, dari segi waktu,
biaya dan tenaga lebih efektif dan efisien, isbatnya. Demikian pula bila
permohonan telah disetujui, pemohon cukup mengunduh saja jika menerima
pemberitahuan dari Instansi.
Hendaknya keleluasaan ini juga dibarengi
dengan kesadaran para orang tua ABG mengenai pentingnya mengikuti segala
ketentuan yang telah ditetapkan.
Fenny Julita adalah alumnus Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Analis Keimigrasian Ahli Madya, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI.