Di bawah sengatan terik matahari, Darmanto, pemuda asal Ngawi berusia 23 tahun yang juga eks Penerima Manfaat (PM) Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik (BBRSPDF) "Prof. Dr. Soeharso" Surakarta mengumbar senyum cerianya. Meski bermandikan peluh dia tetap semangat membantu ayahnya mencangkul kebun .
Dengan sesekali menyeka peluhnya, Darmanto mengenang masa saat ia menjalani rehabilitasi di Solo. Pemuda yang penuh optimisme ini mengambil VAK (Visual, Auditory, and Kinesthetic) keterampilan tangan saat menjalani proses rehabilitasi.
Siapa sangka, sosok Darmanto disabilitas fisik dengan jenis kecacatan Cerebral Palsy saat ini sudah dapat berjalan tanpa alat bantu. Cerebral palsy adalah satu gangguan pola gerak yang disebabkan adanya kerusakan pada otak dan terjadi pada fase perkembangan otak, baik pada saat sebelum, selama dan setelah lahir.
Gangguan pola gerak yang dialami oleh Darmanto terjadi pada tungkai kiri. Tungkai kirinya tidak terpola, dimana fungsi tungkai untuk menopang berat badan saat berjalan. Tetapi, yang dialami oleh Darmanto adalah setiap kali menggunakan telapak kakinya untuk berjalan maka akan selalu diikuti dengan gerakan yang tidak terkendalikan oleh otak, sehingga telapak kaki akan selalu menekuk, jinjit dan lutut tidak bisa pada posisi lurus. Akibatnya, Darmanto tidak bisa berdiri tegak dan tidak bisa berjalan. Maka dia berjalan dengan cara menekuk lututnya dan posisi telapak kaki jinjit.
Dalam kondisi seperti itu, Darmanto mendapatkan terapi fisik di BBRSPDF "Prof. Dr. Soeharso" yang menjadi tanggung jawab Instalasi Perawatan Revalidasi (IPR) sebagai salah satu unit yang terdiri dari dokter ahli ortopedi sebagai konsultan, dokter umum, perawat dan fisioterapis.
Pada penanganan pertama oleh tim medis, Darmanto mendapatkan Orthose yaitu alat yang berfungsi untuk memposisikan tungkai dalam keadaan lurus penuh. Selain itu ia juga mendapatkan alat bantu mobilitas berupa Walker dan selanjutnya secara rutin tiap hari mendapatkan terapi fisik oleh fisioterapis berupa latihan-latihan pola gerak yang terprogram. Tujuannya adalah menanamkan pola di otak tentang fungsi tungkai kaki kiri sebagai penyangga tubuh.
Bentuk terapinya berupa latihan setiap hari selama minimal satu jam, antara lain untuk berdiri tegak, menumpu berat badan dengan tungkai kaki kiri dibantu dengan alat Orthose dan berjalan dengan menggunakan Walker. Selain itu, Darmono juga mendapatkan pendampingan dari Pekerja Sosial untuk melakukan latihan-latihan mandiri di asrama.
Selama tiga bulan mengikuti latihan secara intens dan disiplin, Darmanto sudah merasakan hasilnya. Dengan mata berbinar, ia dapat berjalan dengan menggunakan alat bantu Walker tanpa bantuan orang lain. Selanjutnya, dalam kurun waktu delapan bulan Darmanto berjalan tanpa alat bantu. Sampai tiba saatnya terminasi, Darmanto dibekali dengan home program berupa latihan-latihan gerak yang harus dilakukan secara mandiri di rumah.
Setelah berada di rumah selama dua bulan, Darmanto seolah ingin berteriak kepada dunia bahwa cacat bukan halangan untuk berkarya. Nyatanya, kini ia dapat membuktikan bahwa setelah mendapatkan program rehabilitasi secara utuh di BBRSPDF "Prof. Dr. Soeharso" Surakarta.
"Setelah menjalani terapi di Balai, saya merasa semakin percaya diri dan dapat menjalankan fungsi dan peran sosial tanpa terhambat oleh ketidaksempurnaan secara fisik," tutur Darmanto.
Tak lupa, Darmanto sangat berterima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti program rehabilitasi karena sekarang ia sudah bisa berjalan tanpa alat bantu bahkan sudah bisa mencangkul, sebuah kegiatan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.