Penulis :
Humas Balai Handayani Jakarta
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Intan Qonita N
JAKARTA (26 Maret 2021) - Dini hari (25/03) pada pukul 04.20 WIB, telah terjadi kebakaran besar yang menjalar pada pemukiman padat penduduk di Pisangan Baru, Matraman Jakarta Timur. Pemukiman tersebut merupakan rumah kontrakan yang dihuni oleh 4 kepala keluarga dengan jumlah seluruhnya yakni 15 orang.
Berbekal informasi tersebut, Kementerian Sosial melalui Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) "Handayani" di Jakarta bersama tim Balai "Soeharso" di Solo, tim Balai "Budi Dharma" di Bekasi, dan Tim Reaksi Cepat (TRC) Ditjen Rehsos segera melakukan respon kasus ke tempat terjadinya bencana kebakaran. Tim segera menuju ke tempat kejadian bencana kebakaran dalam rangka melakukan asesmen.
Setibanya disana, tim respon kasus Balai Anak "Handayani" bertemu dengan ketua Rukun Warga (RW) setempat, Agus. Ia menyampaikan bahwa kondisi para korban saat ini kelelahan dan dalam kondisi shock. "Karena itu terjadinya subuh-subuh ya, jadi warga yang ada di kontrakan tidak sadar api menjalar sepertinya masih tidur lelap, padahal tetangga-tetangga sudah teriak-teriak, jadi yang selamat 5 orang, 10 lainnya meninggal di tempat," jelas Agus.
Lebih lanjut Agus menjelaskan di dalam rumah kontrakan tersebut terdiri dari 4 kepala keluarga dan yang meninggal berjumlah 10 orang dari 2 keluarga. Sementara korban yang selamat terdiri dari 3 orang dewasa yakni 2 perempuan dan 1 laki-laki, dan 2 orang anak yang terdiri dari 1 perempuan dan 1 laki-laki. Namun sayangnya, tidak ada satupun harta benda yang dapat diselamatkan pasca kejadian tersebut.
Sebelumnya, Menteri Sosial RI, Tri Rismaharini telah datang dan menyampaikan ucapan belasungkawa dan memberikan santunan kepada ahli waris. Selain itu, ia menawarkan kepada korban selamat, untuk dapat tinggal sementara di rumah perlindungan milik Kementerian Sosial di Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Tidak sampai disitu, tim respon kasus Kementerian Sosialpun melakukan asesmen kepada warga sekitar yang terdampak bencana kebakaran. Terdapat salah satu keluarga yang memiliki dua anak disabilitas. Keluarga ini diketahui memiliki 6 anak dimana anak ketiga (26 tahun) dan anak keenam (16 tahun) mengidap kelainan otot yang menyebabkan fisik kedua anak tersebut melemah. Diagnosa secara medis disebut dengan kelainan Dystrophy Muscular Progressive (DMP). Kondisi kelainan fisik tersebut diawali dengan gejala panas tinggi pada anak ketiga, sementara pada anak keenam dengan gejala muntaber. Gejala tersebut dialami oleh keduanya saat berusia 1 tahun.
Kedua anak tersebut tidak sekolah dikarenakan kondisi fisik yang sulit untuk melakukan mobilitas. Namun begitu, sang Ibu tetap mengajarkan kedua anaknya untuk membaca dan menulis.
Hari ini, tim Balai Anak "Handayani" melakukan Layanan Dukungan Psikososial (LDP) bagi para korban langsung dan korban terdampak pasca bencana kebakaran.
Setelah dilakukan pemeriksaan psikologis oleh psikolog, diketahui bahwa korban dewasa terindikasi memiliki trauma, sementara kedua korban anak tidak terindikasi memiliki trauma pasca bencana kebakaran tersebut.
Selain itu, tim Balai Anak "Handayani" memberikan terapi mindfulness yang bertujuan untuk membantu para korban menerima kondisi saat ini, memberikan penguatan kepada korban dan keluarga korban yang ditinggalkan, serta melakukan dinamika kelompok bagi korban anak.
Sementara bagi kedua anak disabilitas fisik yang menjadi korban terdampak bencana kebakaran, tim Balai Anak "Handayani" melakukan sharing feeling, pengungkapan harapan, serta berbagi cerita. Selain itu, Balai "Soeharso" di Solo menawarkan bantuan untuk pemeriksaan laboratorium untuk memeriksakan kondisi kesehatan kedua anak secara menyeluruh.
Selanjutnya, tim Balai Anak "Handayani" akan melakukan pendampingan bagi anak dan keluarga korban serta memberikan terapi relaksasi untuk membantu mengeluarkan keresahan dan menenangkan pikiran para korban. Selain itu, akan dilakukan koordinasi dan advokasi ke pihak sekolah bagi salah satu anak yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), mengingat anak masih dalam kondisi emosi yang tidak stabil.
Bagikan :