Penulis :
OHH Ditjen Rehsos
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Shalsha Billah; Karlina Irsalyana
JAKARTA (21 September 2020) - Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, Harry Hikmat memenuhi Undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diselenggarakan oleh Komisi VIII DPR RI mengenai Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Lanjut Usia (lansia) di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta.
Dalam kesempatan ini Harry menyampaikan tentang Peningkatan Anggaran, Perlindungan, Akses dan Fasilitas serta Kesejahteraan Lanjut Usia. Undang-undang Kesejahteraan Lansia kelak mampu memperkuat integrasi rehabilitasi sosial dengan jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan lansia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Bappenas tentang proyeksi penduduk Indonesia tahun 2015-2035, Persentase lansia di tahun 2020 telah mencapai 10 %. Persentase ini akan semakin meningkat hingga 16,5 % pada tahun 2035. Indonesia juga akan mengalami fenomena feminisasi lansia, yaitu suatu kondisi dimana jumlah lansia perempuan lebih banyak dibanding lansia laki-laki.
Harry menyampaikan bahwa perlu dipahami bersama Sebanyak 40,6 % lansia juga masih tinggal bersama 3 generasi dan 27.3 % tinggal bersama keluarga. "Ini potensi yg perlu dipertahankan kedepan, karena lansia bisa berperan dalam pengasuhan anak dan dalam pengambilan keputusan di keluarga," ujarnya.
Indeks Penuaan di Indonesia berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) Tahun 2015 yang dikelola oleh Bappenas menunjukkan bahwa pada tahun 2015, Indeks Penuaan tertinggi dimiliki Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan terendah adalah Provinsi Papua. "Indeks penuaan ini menggambarkan usia harapan hidup yang tinggi," sebut Harry.
Harry menambahkan bahwa dari sisi permasalahan kemiskinan, lansia termasuk kelompok dengan tingkat kemiskinan tinggi. Lansia termasuk juga kelompok rentan dari perilaku dan tindak kekerasan atau kejahatan.
Kondisi kemandirian lansia di atas usia 60 tahun mengalami penurunan. Lansia yang mengalami penurunan kapabilitas fungsi memerlukan perawatan jangka panjang. Lansia juga menginginkan dirawat oleh pasangan dan anaknya sehingga perlu kemampuan dan keterampilan dalam perawatan terhadap lansia.
Oleh karena itu, sebagai bentuk penghormatan, pemenuhan hak dasar dan perlindungan terhadap lansia serta wujud Negara Hadir, Kemensos melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial menginisasi Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) yang berbasis pada siklus hidup, yaitu pemberian layanan rehabilitasi yang merentang dari usia dini hingga lansia.
Bagi Kemensos, ada 2 yang bisa didapat oleh lansia, yaitu layanan sosial melalui ATENSI dan ada bantuan sosial yang bisa dimanfaatkan seperti PKH maupun Sembako. "Khusus layanan sosial berupa ATENSI bisa diakses lansia dari status sosial ekonomi terendah hingga tertinggi," tegas Harry.
Integrasi pelayanan sosial dg bantuan sosial merupakan skenario dan referensi dalam Undang-undang Kesejahteraan Lansia. Pelayanan sosial menjadi hal yang diperlukan. Karena itu perubahan paradigma layanan kedepan adalah pelayanan secara terpadu dan berkelanjutan, menjangkau seluruh warga serta program rehabilitasi sosial yang komprehensif.
Selain itu, perubahan paradigma layanan juga mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga, masyarakat dan lembaga yang bersifat temporer serta sumberdaya manusia yang profesional.
Peran lembaga pun diperlukan dalam implementasi ATENSI, salah satunya Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Banyak LKS yang peduli pada lansia. Kami berharap ada pengaturan lebih lanjut di dalam Undang-undang Kesejahteraan Lansia, karena peran strategis LKS dibutuhkan untuk layanan berbasis keluarga dan komunitas.
Program ATENSI akan dilaksanakan di 41 Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik Kemensos yang terdiri dari Balai Besar/Balai/Loka Rehabilitasi Sosial. Layanan yang diberikan berupa layanan kebutuhan dasar, dukungan keluarga, perawatan lansia, terapi, keterampilan/kewirausahaan, bantuan & asistensi sosial serta dukungan aksesibilitas.
Kemensos berharap ada kemudahan akses dan fasilitas bagi lansia, mulai dari akses lapangan kerja sektor informal, jasa dan perdagangan bagi lansia yang masih produktif, akses jaminan kesehatan hari tua, akses perawatan dan terapi sosial, akses layanan mental spiritual, akses layanan reunifikasi, konsensi untuk kebutuhan dasar yang murah, diskon bahkan gratis dan mobil akses layanan keliling.
Mengingat jumlah lansia terus bertambah setiap tahun, maka perlu upaya untuk mengantisipasi peningkatan jumlah lansia tersebut. Mulai dari peningkatan kualitas dan kuantitas program pelayanan bagi lansia, peningkatan peran keluarga, peningkatan layanan publik yang ramah lansia, kampanye nasional kelanjutusiaan, peningkatan peran masyarakat dan swasta, peningkatan kualitas kesejahteraan sosial masyarakat, perluasan ATENSI bagi lansia hingga pemberdayaan lansia yang masih produktif.
Kemensos sangat mendukung langkah DPR RI dalam penyusunan RUU tentang Kesejahteraan Lansia yang visioner. Kemensos berharap RUU ini dapat dibahas secepatnya oleh DPR RI.
Rapat ini juga dihadiri oleh Kementerian/Lembaga terkait yaitu dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Kementerian Perhubungan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB).
Bagikan :