BEKASI (6 Agustus 2020) - Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial didampingi Direktur Rehabilitasi Sosial Anak memberikan sambutan dalam kegiatan Pembahasan Petunjuk Pelaksanaan Foster Care di Hotel Horison Bekasi. Kegiatan yang dilaksanakan dari tanggal 5-7 Agustus 2020 ini, sebagai upaya menindaklanjuti Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak dan Peraturan Menteri Sosial RI No. 1 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat menjelaskan bahwa istilah pengasuhan anak sebagai padanan untuk istilah foster care karena belum adanya nomenklatur yang sesuai dalam Bahasa Indonesia. "Istilah foster care ini sudah sangat banyak digunakan oleh negara lain untuk pengasuhan anak oleh orang tua asuh. Sebelumnya, pengasuhan anak oleh orang tua asuh (foster care) itu sudah tumbuh di dalam ruang lingkup masyarakat," jelas Harry.
Harry menambahkan, sebagai contoh Muhammadiyah sudah menjalankan program foster care pada tahun 1912 karena keprihatinannya melihat banyak anak terlantar dikarenakan korban perang sehingga mendirikan sebuah panti untuk menampung anak terlantar dan mencarikan orang tua asuh melalui proses yang ditetapkan.
Dirjen Rehsos mengajak untuk melaksanakan launching nasional pelaksanaan foster care, agar program dan aturan ini dapat dikenal masyarakat yang ingin mengasuh anak dan mendata anak yang telah diasuh oleh keluarga asuh. "Launching Foster Care harus dilengkapi dengan gambaran anak-anak yang memerlukan pengasuhan keluarga pengganti. Kedepan, kita berharap dapat menggunakan instrumen dari BPS, untuk mendata jumlah anak-anak di Indonesia yang tinggal bersama orang tua kandungnya, keluarga besar dan tetangga," kata Harry.
Pengasuhan anak melalui Foster Care adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik anak. "Balai dan Loka serta Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) memiliki kapasitas dan potensi untuk mengembangkan pelaksanaan foster care sebagai agent of change yang bisa merespon untuk memberikan pelayanan proses pengasuhan alternatif bagi anak-anak yang memerlukan keluarga pengganti," imbau Harry.
“Kelekatan itu intangible, anak itu murni, ia memilih sendiri ingin dengan siapa dan melakukan apa, yang perlu diperhatikan oleh Dinas Sosial dan Lembaga Pengasuhan Anak apakah kelekatan calon anak asuh dan orang tua asuh telah terjalin” tambah Harry pada peserta pertemuan.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kanya Eka Santi menjelaskan kegiatan ini bertujuan untuk menyelesaikan pedoman foster care yang akan menjadi arahan bagi pelaksana foster care di daerah.
"Perlu adanya aturan petunjuk pelaksanaan dari pengalaman-pengalaman dilapangan oleh pelaksana uji coba foster care seperti bagaimana untuk memproses anak yang sudah diasuh oleh keluarga asuh (existing foster care) dan ditemukannya anak-anak yang sudah diasuh oleh keluarga asuh yang berbeda agama dengan anak asuh," jelas Kanya.
Kanya menambahkan, kemudian mengatur secara teknis pengasuhan bagi anak-anak yang terlantar diluar negeri. "Lebih lanjut, diharapkan semua pihak dapat memastikan foster care berjalan dengan baik dan dapat berkembang diseluruh wilayah," ungkap Kanya.
Petunjuk Pelaksanaan Foster Care sangat diperlukan bagi Dinas Sosial, Lembaga Pengasuhan Anak dan Orang Tua Asuh sebagai pelaksana dilapangan. Kegiatan ini melibatkan peserta dari Dinas Sosial, Satuan Bakti Pekerja Sosial Sosial (Sakti Peksos) dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) sebagai pelaksana uji coba foster care tahun 2019.
Penulis :
Humas Dit. Rehsos Anak
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Dewi Purbaningrum; Karlina Irsalyana
Bagikan :