Penulis :
Humas Ditjen Rehsos
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Intan Qonita N
BANDUNG (31 Oktober 2020) - Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat menghadiri acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara UKM Creative Business Of Difable Community (CIDCO) dan Artherapy Center Widyatama Bandung dengan Yayasan Komunitas Tionghoa Peduli dan PT Lintas Sinergi Jabarindo sebagai user/industri dalam program kerja bidang industri kreatif, di Artherapy Center Widyatama, Jl PHH Mustofa, Kota Bandung, Sabtu (31/10/2020).
Dirjen Rehabilitasi Sosial sangat menyambut positif penandatanganan MoU ini karena bisa membuka kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, utamanya di dunia industri kreatif.
“Sekaligus saya ingin tahu lebih jauh apa yang dilakukan oleh CIDCO dan Artherapy Center, karena hal ini relatif masih jarang, menyelenggarakan pendidikan selevel Diploma 3 untuk penyandang disabilitas dan gunakan pendekatan art therapy (terapi seni), yang utamanya membangkitkan kreativitas mereka,” ujar Harry.
Kementerian Sosial sangat mendukung upaya pengembangan lanjutan, bahkan kerja sama akan lebih konstruktif, terutama dalam peningkatan kapasitas dan kelembagaan Balai Besar/Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas yang berada di lingkungan Kementerian Sosial.
“Masuk di Artherapy Center ini, nanti mereka akan mendapat sertifikat kompetensi, dan ini menaikkan kelas mereka. Sehingga, stigma negatif terhadap penyandang disabilitas akan terkikis sedikit demi sedikit, mereka pun akan mampu bersaing di dunia industri,” tutur Harry.
Harry mengemukakan, desain grafis, kriya, maupun musik, bisa memberikan penghidupan yang layak bagi penyandang disabilitas, dengan catatan produk yang dihasilkan berkualitas dan disukai pasar.
Konsumen sangat menyukai produk yang dihasilkan para penyandang disabilitas. Bahkan, desain salah satu gerai kopi ternama merupakan karya salah seorang penyandang disabilitas.
“Saya sangat antusias, karena ini bisa membangkitkan respek terhadap kondisi kaum yang memiliki kemampuan berbeda. Maka itu, saya menekankan ke Balai Besar/Balai Rehabilitasi Sosial untuk menjadikan art therapy sebagai kurikulum, sehingga ada prospek kedepan yang lebih maju. Karena akan ada peningkatan level, bukan sekedar terampil tapi ahli,” jelas Harry.
Penasehat Artherapy Center Widyatama dan Ketua Dewan Penasehat CIDCO, Anne Nurfarina menerangkan, art therapy merupakan sebuah peluang, karena memiliki fleksibilitas tinggi yang mengusung kemampuan fitrah seorang disabilitas.
“Contoh di kita adalah autistik, karena mereka memiliki hambatan di komunikasi. Kami menggunakan metode membangun respon komunikasi agar terjadi interaksi, lalu kami memberikan pengetahuan untuk mengubah stigma bahwa kecerdasan itu bukan hanya jago matematika,” jelas Anne.
Anne tak menyangkal, saat konsep ini dilempar ke publik, pihaknya dianggap mengeksploitasi kaum disabilitas. Padahal, dia menekankan, konsep yang ditawarkan pihaknya bisa menjadikan mereka mandiri secara finansial. Apalagi, pihaknya pun mengajarkan sistem manajemen keuangan sederhana dan mudah dipahami.
“Ini konsep yang harus segera diwujudkan, tapi utamanya harus diterima oleh industri. Mudah-mudahan menjadi program berkelanjutan, dan berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan lain,” kata Anne.
Sementara itu, Sri Juniati, Ketua Pembina Yayasan Widyatama, mengaku, penandatanganan hari ini merupakan momen yang telah ditunggu sejak lama, yakni keterlibatan pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial. Pasalnya, penanganan masalah sosial tak bisa dilakukan sendirian, baik orangtua, komunitas, hingga akademisi, namun perlu dukungan kuat dari pembuat kebijakan.
“Hadirnya Dirjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial memertegas tidak hanya kehadiran fisik, tapi keberlanjutan untuk sekarang dan masa mendatang. Kami berharap, para penyandang disabilitas ini bisa semakin mandiri, dan menjadi inspirator bagi masyarakat luas,” ucapnya.
Bagikan :