Penulis :
Humas Ditjen Rehabilitasi Sosial
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Intan Qonita N
JAKARTA (16 Desember 2020) - Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pasal 131 menyebutkan bahwa dalam rangka penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, dibentuk Komisi Nasional Disabilitas (KND) sebagai lembaga nonstruktural yang bersifat independen.
KND mempunyai tugas melaksanakan pemantauan, evaluasi, advokasi pelaksanaan Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. KND merupakan wujud dari upaya implementasi dan pemantauan nasional terhadap Convention of The Right of Person With Disabilities (CRPD).
Mengawali diskusi konsultasi percepatan pembentukan KND pasca uji materiil Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020, Kepala Staf Kepresidenan RI, Moeldoko menyampaikan bahwa diskusi ini dilakukan untuk mencari rumusan terbaik dari pembentukan KND seiring dengan dimulainya proses teknis pembentukan KND pasca dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas.
Kantor Staf Presiden (KSP) juga ingin memastikan bahwa implementasi Perpres Nomor 68 Tahun 2020 tentang KND sesuai dengan prinsip tingkat Internasional. Oleh karena itu, KSP bersama Kementerian/Lembaga melakukan konsultasi dengan Michael Ashley Stein, pakar Hukum Disabilitas Internasional dan salah satu perumus CRPD.
Michael mengungkapkan bahwa KND memiliki identitas yang terpisah dari pemerintah, sehingga KND harus independen walau pendanaan berasal dari pemerintah.
Negara juga perlu melakukan hal-hal yang sejalan dengan CRPD, terutama pada pasal 33 perihal implementasi dan pengawasan nasional. Koordinasi antar kementerian juga perlu diupayakan dalam implementasi CRPD.
Kuncinya, sambung Michael, KND harus bekerja dengan baik dan sejalan dengan pemerintah dalam implementasi CRPD.
Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, Harry Hikmat menjelaskan bahwa dengan meratifikasi CRPD, Indonesia menetapkan lembaga penanggung jawab (focal point) yang disebutkan dalam Undang-undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yaitu Kementerian Sosial. "Focal point ini bukan berarti menjadi pelaksana tunggal, tetapi berfungsi untuk memastikan mekanisme koordinasi antar sektor," terangnya.
Harry juga mengatakan bahwa pada CRPD pasal 33 ayat 2 konteksnya berdasarkan sistem hukum dan administrasi, Negara didorong untuk membentuk suatu kerangka kerja, satu atau lebih mekanisme independen, sebagaimana diperlukan untuk memajukan, melindungi dan mengawasi implementasi dari CRPD. "Jadi yang dibentuk adalah suatu kerangka kerja, bukan organisasi," tegas Harry.
Perlu dicermati, sambung Harry, pada CRPD Pasal 33 ayat 3 yang menyebutkan bahwa masyarakat sipil, terutama penyandang disabilitas dan organisasi yang mewakili mereka, wajib diikut sertakan dan berpartisipasi secara penuh dalam proses pengawasan. "Untuk memastikan sistem pengawasan yang disebut di dalam CRPD pasal 33, maka Indonesia sepakat membentuk KND," ungkapnya.
Saat ini Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas (KND) telah melalui uji materiil atau judicial review oleh Mahkamah Agung, sehingga pemerintah dalam hal ini Kemensos wajib melaksanakan Perpres tersebut.
Harry juga melaporkan bahwa telah terbentuk panitia seleksi terbuka pengisian Jabatan Komisioner KND. Pembentukan panitia ini merupakan hasil konsultasi Menteri Sosial dengan Presiden RI dan berbagai pihak termasuk Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
Panitia seleksi terbuka ini diketuai oleh Harry Hikmat dan beranggotakan Harkristuti Harkrisnowo yang dikenal sebagai akademisi, Angkie Yudistia berasal dari profesional dan penyandang disabilitas rungu wicara, Sinta Nuriyah Wahid sebagai tokoh masyarakat dan penyandang disabilitas fisik, serta Siswadi seorang praktisi dan penyandang disabilitas fisik.
"Kami bekerja secara sungguh-sungguh dan intensif untuk memastikan proses seleksi berjalan transparan, objektif dan betul-betul memperhatikan aspirasi dari penyandang disabilitas," pungkas Harry.
Risnawati Utami, anggota Komite CRPD perwakilan Indonesia mengatakan Negara punya kewajiban untuk menghormati, melindungi juga memenuhi hak penyandang disabilitas. "Ini penting kita refer kembali berkaitan dengan kewajiban negara yaitu salah satunya adalah mekanisme monitoring pelaksanaan CRPD," ungkapnya. Dirinya berpesan bahwa diskusi konsultasi yang bermakna ini tentunya harus terus melibatkan teman-teman disabilitas.
Diskusi ini melibatkan Kementerian/Lembaga terkait yaitu Kemenko PMK, Kemenkum HAM, Kemenpan RB dan Organisasi Penyandang Disabilitas baik yang hadir secara langsung maupun melalui video konferensi.
Bagikan :