LAMPUNG (11 Juli 2020) - Kasus kekerasan seksual yang dialami NV
(14) diadukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung kepada Kepala
Dinas Sosial Provinsi Lampung pada tanggal Senin (6/7) tentang permohonan rumah
aman serta pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan pendampingan psikologi.
Teradu (DAS)
merupakan oknum Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur. Peristiwa bermula saat DAS mendatangi NV
dengan maksud memberikan pemulihan psikis baginya, karena NV juga pernah
mengalami peristiwa serupa di masa lalu dan pelakunya telah divonis
selama 14 (empat belas) tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Sukadana.
DAS sebagai
oknum P2TP2A, menjelaskan pada ayah korban selama satu bulan NV dalam pantauan
di Rumah Karantina atau Rumah Aman untuk diberikan konseling dan pendampingan.
Namun, NV justru mengalami kekerasan seksual sekitar 10 (sepuluh) kali
kejadian. DAS juga menawarkan NV kepada BA agar mau melayaninya dengan imbalan
uang Rp 700 ribu. Uang tersebut diberikan kepada NV sebesar Rp 500 ribu dan Rp
200 ribu untuk DAS.
Peristiwa
tersebut berulang kali, hingga akhirnya pihak keluarga meminta LBH Bandar
Lampung selaku Kuasa Hukum mendampingi proses Pelaporan Polisi.
Kementerian
Sosial melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak melaksanakan koordinasi
untuk penanganan dan dukungan psikososial korban NV bertempat di Unit
Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Lampung,
Sabtu (11/7). Tim juga sempat menemui NV dan memastikan kesehatannya. Dalam
pertemuan tersebut, meski tidak banyak bicara NV tampak sehat dan mau
berinteraksi dengan tim.
Kepala Sub
Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak Berhadapan dengn Hukum (ABH) Kemensos,
Meerada Saryati menyatakan bahwa pelaksanaan perlindungan anak memperhatikan
kepentingan terbaik anak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
"SPPA
adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang Berhadapan dengan
Hukum (ABH) , mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah
menjalani pidana," jelas Meerada.
Sementara
itu, Kepala Sub Direktorat Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) Kemensos,
Cup Santo yang turut hadir dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa dalam
penanganan kasus NV menggunakan pendekatan keluarga dan komunitas.
"Situasi lingkungan Lampung Timur mengharuskan kita melakukan
intervensi komunitas juga karena mayoritas penduduk wanita banyak bekerja
sebagai TKW di luar negeri," himbau Cup Santo.
Selanjutnya,
diperlukan sinergi dan kolaborasi dengan lintas sektoral sebagai pemangku
kepentingan perlindungan anak di wilayah Lampung. Dalam kolaborasi penanganan
kasus di lapangan, Kementerian Sosial dan KPPA memiliki tugas yang beririsan,
dimana KPPA dengan UPTD PPA nya melakukan perlindungan. Kementerian
Sosial melalui Dinas Sosial dan Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos)
dengan dukungan Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) akan melalukan
Rehabilitasi Sosial.
"Dalam
setiap tahap pelaksanaan penanganan kasus kita tetap menghargai pendapat anak,
NV tetap mau kembali ke sekolah dan kembali ke kampung halamannya," tambah
Cup Santo. Oleh karena itu, perlu juga penguatan institusi sosial
dilingkungannya seperti sekolah dan komunitas di sekitar tempat tinggal anak.
"Direktorat
Rehsos Anak segera melaksanakan Peksos
Goes To School (PGTS) dan Peksos Goes
To Community (PGTC). Kabupaten Lampung Timur akan kami jadikan Pilot Project Program Sakti Peksos Bina
Desa," kata Cup Santo.
Dinas Sosial
Provinsi Lampung sepakat akan menyusun Standar Operasional (SOP) Pembagian
Kewenangan dalam Penanganan Permasalahan Korban Tindak Kekerasan. Hadir dalam
kesempatan ini Pelaksana tugas Kepala Dinas Sosial Provinsi Lampung, Heryana
Romdhoni dan Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Provinsi Lampung, Ratna Fitriani.
Supervisor Sakti Peksos Provinsi Lampung, Muhammad Khayuridlo menyampaikan bahwa pembuatan laporan sosial dan pendampingan lanjutannya akan berkolaborasi antara Sakti Peksos Kabupaten Lampung Timur dengan RPTC Dinsos Prov. Lampung.
"Sakti Peksos Lampung ada 11 orang, kami siap melakukan Peksos GoesTo School (PGTS) dan Peksos Goes To Community (PGTC) sebagai bentuk pencegahan dan sosialisasi terhadap perlindungan untuk kepentingan terbaik anak," ujar Ridlo.