Penulis :
OHH Ditjen Rehsos
Editor :
Intan Qonita N
Penerjemah :
Mellin Sindi P; Karlina Irsalyana
JAKARTA (25 Juli 2020) - Indonesia saat ini masih berjuang melawan COVID-19. Angka positif terus meningkat cukup signifikan begitupun jumlah korban yang meninggal dunia. Dikutip dari laman Gugus Tugas Penanganan COVID-19 (covid19.go.id) per tanggal 24 Juli 2020, jumlah terkonfirmasi positif sebanyak 95.418 orang, sembuh 53.945 orang, dan yang meninggal sejumlah 4.665 orang. Berdasarkan data tersebut, dibutuhkan kehati-hatian yang ekstra dari seluruh lapisan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan penanganan COVID-19 dalam beraktivitas sehari-hari. Terutama bagi usia rentan seperti usia anak sehingga memerlukan perhatian dan pengawasan khusus dari orang tua.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat dalam Acara Talk Show dengan tema "Perlindungan Anak di Masa Pandemi" bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang disiarkan secara langsung dari Graha BNPB Sosial menjelaskan berbagai upaya yang telah dilakukan dalam perlindungan anak.
Talk Show dipandu oleh dr. Vito Anggarani Damay juga dihadiri oleh Koordinator Harian Program Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Tulungagung, Sunarto Agung Laksono secara virtual. Talk Show ini bertujuan untuk memberikan informasi sekaligus pemahaman kepada masyarakat bahwa perlindungan anak yang dilakukan oleh Kementerian Sosial telah bersifat komprehensif yakni mulai dari preventif, kuratif, rehabilitatif, hingga follow up pasca rehabilitasi.
"Anak merupakan bagian dari korban yang terkait dengan Pandemi COVID-19. Ketika data saat ini telah lebih dari 95 ribu terkonfirmasi COVID-19 dan dari sekian puluh ribu itu pasti akan ada anak-anak yang terpapar oleh COVID-19 baik menjadi korban, dirawat, maupun anak-anak yang dalam situasi sulit karena yang mengasuh juga terpapar COVID-19," ungkap Harry dalam awal Talk Show.
Harry dalam bincang-bincang bersama BNPB tersebut juga mengungkapkan bahwa dampak sosial yang terjadi akibat pandemi COVID-19 sangat beragam diantaranya gangguan terhadap pelayanan dasar, pendidikan, serta tempat bermain. Selain itu, risiko kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, eksploitasi, stres psikologis terhadap anak dan pengaruh negatif untuk perkembangan anak. Tidak menutup kemungkinan juga akan menimbulkan stres bagi orang tua atau pengasuh.
"Saat kebijakan PSBB diterapkan maka sudah tentu ada hak-hak anak yang selama ini mereka peroleh itu tidak terpenuhi sedemikian rupa demi untuk juga keselamatan anak dari sisi kesehatan. Hak untuk bersekolah memang masih bisa terpenuhi tetapi dengan online, namun dalam perkembangan psikologis anak saat mereka mengikuti sekolah secara online sudah tentu berbeda situasinya ketika anak-anak bisa berinteraksi langsung dengan anak-anaknya, gurunya, dan lingkungan bahkan disitu ada situasi bermain," lanjutnya.
Kementerian Sosial melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak merespon dampak tersebut dengan melakukan berbagai upaya antara lain memastikan anak mendapat pengasuhan yang layak melalui kegiatan respon kasus oleh Satuan Bakti Pekerja Sosial (memperkuat pengasuhan, mencarikan pengasuhan saat anak atau orang tua berstatus ODP, PADP, positif atau meninggal dunia). Selain itu, juga pemberian bantuan sosial untuk anak dan orang tua yang kehilangan pekerjaan, memastikan kesetaraan akses pada layanan pendidikan yang berkualitas, pencegahan dan respon kekerasan pada anak, memastikan anak mendapat layanan kesehatan yang layak, memberikan prioritas pada anak yang tinggal di kawasan rawan bencana, dan memastikan hak-hak anak disabilitas dapat dipenuhi.
"Secara umum upaya pemerintah terutama dalam penanganan atau pencegahan dan perlindungan anak dalam dampak COVID-19, ada upaya langsung kepada anak yang terpapar dan ini dilakukan oleh Pekerja Sosial di seluruh Indonesia berdasarkan laporan pengaduan maupun juga rujukan. Ada balai anak, panti anak, lembga kesejahteraan sosial anak yang kita kerahkan untuk mengantisipasi jika ada risiko terburuk kepada anak," pungkas Harry.
"Anak terpapar COVID-19 tidak hanya diberikan layanan medis, tetapi perlu adanya layanan dukungan psikososial oleh para Pekerja Sosial. Ada 346 anak positif COVID-19 yang ditangani langsung oleh para Pekerja Sosial, situasi ini membuat mereka juga mengalami sesuatu yang tidak mudah ketika harus terpisah dari orang tua sementara pendamping di Rumah Sakit rujukan tertentu kan tidak boleh juga ada pendamping di luar daripada pasien. Nah ini yang perlu satu pemahaman bahwa anak harus mengerti dalam situasi yang sulit dia harus kehilangan pengasuhan, tetapi disisi lain orang tua juga harus bisa mengerti bahwa situasi seperti itu tidak bisa terlalu dekat dengan anak. Untuk itu kami juga melakukan pendekatan tidak hanya kepada anak yang menjadi korban tetapi pada orang tua dan keluarganya yakni melalui media Telepon Sahabat Anak," jelasnya.
Telepon Pelayanan Sosial Anak (TEPSA) merupakan media yang digunakan untuk rujukan dan pengaduan kemudian ditindaklanjuti oleh Pekerja Sosial dalam bentuk Case Management. TEPSA bisa diakses pada 1500771 untuk memberikan pengaduan salah satunya mengenai COVID-19. Selain itu, Kementerian Sosial melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak telah membuat panduan bagi Pekerja Sosial dalam penanganan anak yang terpapar COVID-19 maupun keluarganya.
"Panduan-panduan ini tidak hanya dikerjakan sendiri oleh Kemensos, kami juga mendapat dukungan penuh dari Satgas BNPB, dan juga dari UNICEF atau dari lembaga-lembaga internasional lainnya seperti Yayasan Sayangi Tunas Cilik atau Save The Children," terang Harry.
dr. Vito yang memandu acara merespon dengan sangat positif atas berbagai penjelasan mengenai penanganan perlindungan anak pada masa pandemi COVID-19 yang disampaikan oleh Harry.
"Saya juga sebagai orang tua mendengar ini tentunya merasa sangat lega, saya yakin juga orang tua di semua tempat akan merasa lega karena pemerintah telah menyiapkan berbagai program tersebut karena secara pribadi saya memiliki pengalaman menangani pasien anak yang terkena COVID-19. Bapaknya tidak bisa berkomunikasi karena harus bekerja dan ibunya juga lagi sakit, jadi siapa yang menolong mereka sehingga Pekerja Sosial ini memang sangat dibutuhkan," kata dr. Vito.
Dalam kesempatan ini, Harry juga menerangkan bahwa Kementerian Sosial saat ini memperkuat sistem sumber yang dimiliki seperti contohnya PKSAI, LKSA, Balai Rehabilitasi, ataupun Panti Sosial Anak. Tidak kurang dari 32 ribu lembaga yang mendapatkan edaran protokol pengasuhan anak dan informasi mengenai anak atau keluarga yang membutuhkan bantuan. Upaya pencegahan juga dilakukan melalui Family Support yang tergambar dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS).
"Ada 10 juta keluarga yang menerima bantuan sosial tunai bersyarat melalui Program Keluarga Harapan, kemudian juga ada sekitar 20 juta keluarga yang mendapatkan bantuan sosial pangan. Ini akan mendukung pemenuhan kebutuhan dasar termasuk kebutuhan anak," tambah Harry.
Berbagai upaya dalam perlindungan anak di masa pandemi COVID-19 telah dilaksanakan oleh Kementerian Sosial melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak, namun peran pemerintah saja tidak cukup untuk menuntaskan berbagai persoalan. Oleh karena itu, peran serta setiap masyarakat yang juga menjadi garda terdepan dalam melawan COVID-19 menjadi sangat penting dengan berperan serta secara aktif memberikan perlindungan pada anak dan terus menerapkan protokol kesehatan yang jauh sebelumnya telah dilakukan bersama.
Bagikan :