Ketahanan Pangan dan Hak Asasi Manusia
Pandemi Corona Virus Disease-2019 (Covid-19) yang muncul pertama kali di Pasar Wuhan, sebuah pasar hewan dan makanan laut di Kota Wuhan, Cina, pada akhir 2019 kemudian masuk ke Indonesia per 1 Maret 2020, telah menimbulkan dampak serius terhadap kehidupan rakyat Indonesia, terutama terkait dengan pangan.
Vice President Programs at The Global FoodBanking Network Douglas L. O’Brien mengatakan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan peningkatan signifikan terhadap permintaan makanan. Saat ini, Douglas mengatakan satu dari empat orang menghadapi kekurangan pangan. Sekitar 690 juta orang kini menghadapi kelaparan kronis dan mungkin akan bertambah lagi lebih dari 130 juta orang menurut Douglas ketika menjadi pembicara dalam acara webinar “Foodcycle World Food Day 2020” pada 9 Oktober 2020, sebagaimana ditulis Kompas.com.
Di Indonesia ada sekitar 107 juta orang yang berisiko terkena dampak ekonomi dari Covid-19 ini. Apalagi ada peningkatan orang yang terkena pemutusan hubungan kerja di antara para pekerja formal maupun informal. Hal ini disebutkan Douglas berimbas pada kemampuan membeli, meningkatkan masalah pangan, serta malnutrisi dari jangka sedang hingga jangka panjang. Lainnya, di berbagai daerah di Indonesia muncul sejumlah kasus pencurian makanan karena kelaparan. Beberapa kasusnya yaitu:
1.Kasus Pencurian Tandan Sawit di Rokan Hulu, Riau
Kasus pencurian yang menimpa Ibu Rica (31), warga Desa Tanding Barat, Kecamatan Tandun, Rokan Hulu, Riau, ibu tiga anak yang dipolisikan lantaran mencuri tiga tandan sawit senilai Rp76 ribu agar dapat membeli beras milik PTPN V Pekanbaru di Rokan Hulu. Wanita yang tidak memiliki pekerjaan itu melakukan perbuatan tersebut karena merasa kalut saat melihat anak-anaknya menangis kelaparan. Sementara beras di dapur tak lagi tersedia. Dia mengaku terpaksa melakukan agar ketiga anaknya yang masih di bawah 5 tahun tidak kelaparan.
2.Kasus Pencurian Buah Pepaya di Jember, Jawa Timur.
Nenek Alma berusia 65 tahun, tinggal di Desa Cangkring, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember, Jawa Timur, mencuri tiga buah pepaya mentah untuk dibuat sayuran, milik tetangganya yang bernama Bawon. Nenek Alma dilaporkan ke Kepolisian Sektor Jember, Jawa Timur. Kasus ini berakhir damai karena Nenek Alma mencuri untuk menyambung hidup: dia kelaparan dan Bawon bersedia memaafkan perbuatan Nenek Alma.
3.Kasus Pencurian Beras di Medan, Sumatra Utara
Seorang pria bernama Atek (40 tahun), warga Jalan Mawar Gang Banteng, Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia, ditangkap warga saat mengambil 1 goni beras ukuran 5 kg dari warung di Jalan Cinta Karya Lingkungan 6, Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. Atek sempat dipukuli warga. Dia mengaku kelaparan hingga nekat melakukan pencurian. Atek dilaporkan ke polisi. Saat ditanyai, dia mengaku sudah sangat lapar sementara tidak ada apa pun yang bisa dimasak untuk dimakannya.
Atek tinggal sendiri di rumahnya. Istrinya memilih meninggalkannya dan pergi ke rumah orang tuanya di Jalan Perjuangan, Sari Rejo. Tiga anaknya dibawa serta oleh sang istri. Sebenarnya Atek mendapat bantuan beras. Tapi semua sudah diberikan untuk keperluan makan anak dan istrinya. Dia mengaku mencuri karena sudah tidak punya uang untuk membeli makanan. Kasus ini berakhir damai karena korban mau memaafkan Atek. Pihak kepolisian memberi bantuan beras dan uang ke Atek.
Apakah di Indonesia kekurangan beras atau makanan sehingga beberapa rakyatnya terpaksa melakukan pencurian? Indonesia ternyata memiliki beras yang mencukupi bahkan berlimpah di sebagian daerah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pada Selasa, 12 Juli 2022, bahwa swasembada beras akan segera tercapai. Sebab kata dia, Indonesia sudah 3 tahun tidak mengimpor beras.
Mengapa persediaan makanan negara mencukupi tapi masih banyak rakyat yang kelaparan? Ini bisa terjadi karena karena sebagian rakyat tidak memiliki kemampuan untuk mengakses persediaan makanan yang ada. Kemampuan mengakses merupakan salah satu faktor dari 4 faktor yang harus ada agar suatu negara dinyatakan benar-benar telah memiliki ketahanan pangan.
Pengertian ketahanan pangan, menurut UU No. 18/2012 tentang Pangan adalah “Kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”.
Menurut Food and Agriculture Organizations (FAO) ketahanan pangan adalah suatu kondisi di mana setiap orang sepanjang waktu, baik fisik maupun ekonomi, memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari sesuai preferensinya.
Berdasarkan dua pengertian tentang ketahanan pangan tersebut maka ketahanan pangan mencakup empat faktor penting.
Pertama, ketersediaan pangan berhubungan dengan suplai pangan melalui produksi, distribusi, dan pertukaran. Produksi tanaman pertanian bukanlah suatu kebutuhan yang mutlak bagi suatu negara untuk mencapai ketahanan Pangan. Jepang dan Singapura menjadi contoh bagaimana sebuah negara yang tidak memiliki sumber daya alam untuk memproduksi bahan pangan namun mampu mencapai ketahanan pangan.
Distribusi pangan melibatkan penyimpanan, pemrosesan, transportasi, pengemasan, dan pemasaran bahan pangan. Infrastruktur rantai pasokan dan teknologi penyimpanan pangan juga dapat mempengaruhi jumlah bahan pangan yang hilang selama distribusi. Infrastruktur transportasi yang tidak memadai dapat menyebabkan peningkatan harga hingga ke pasar global. Produksi pangan per kapita dunia sudah melebihi konsumsi per kapita, namun di berbagai tempat masih ditemukan kerawanan pangan karena distribusi bahan pangan telah menjadi penghalang utama dalam mencapai ketahanan pangan.
Kedua, akses terhadap bahan pangan mengacu kepada kemampuan membeli dan besarnya alokasi bahan pangan, juga faktor selera pada suatu individu dan rumah tangga. PBB menyatakan bahwa penyebab kelaparan dan malagizi sering kali bukan disebabkan oleh kelangkaan bahan pangan namun ketidakmampuan mengakses bahan pangan karena kemiskinan. Kemiskinan membatasi akses terhadap bahan pangan dan juga meningkatkan kerentanan suatu individu atau rumah tangga terhadap peningkatan harga bahan pangan.Terdapat dua perbedaan mengenai akses kepada bahan pangan. (1) Akses langsung, yaitu rumah tangga memproduksi bahan pangan sendiri, (2) akses ekonomi, yaitu rumah tangga membeli bahan pangan yang diproduksi di tempat lain. Lokasi dapat mempengaruhi akses kepada bahan pangan dan jenis akses yang digunakan pada rumah tangga tersebut. Meski demikian, kemampuan akses kepada suatu bahan pangan tidak selalu menyebabkan seseorang membeli bahan pangan tersebut karena ada faktor selera dan budaya.
Ketiga, ketika bahan pangan sudah didapatkan, maka berbagai faktor mempengaruhi jumlah dan kualitas pangan yang dijangkau oleh anggota keluarga. Bahan pangan yang dimakan harus aman dan memenuhi kebutuhan fisiologis suatu individu. Keamanan pangan mempengaruhi pemanfaatan pangan dan dapat dipengaruhi oleh cara penyiapan, pemrosesan, dan kemampuan memasak di suatu komunitas atau rumah tangga.
Terakhir, stabilitas pangan mengacu pada kemampuan suatu individu dalam mendapatkan bahan pangan sepanjang waktu tertentu. Kerawanan pangan dapat berlangsung secara transisi, musiman, ataupun kronis (permanen). Pada ketahanan pangan transisi, pangan kemungkinan tidak tersedia pada suatu periode waktu tertentu. Bencana alam dan kekeringan mampu menyebabkan kegagalan panen dan mempengaruhi ketersediaan pangan pada tingkat produksi. Konflik sipil juga dapat mempengaruhi akses kepada bahan pangan.
Ketidakstabilan di pasar menyebabkan peningkatan harga pangan sehingga juga menyebabkan kerawanan pangan. Faktor lain misalnya hilangnya tenaga kerja atau produktivitas yang disebabkan oleh wabah penyakit.
Empat faktor tersebut harus mampu diwujudkan oleh pemerintah agar negara Indonesia benar-benar memiliki ketahanan pangan. Bila ketahanan pangan bisa terwujud maka kewajiban negara untuk memenuhi hak atas pangan rakyatnya bisa dilaksanakan dengan baik. Hak atas pangan adalah hak asasi manusia yang menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkannya. Hak atas pangan telah dimandatkan di sejumlah aturan yaitu:
I.Di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 25 ayat 1 dan 2 yaitu:
(1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
(2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.
II. Di dalam Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Pasal 11 ayat 1, 2 yaitu:
Negara-negara Peserta Perjanjian ini mengakui hak setiap orang akan suatu standar penghidupan yang layak bagi dirinya dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian dan perumahan yang cukup dan prbaikan kondisi penghidupan yang terus- menerus. Negara-negara Peserta akan mengambil tindakan yang tepat untuk menjamin realisasi hak ini, mengingat akan pengaruh kerja sama internasional yang terpenting berdasarkan persetujuan yang bebas.
2. Negara-negara Peserta Perjanjian, yang mengakui hak hakiki setiap orang untuk bebas dari kelaparan, akan mengambil tindakan, secara perorangan dan melalui kerjasama internaisonal, termasuk program khusus, yang diperlukan :
a) Memperbaiki metode produksi, konservasi dan distribusi makanan dan memanfaatkan sepenuhnya pengetahuan teknik dan ilmu pengetahuan, dengan menyebarkan pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmu gizi dan dengan mengembangkan atau memperbarui sistem agraria sedemikian rupa sehingga mencapai pembangunan yang pemanfaatan sumber daya alam yang paling efisien.
b) Dengan membahas masalah-masalah negara-negara yang mengimpor dan mengekspor makanan, berusaha menjamin distribusi yang wajar atas penyediaan makanan dunia yang diperlukan.
III. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-1 sampai ke-4, Pasal 27 ayat 2, yaitu:
(2)Tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
IV.Di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 40, yaitu:
Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.
V. Di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengatur antara lain tentang ketentuan umum, asas, produksi pangan, cadangan pangan, sistem informasi pangan dan lain-lain.
Hak atas pangan adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun oleh karena itu negara harus memprioritaskan pemenuhannya dengan menggunakan segenap sumber daya yang dimiliki. Untuk menjamin terpenuhinya hak atas pangan, negara wajib mewujudkan ketahanan pangan nasional.