Penulis :
Humas Dit. Penyandang Disabilitas
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Intan Qonita N
JAKARTA (8 Desember 2020) - Hari Disabilitas Internasional 2020 dengan tema "Membangun kembali kehidupan yang lebih baik, lebih inklusif, lebih aksesibel, dan berkelanjutan pasca pandemi covid-19 menjadi momentum untuk melakukan reformasi perbaikan akses ketenagakerjaan penyandang disabilitas.
Penyandang Disabilitas memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh kesempatan kerja tanpa diskriminasi. Hal ini sudah dimandatkan dalam UU No. 8 /2016, disebutkan bahwa "Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja, serta perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1 persen, dari jumlah pekerja nya. Bahkan juga disebutkan, tidak boleh memberhentikan seseorang pekerja yang mengalami disabilitas karena sesuatu hal, untuk mereka juga diberikan hak untuk kembali bekerja. Hal ini disampaikan Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Eva Kasim pada seminar webinar BPJS Ketenagakerjaan.
Lebih lanjut, Eva menyampaikan, bahwa masih banyak hambatan yang dialami penyandang disabilitas untuk bekerja di sektor formal, dan ada kecenderungan para penyandang disabilitas bekerja di sektor non formal.
Hal ini ditandai fakta bahwa sebagian besar pendidikan Penyandang Disabilitas masih di tingkat Sekolah Dasar, sebanyak 71% berdasarkan data TNP2K tahun 2020 atau bahkan tidak sekolah. "Penyandang Disabilitas juga mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas atau berpartisipasi karena tidak aksesibilitas sarana kerja dan transportasi sehingga membuat mereka kesulitan bekerja di bidang formal," kata Eva.
Oleh karena itu, perlu diupayakan bagaimana mengeliminasi pemasalahan yang ada dengan memberikan akses seluas-luasnya kepada mereka untuk memasuki dunia kerja baik di bidang formal maupun non formal.
Kementerian Sosial melalui Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas berusaha mengakomodasi kebutuhan pemberi kerja dengan kebutuhan penyandang disabilitas sehingga terwujud kesesuaian antara kedua belah pihak.
Upaya yang telah dilaksanakan Kemensos adalah dengan menyediakan pelatihan vokasional dan kewirausahaan untuk pemberian keterampilan kerja Penyandang Disabilitas serta kesempatan permagangan (praktek kerja), juga bekerjasama dengan Balai-balai Latihan kerja dengan kementerian ketenagakerjaan serta kementerian lainnya, juga dengan berbagai perusahaan .
Untuk lapangan kerja di bidang non formal, Kemensos memiliki kebijakan dengan penyelenggaraan Sheltered Workshop Peduli (SWP) sesuai dengan kondisi disabilitas seseorang.yang memerlukan perlindungan lebih "Kemensos memiliki Balai Kartini di Temanggung dengan pemberian motivasi bimbingan, keterlibatan keluarga, keterlibatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dan pemerintah daerah serta dunia usaha mereka bisa menjadi orang yang mandiri melalui usaha batik ciprat. Jadi penekannya adalah bagaimana pentingnya pendampingan dan kolaborasi antar sektor serta bimbingan yang terus menerus dalam program kerja Penyandang Disabilitas.
Kebijakan Kemensos dalam Inklusi Kerja Penyandang Disabilitas melalui Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung dilaksanakan oleh Pusat dalam hal ini Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, terkait bagaimana koordinasi antar kementerian/lembaga dan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
"Kami juga mendorong adanya rencana aksi nasional, menyiapkan regulasi, sinkronisasi data Penyandang Disabilitas, kampanye sosial dan meningkatkan kapasitas para Penyandang Disabilitas. Selain itu, Kemensos juga terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas Pendamping Penyandang Disabilitas sebagai penyelenggara pelayanan kesejahteraan sosial Penyandang Disabilitas," kata Eva.
Untuk layanan langsung dilaksanakan oleh UPT Kemensos yaitu 19 Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di seluruh Indonesia dengan pendekatan berbasis keluarga, komunitas dan residensial. Balai bukan hanya sebagai pusat layanan, namun juga sebagai pusat komunikasi, informasi, edukasi dan pusat rujukan yang terintegrasi dengan program-program lain.
"Tenaga kerja Penyandang Disabilitas tidak hanya bekerja di bidang formal namun juga diharapkan di bidang non formal, " harap Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto yang hadir dalam webinar ini. Penyandang Disabilitas merupakan isue multi sektoral oleh karena itu perlu solidaritas dan kerjasama untuk membangun akses tenaga kerja bagi mereka.
BPJS Ketenagakerjaan memiliki peran untuk memastikan bahwa ekosistem tenaga kerja di Indonesia saling bersinergi mulai dari fase preventif hingga fase kuratif. Kurang lebih 80% tenaga kerja yang mengalami kecelakaan telah kembali bekerja melalui program Return to Work (Kembali Kerja). "Harapan kami, semoga tidak ada kecelakaan kerja dengan menerapkan aturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)," ungkap Agus.
Peran dan tantangan pekerja disabilitas dalam mewujudkan masyarakat inklusi dalam kesempatan ini disampaikan oleh Staf Khusus Presiden, Angkie Yudistia. "Strategi layanan dasar dan perlindungan sosial dilaksanakan melalui program tata kelola kependudukan, perlindungan sosial, kesehatan, pendidikan, pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas anak, perempuan serta pemuda." kata Angkie. Program-program tersebut didukung dengan strategi produktivitas melalui pendidikan dan pelatihan vokasi, pendidikan tinggi, iptek dan inovasi serta prestasi olahraga.
Pembaruan desain program inklusi tenaga kerja Penyandang Disabilitas diperlukan agar mereka memiliki kesempatan akses yang sama dalam dunia kerja untuk mewujudkan pemerintah Indonesia Maju.
Bagikan :