Penulis :
OHH Ditjen Rehsos
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Shalsha Billah; Karlina Irsalyana
BEKASI (4 September 2020) - Sebagai upaya perluasan jangkauan rehabilitasi sosial bagi Korban Penyalahgunaan Napza (KP Napza), Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial menyusun pedoman operasional pelaksanaan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) KP Napza.
Pedoman ini kelak menjadi acuan bagi Balai Rehabilitasi Sosial KP Napza dalam melaksanakan ATENSI. Maka penting keterlibatan balai dalam penyusunan pedoman untuk menginternalisasi aksi-aksi nyata dalam pelaksanaan ATENSI KP Napza.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat mengatakan bahwa pedoman operasional juga akan menjadi bahan dalam pembahasan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKA K/L) bersama Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan dan Bappenas yang diagendakan di pertengahan September 2020.
Dalam mewujudkan amanah UU No. 35 tahun 2009 yang menyebutkan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, Kemensos melakukan rehabilitasi sosial untuk mewujudkan keberfungsian sosial KP Napza.
Di dalam pedoman ini akan digambarkan situasi terkini KP Napza mengacu dari beberapa sumber yang terpercaya, salah satunya dari Badan Narkotika Nasional (BNN). Mulai dari data KP Napza hingga jenis narkotika, psikotropika, zat adiktif yang biasa digunakan para jangkis (pecandu).
Tren KP Napza yang bersumber dari BNN menunjukkan bahwa keluarga menjadi tempat terbaik dan sebagai upaya preventif dalam proses rehabilitasi sosial. Selain itu, KP Napza juga dilingkupi oleh lingkungan yg anggota masyarakatnya ada yang berjudi, peminum alkohol hingga pengedar narkoba.
Data KP Napza yg mendapat layanan rehabilitasi sosial dari Kemensos sejak 2015-2019 sebanyak 82.952 jiwa dari total populasi KP Napza yaitu 3,6 Juta KP Napza berdasarkan data BNN dan Puslitkes UI Tahun 2019. Jumlah ini menunjukkan bahwa perlu upaya efektif dari Negara untuk menjangkau lebih luas.
Gambaran tersebut menjadi konklusi bahwa program ATENSI dibangun untuk menjangkau banyak KP Napza dengan cara melibatkan peran dari keluarga dan Lembaga Kesejahteraan Sosial atau Institut Penerima Wajib Lapor (LKS/IPWL).
Harry menegaskan bahwa ATENSI merentang dari keluarga miskin hingga keluarga dengan ekonomi atas. "Karena fokus Rehsos adalah layanan sosial, bukan bantuan sosial. KP Napza bukan hanya dari kalangan keluarga miskin, tetapi juga pada semua level ekonomi," ungkapnya.
Harry juga mengarahkan bahwa sesuai dengan pendekatan siklus kehidupan, maka dalam pedoman operasional juga perlu ditampilkan ATENSI yang bisa merentang dari usia dini sampai usia lanjut. Ini yang disebut dengan pendekatan siklus kehidupan atau (life cycle).
Dalam mewujudkan ATENSI, kemitraan menjadi penting, salah satunya dengan BNN. Kemitraan strategis ini menjadi Langkah yang perlu ditekuni kedepan. Bisa dalam bentuk kerja sama dalam memberi pelatihan peningkatan kapasitas bagi pegawai, LKS maupun IPWL.
Penting juga disampaikan bahwa rehabilitasi sosial KP Napza memiliki skema yang khas dalam mengatasi dampak negatif dari penyalahgunaan Napza, yaitu upaya demand reduction yang mengurangi permintaan akan Napza dan harm reduction yang mengurangi dampak buruk dari Napza.
Kedepan, perubahan paradigma layanan yang semula bersifat sektoral menjadi layanan terpadu akan diwujudkan dalam bentuk narcotic rehabilitation center dimana Balai/Loka Rehabilitasi Sosial KP Napza berperan sebagai Sentra Layanan Sosial (SERASI).
Penyusunan pedoman operasional ini dilaksanakan di Hotel Santika Mega City Bekasi dan melibatkan 30 peserta dari Direktorat Rehabilitasi Sosial KP Napza, Sekretariat Ditjen Rehsos, Inspektorat Bidang Rehabilitasi Sosial, Balai Rehabilitasi Sosial KP Napza dan Pekerja Sosial.
Bagikan :