Dari tiga ide proyek yang diajukan Najwa, pembuatan buku cerita, yang ditujukan untuk anak dengan disabilitas netra, adalah proyek yang disetujui oleh pihak sekolah. Proyek itu bertajuk ‘Interactive Sensoric Book for Visually Impaired Children’.
“Bukunya akan mengandung cerita anak yang ditulis di braille, juga akan terisi dengan gambar-gambar dan bentuk-bentuk beda yang bertekstur,” terang Najwa menceritakan ihwal buku yang digagasnya.
Untuk menggali informasi lebih dalam tentang proses pembuatan buku braille, Najwa pun menyambangi Sentra Abiyoso. Berdasarkan hasil penelusuran di internet, dia menemukan bahwa Sentra Abiyoso (yang dulu bernama Balai Literasi Braille Indonesia Abiyoso) adalah lembaga pengelola literasi braille terkemuka di Indonesia.
Selama kunjungannya di Sentra Abiyoso, Najwa berkeliling meninjau proses produksi buku braille mulai dari tahap pengalihhurufan hingga pengemasan. Meski telah melakukan riset pustaka sebelumnya, Najwa mengaku kunjungannya ke Sentra Abiyoso memberi pengalaman yang jauh lebih berarti.
“Di sini saya jadi tahu lebih dalam soal braille. Braille adalah cara menulis dan baca untuk tunanetra yang indah dan gampang untuk dimengerti,” tuturnya.
Najwa juga mengutarakan kekagumannya terhadap Sentra Abiyoso. “Sentra Abiyoso adalah tempat yang penting untuk komunitas tunanetra. Saat berkunjung ke situ, orang-orangnya sangat baik dan informasi yang dijelaskan sangat mudah dimengerti.”
Saat ditanya tentang latar belakang tercetusnya ide membuat buku untuk kalangan disabilitas netra, Najwa menjelaskan bahwa dia memang selalu tertarik untuk membuat buku, dan dia belum pernah menemukan buku yang khusus untuk kalangan penyandang disabilitas netra. “Saya tidak pernah melihat dan mengetahui tentang adanya buku sensorik untuk anak-anak tunanetra dan saya emang selalu tertarik dengan membuat buku dan mengetahui lebih tentang komunitas yang unfamiliar untuk saya.”
Mengenai isi bukunya, Najwa memutuskan membuat cerita berdasarkan observasi terhadap kehidupan anak-anak tunanetra di Sekolah Luar Biasa (SLB). “Saya bikin sendiri ceritanya, jadi nanti saya mau ke SLB juga buat cari tahu lebih banyak kehidupan anak-anak tunanetra,” jelasnya.
Di akhir kunjungannya, Najwa diizinkan membawa pulang salah satu produk literasi Abiyoso, yakni tiga buku yang dibuat untuk mengenalkan anak-anak tunanetra kepada berbagai bentuk dan tekstur. Lembar-lembar kertas dalam buku tersebut ditempeli potongan-potongan kertas dengan berbagai bentuk (segitiga, lingkaran, persegi panjang, bujursangkar, dll) dan tekstur (kasar dan halus).
Najwa sangat berterima kasih atas kesempatan yang dia dapatkan untuk memiliki buku-buku tersebut. “Nanti buku yang akan saya buat itu kurang lebih seperti ini,” pungkasnya.
Semangat Najwa untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi kalangan disabilitas memang menakjubkan. Pada usia yang masih sangat belia, kepeduliannya terhadap sesama sangat nyata dan layak diapresiasi semua pihak.
Di lain pihak, terpilihnya Sentra Abiyoso sebagai tempat untuk melakukan riset tentang literasi braille membuktikan bahwa meski telah berganti nama, nomenklatur, dan fungsi, lembaga ini tetap memesona dengan produk-produk literasinya. Semoga proyek yang sedang dilaksanakan oleh Najwa dengan melibatkan Sentra Abiyoso ini sukses sehingga berdampak positif bagi kemajuan literasi penyandang disabilitas netra.