Penulis :
Humas Ditjen Rehabilitasi Sosial
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Karlina Irsalyana
JAKARTA (22 Juni 2021) - Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial melakukan audiensi secara virtual dengan Alzheimer Indonesia (ALZI). Agenda ini mengarah pada kerja sama dalam memberikan pelayanan kepada Lanjut Usia (Lansia) dan penekanan risiko Demensia.
Demensia merupakan penurunan kemampuan otak untuk melakukan fungsi dasar seperti berfikir, mengingat, berbicara dan membuat keputusan. Kondisi ini sebagian besar terjadi pada lanjut usia. Beberapa faktor risiko demensia yang disampaikan oleh ALZI antara lain kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, polusi udara, cedera kepala, kurangnya hubungan sosial, kurangnya edukasi, obesitas, hipertensi, diabetes, depresi dan gangguan pendengaran.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat mengatakan bahwa isu ini menjadi salah satu perhatian pemerintah. "Kerja sama dalam memberi pelayanan kepada lansia untuk menurunkan risiko demensia perlu dilakukan. Kerjasama konstruktif ini perlu kesepahaman diantara para pihak terutama pemahaman kami tentang agenda strategis ALZI," ungkap Harry.
Ada 7 Rencana Aksi Isu Demensia yang disampaikan oleh Suhalya pihak ALZI, yaitu prioritas kesehatan publik, kesadaran dan kewaspadaan, pengurangan risiko, diagnosis pengobatan dan perawatan, dukungan untuk pengasuhan, sistem informasi, riset dan inovasi.
Saat ini, ungkap Harry, Kementerian Sosial tengah melaksanakan program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI), salah satunya untuk klaster lansia, maka seiring sejalan dengan rencana kerja sama ini dapat menguatkan sistem ATENSI dalam pelaksanaan di masyarakat dan ada kaitannya dengan rencana aksi yang disampaikan ALZI.
Kedepan Menteri Sosial Tri Rismaharini mengarahkan untuk membuat jejaring respon yang dilengkapi Standar Operasional Prosedur (SOP) jika ada lansia yang melakukan pengecekan kesehatan, ternyata mengalami hipertensi atau risiko lainnya, maka diakseskan kepada jejaring respon tersebut.
Kemudian merinci turunan rencana aksi yang disampaikan ALZI agar sesegera mungkin bisa dipraktikkan. Kemensos juga meminta untuk bertukar info. "Kemensos akan siapkan daftar Balai-balai rehabilitasi sosial dengan kepala balai yang menjadi Person in Charge (PIC), dari ALZI menyampaikan koordinator wilayah dan kemudian bisa saling berkomunikasi," sebut Harry.
Pertukaran informasi juga terkait agenda strategis dan referensi lain yang dibutuhkan kedua belah pihak. Kemensos juga akan membagikan peraturan-peraturan yang tersedia sebagai referensi awal pelayanan terhadap Lansia, Seperti Peraturan Menteri Sosial tentang ATENSI dan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial tentang lanjut Usia agar turunan praktik di lapang dapat terkoordinasi.
Kemensos akan bersinergi dengan piloting project Kemenkes di 3 provinsi, yaitu Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kemudian membuat MoU antara Kemensos dengan ALZI tentang praktik konkrit jangka pendek.
Kesiapan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada lansia diwujudkan melalui revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Lanjut Usia, hal ini sedang dalam pembahasan oleh komisi VIII DPR RI.
Dalam kerja sama kedepan, Kemensos juga tentu akan melibatkan ALZI dalam berbagai tahapan penyusunan revisi UU No. 13 Tahun 1998 agar sesuai dengan kondisi saat ini dan mampu menjawab tantangan kedepan. Hal ini akan diwujudkan melalui webinar bertajuk Urgensi Revisi UU No. 13 Tahun 1998 tentang Lanjut Usia dan isu-isu strategis yang bisa diformulasi.
Ada juga turunan peraturan yang mengisi kekosongan payung hukum yang komprehensif, antara lain yaitu Peraturan Menteri Sosial tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) yang merupakan inisiatif baru dari Menteri Sosial Tri Rismaharini bahwa penanganan masalah sosial harus dilakukan secara komprehensif, holistik, terpadu dan terintegrasi untuk mencapai kesejahteraan mandiri.
Harry meneruskan amanat Menteri Sosial bahwa Kemensos sebagai representatif negara di bidang sosial harus mampu memastikan sistem secara nasional tentang deteksi dini terhadap risiko yang dihadapi para lansia. Tidak sebatas pelayanan berbasis balai, tetapi juga berbasis keluarga dan komunitas.
Kementerian Sosial juga akan mengintegrasikan program pada posyandu lansia, yaitu program yang bersifat family and community base system. "Posyandu lansia ini telah memiliki payung hukum dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri, maka selanjutnya bagaimana menempatkan program dari Kemensos agar bisa tumbuh berkembang dan terintegrasi dengan pelayanan yang diberikan di posyandu yang existing," jelas Harry.
Audiensi ini juga diikuti oleh Direktur Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia, Andi Hanindito dan Dewan Pembina ALZI, Eva Sabdono dan jajarannya.
Bagikan :