BOGOR (19 Maret 2024) – Dikaruniai seorang anak sudah pasti disambut gembira orangtua. Namun, tidak mudah menerima kenyataan saat anak yang ditunggu kehadirannya memiliki kondisi khusus.
Suasana sekolah dirasakan oleh Anak-Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sentra Terpadu Inten Soeweno (STIS) Bogor. Salah seorang guru, Fatimah berbagi cerita bagaimana sekolah bagi anak-anak istimewa itu bisa hadir di sana.
“Pada 2018, kami mulai membuka sekolah bagi ABK lumpuh otak atau Cerebral Palsy (CP) dan sempat berpindah-pindah tempat hingga 2021 mendirikan yayasan, lalu bertemu (Balai) Ciungwanara dan mengajukan proposal untuk bantuan peralatan terapi, ” katanya.
Jalan panjang dan terjal Fatimah dan rekan-rekan memberikan setitik asa dan jalan terang bagi ABK sangatlah tidak mudah, karena tidak hanya ABK tetapi juga para orangtuanya.
“Awalnya, membuka sekolah bagi ABK dan paran orangtua diberikan pemahaman agar bisa menerima kondisi anaknya. Sehingga, setelah mereka sekolah tidak takut lagi dengan orang lain dan mau bersosialisasi. Dari situlah, saya dan kawan-kawan terus tergerak mendampingi ABK agar mereka bisa tumbuh kembang,” ungkapnya.
Seperti sekolah umumnya, dalam sekolah ABK ada materi di Taman kanak-kanak, seperti menempel dan menggambar. Sekolah ABK dilaksanakan Sabtu-Minggu.
“Suatu saat STIS tahu ada sekolah bagi ABK, hingga ada tawaran untuk membuka sekolah di STIS di hari kerja agar banyak ABK-ABK lain bisa merasakan sekolah dan mendapatkan layanan terapi,” kata Fatimah.
Sedangkan, waktu sekolah menyesuaikan dengan lokasi anak-anak berkebutuhan khusus berada baik dari Kota Bogor maupun yang dari Kabupaten Bogor.
“Sekolah mulai pukul 09 pagi karena mobil jemputan dari STIS harus menjemput di gang-gang dan yayasan tempat kita berada,” kata Fatimah.
Upaya menumbuhkan kesadaran, penguatan dan pemberdayaan keluarga ABK hal penting agar bisa menyelamatkan masa depan ABK. Pasalnya, masih ada orangtua atau keluarga ABK merasa tidak punya harapan, dunia sudah kiamat atau putus asa serta malu.
“Para orangtua pun tidak luput dari upaya memberikan sosialisasi, memberikan pemahaman terkait anak-anak istimewa agar ada semangat untuk mendampingi sekolah dan melakukan terapi,” kata Fatimah.
Kegiatan orangtua lainnya, berupa sosialiasi, acara rutin tahuan peringatan 17 Agustus dengan hadiah menarik, serta mengadakan kegiatan seminar parenting.
“Terpenting agar pemikiran mereka terbuka serta lebih terbuka dengan kondisi anak-anak mereka sebagai titipan dari Sang Pencipta yang harus dirawat dengan penuh cinta kasih,” pungkas Fatimah.
Penulis :
Humas Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial
Editor :
Intan Qonita N
Penerjemah :
Dian Catur/Karlina Irsalyana
Bagikan :