YOGYAKARTA (9 Desember 2020) - Balai Besar "Prof. Dr. Soeharso" Surakarta sebagai salah satu Unit
Pelaksana Teknis (UPT) milik Kementerian Sosial bersiap untuk
mengimplementasikan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI). Untuk itu,
diselenggarakan kegiatan Penyusunan Rencana Strategis Balai Besar "Prof.
Dr. Soeharso" Surakarta Tahun 2020-2024 dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan
Tahun 2020.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyempurnakan draf
Rencana strategis (Renstra) yang telah dibuat. Draf Renstra tersebut perlu
penyesuaian terhadap perubahan paradigma mendasar dalam proses rehabilitasi
sosial.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian
Sosial RI, Harry Hikmat mengatakan bahwa perlu penguatan komitmen dalam
penyusunan Renstra. "Saya menyambut baik penyusunan Renstra ini. Kita
harus kuatkan komitmen bersama dalam penyusunan Renstra untuk pelaksanaan
program secara nasional dan pelaksanaan ATENSI oleh 41 UPT Rehabilitasi Sosial
di Kemensos," ungkap Harry.
Dalam penyusunan Renstra, payung hukum diperlukan
sebagai penguat pelaksanaan program, dalam hal ini Permensos Nomor 16 Tahun
2020 tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial yang baru saja disahkan mampu
menjadi legal standing dalam penyusunan Renstra bahkan Laporan Kinerja (Lakin).
Dengan disahkannya Permensos Nomor 16 Tahun 2020
tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial, pelayanan rehabilitasi sosial bisa
diwujudkan secara efektif terutama di Balai Besar/Balai/Loka di lingungan
Ditjen Rehsos Kemensos. "Kelak balai bisa menjadi role model lembaga
sejenis seperti panti sosial Pemda, masyarakat dan Lembaga Kesejahteraan Sosial
(LKS) lainnya yg punya kesamaan pola operasional dengan Balai milik Kemensos,"
tutur Harry.
Harry mengarahkan bahwa dalam proses penyusunan
Renstra perlu dicermati lebih dalam karena ada perubahan paradigma mendasar.
Salah satunya pembagian peran antara pusat dan balai, yaitu pusat memberikan
layanan tidak langsung sedangkan balai memberikan layanan langsung berupa
ATENSI.
Layanan langsung tersebut terdiri dari dukungan
pemenuhan hidup layak, perawatan sosial dan/pengasuhan anak, dukungan keluarga,
terapi (fisik, psikososial, mental, spiritual), pelatihan vokasional dan
pembinaan kewirausahaan, bantuan sosial dan asistensi sosial serta dukungan
aksesibilitas.
Karena itu, Harry mengingatkan beberapa hal,
diantaranya pengukuran indeks keberfungsian sosial yang perlu dirinci dengan
menggunakan indikator yang dapat diukur. Dalam ATENSI, indikator tersebut dapat
dilihat dari outcome logical framework ATENSI, meliputi persentase PM yang
terpenuhi kebutuhan dasarnya. Persentase ini dirinci lagi menjadi persentase PM
yang mampu melakukan perawatan diri (ADL), persentase PM yang mampu menghadapi
masalah sosial psikologis dan persentase PM yang mampu melakukan aktualisasi
diri sesuai potensi yang dimiliki.
Selain itu, komponen outcome lain yang bisa menjadi
indikator pengukur kinerja adalah persentase PM yang mampu melaksanakan pengasuhan/perlindungan
sosial, persentase komunitas atau LKS yang mampu melaksanakan ATENSI dan
persentase SDM yang mampu melaksanakan ATENSI.
Harry mencontohkan persentase PM yang bisa melakukan
perawatan diri. "PM yang tadinya tidak bisa jalan karena lumpuh, dengan
upaya terapi dan penyediaan alat bantu, akhirnya PM bisa jalan, itu menunjukkan
kinerja Balai yang sesungguhnya," jelasnya.
Jika sepakat, kata Harry, outcome indikator ini bisa
menjadi baseline untuk menetapkan renstra kedepan dengan logical framework
berdasarkan program ATENSI.
Selain penyusunan renstra, Heri Kris Sritanto
menyebutkan bahwa kegiatan ini juga untuk mereviu pelaksanaan uji coba ATENSI
di 9 Kabupaten. Hasil reviu juga akan menjadi bahan masukan di Renstra yang
disusun.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai Besar
"Prof. Dr. Soeharso" Surakarta ini diikuti oleh 50 peserta yang
merupakan pejabat struktural dan pejabat fungsional Balai. Kegiatan yang
dilaksanakan di Yogyakarta ini juga menghadirkan narasumber dari Biro Perencanaan
Kemensos, Praktisi, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas dan
Sekretaris Ditjen Rehabilitasi Sosial.