Penulis :
OHH Ditjen Rehsos
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Tasya Azra K; Karlina Irsalyana
JAKARTA (10 Mei 2020) - Pemberitaan mengenai Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) yang dilarungkan ke laut pada kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok sedang ramai diperbincangkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Menanggapi pemberitaan tersebut, pada tanggal 8 Mei 2020, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri telah melakukan upaya perlindungan dan penjemputan bagi PMI ABK lainnya yang diduga mengalami eksploitasi.
Kementerian Luar Negeri telah merujuk 14 PMI ABK ke RPTC Kementerian Sosial sehari yang lalu (09/05) menggunakan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan.
Mewakili Menteri Sosial, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat menyambut baik kedatangan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi yang didampingi oleh Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Yuda Nugrahapada. Kunjungan ini dimaksudkan untuk dialog bersama 14 PMI ABK serta melihat langsung tempat karantina.
Pada kesempatan ini turut hadir Kasubdit Rehsos Korban Perdagangan Orang dan Tindak Kekerasan, Dian Bulan Sari dan Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombespol John Weynart Hutagalung.
Harry hikmat menyampaikan bahwa kondisi seluruh PMI ABK dalam kondisi yang lebih baik setelah berada di RPTC setelah melaut kurang lebih 14 bulan, sehingga dialog pada hari ini berjalan lancar.
"Saat ini seluruh PMI ABK sudah terlihat lebih segar dan siap mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial di RPTC. Sesuai protokol dari Kementerian Kesehatan, seluruhnya dikarantina disini selama 14 hari sambil menunggu proses hukum yang bergulir," kata Harry.
Lebih lanjut Harry menjelaskan bahwa fokus RPTC adalah untuk melayani dan melindungi PMI ABK agar mereka tetap sehat. Selain itu, seluruh PMI ABK diarahkan untuk mengikuti aktifitas layanan di RPTC yang bersifat penyegaran seperti olahraga, mengikuti pelatihan keterampilan, dan mengikuti aktifitas musik. Tujuannya adalah untuk mengurangi kejenuhan dan merubah pola pikir supaya PMI ABK dapat lebih terbuka dalam menyampaikan perasaannya sebelum nantinya dikembalikan kepada keluarganya masing-masing.
Selanjutnya, RPTC Kementerian Sosial akan memberikan pendampingan dan advokasi sosial selama proses hukum berlangsung, memberikan treatment terapi psikososial terutama trauma healing bagi para PMI ABK apabila terindikasi mengalami gangguan traumatis.
Gangguan traumatis tersebut dimungkinkan terjadi pada PMI ABK karena diketahui bahwa seluruhnya mengalami tindak eksploitasi secara fisik, ekonomi, dan mental saat melaut. Seluruhnya tidak memiliki waktu istirahat yang cukup, bahkan mereka harus bekerja selama 18 jam perhari, tidak diberikan pemenuhan kebutuhan gizi dan hak lainnya secara layak, dan bahkan tidak diberikan gaji yang sesuai dengan perjanjian awal.
Bagikan :