KABUPATEN
BEKASI (28 Mei 2021) - Tak
banyak yang tau pohon mangrove bisa diolah menjadi berbagai macam makanan dan
minuman. Mulai dari peyek, makanan ringan, hingga dodol yang terbuat dari buah
pohon mangrove. Dalam bentuk minuman pun, buah dari pohon mangrove bisa diolah
menjadi sirup, kopi, teh dan jus yang bisa lansung diminum.
Hal ini
yang dilakukan Karang Taruna Kecamatan Muara Gembong dengan menginisiasi
ibu-ibu yang berada di kawasan tersebut untuk mengolah pohon mangrove sejak
Tahun 2017.
Ketua
Karang Taruna Muara Gembong Rian Hafiz Fauzi mengatakan, ide pengolahan pohon
mangrove berawal dari rasa keprihatinan Karang Taruna Muara Gembong terhadap
perekonomian warga.
"Kalau
misalkan mereka tidak ada penghasilan dari laut atau tambak, otomatis
memanfaatkan apa yang bisa diolah, berawalnya dari situ," kata Rian
Ide
pengolahan pohon mangrove dari Rian dan kawan-kawan membuahkan hasil. Produk
hasil olahan pohon mangrove mendapatkan peringkat kedua sebagai makanan
pengganti nasi dari pemerintah Kabupaten Bekasi.
Hal ini
membuat Karang Taruna Muara Gembong semakin serius mendorong ibu-ibu yang
tergabung dalam kelompok yang diberi nama Kelompok Bahagia Berkarya (KEBAYA)
untuk menekuni produksi pengolahan pohon mangrove.
"Bikin
Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Bareng-bareng kita di marketing, kita
pasarkan, kita kenalkan produk Muara Gembong dari ibu-ibu KEBAYA ini.
Alhamdulillah sudah ada di supermarket-supermarket disekitar Kabupaten
Bekasi," sambungnya.
Namun,
biaya produksi yang cukup tinggi membuat harga produk olahan dari pohon
mangrove ini sedikit lebih mahal saat dipasarkan.
"Kita
jauh dari pusat kota, kalau mendapatkan bahan-bahan dari alam itu gampang,
tetapi yang sulit itu untuk kemasannya itu yang membuat harganya tinggi,"
ujar Rian.
Rian
berharap, biaya produksi yang tinggi bisa ditekan sehingga produk olahan pohon
mangrove bisa bersaing dengan produk-produk lain di pasaran.
Secara
terpisah, Alpiah (40) yang didapuk sebagai ketua KEBAYA itu menjelaskan,
pengolahan berbagai produk makanan dan minuman dari pohon mangrove ini
dilakukan untuk membantu perekonomian warga.
Alpiah
menjelaskan, dalam proses produksi makanan dari pohon mangrove, anggota KEBAYA
yang berjumlah 15 orang dibagi menjadi tiga bagian.
"Terbagi
3 bagian petani, pencari buah, pengolah. Pencari buah ibu-ibu yang lanjut usia
sebanyak 2 orang, petani mangrove ada 6 orang, dan pengolah hingga menjadi
makanan ada 7 orang," kata Alpiah.
Alpiah
menyebutkan target utama dari pemasaran produk hasil olahan mangrove ialah para
wisatawan yang berkunjung ke daerah Muara Gembong. Dia menyebutkan, omset yang
diterima dari produk olahan mangrove di masa pandemi berkisar 3 sampai 5 juta
perbulan.
"Kalau
sebelum pandemi, omset kita bisa tujuh sampai sepuluh juta per bulan,"
sambungnya.
Alpiah juga menjelaskan, respon para pembeli produk olahan
pohon mangrove itu cukup baik. Namun harga yang tinggi menjadi kendala untuk
produk tersebut bersaing di pasaran.
"Kita
berharap ada pelatihan untuk marketing dari pihak-pihak terkait, sehingga
produi kita bisa lebih dikenal oleh masyarakat," tutur Alpiah.
Biro
Hubungan Masyarakat
Kementerian
Sosial RI