JAKARTA (11 Juli 2019) - Kementerian Sosial RI terus menambah layanan kesejahteraan sosial dengan mendirikan Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) di setiap kota dan kabupaten hingga mencapai target 514 SLRT di seluruh Indonesia pada 2024.

“SLRT merupakan Layanan Satu Pintu yang didirikan untuk membantu masyarakat khususnya prasejahtera. Tujuannya adalah menguhubungkan dan memudahkan mereka dalam mengakses berbagai layanan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang dikelola pemerintah sesuai dengan kebutuhan mereka,” tutur Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis.

Mensos menjelaskan SLRT mengintegrasikan informasi, data dan layanan dalam satu tempat. Sekretariat SLRT menjadi satu kesatuan dengan kantor dinsos kabupaten atau kota setempat. Kegiatan yang dilakukan meliputi identifikasi keluhan, rujukan dan penanganan keluhan, pencatatan kepesertaan dan kebutuhan program, pemutakhiran data kesejahteraan sosial, hingga integrasi informasi, data dan layanan.

"Dengan adanya layanan SLRT, warga cukup datang ke satu tempat untuk mengakses beragam layanan sosial dan perlindungan sosial menjadi lebih komprehensif," terang Mensos. 

Misalnya mengurus Kartu Identitas Kependudukan atau Akta Kelahiran, meminta informasi kepesertaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), atau ingin mengetahui bagaimana cara mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP).

"Semua dilayani dalam satu tempat dalam satu waktu," tambahnya.

Beberapa wilayah yang telah sukses menerapkan SLRT di antaranya adalah Kabupaten Bandung, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sragen, Kabupaten Siak, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kota Sukabumi.

Dikatakan Mensos, sejak diluncurkan pada tahun 2016, jumlah SLRT terus bertambah dari tahun ke tahun. Tahun 2016 terdapat 50 SLRT di kabupaten/kota, pada tahun 2017 bertambah 20 kabupaten/kota, pada tahun 2018 sebanyak 60 SLRT didirikan, dan tahun 2019 akan bertambah 20 SLRT. Total terdapat sebanyak 150 SLRT di kabupaten/kota.

Kementerian Sosial, lanjutnya, memberikan dukungan anggaran melalui APBN untuk pendirian Sekretariat SLRT di kabupaten/kota, pendirian dua Puskesos, 50 fasilitator SLRT, 3 orang Supervisor SLRT, satu orang Manajer SLRT. Untuk tingkat Puskesos, Kemensos memfasilitasi 1 orang Koordinator Puskesos dan 2 orang petugas front office.

"Setiap daerah dapat dapat mengajukan untuk ditumbuhkan SLRT di wilayahnya. Ada pula beberapa wilayah yang kami anggap sudah siap. Tentunya ada kriteria yang harus dipenuhi untuk penentuan kabupaten/kota yang akan menerima SLRT," tutur Menteri Agus.

Kriteria dimaksud adalah komitmen dan kesiapan pemerintah daerah meliputi dukungan anggaran dan kesiapan unit kerja terkait, penyiapan SDM, tingkat kemiskinan di daerah, jumlah penduduk miskin dan rentan miskin atau jumlah Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).

"Setiap daerah memiliki SLRT yang disesuaikan dengan kondisi wilayah masing-masing. Misalnya di Kabupaten Sleman ada istilah Ngantar Paimah atau Antar Jemput Warga Miskin Sampai Ke Rumah. Di SLRT Kabupaten Bandung, ada Mobil Sisir Pendidikan yang mengantar dan menjemput pelajar dari dan ke sekolah," tuturnya.

Setiap kota dan kabupaten yang telah memiliki SLRT, juga memiliki layanan di tingkat desa yang diberi nama Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos). Kementerian Sosial memfasilitasi pendirian dua Puskesos di setiap kota/kabupaten tersebut.

"Selanjutnya kami dorong kemandirian pemda, desa dan kelurahan mendirikan Puskesos mandiri untuk mengakomodir kebutuhan warga setempat. Semakin banyak jumlah Puskesos, semakin luas jangkauan pelayanan SLRT," kata Menteri.

Tujuannya Puskesos adalah untuk mendekatkan layanan SLRT dengan masyarakat pedesaan sehingga mereka tidak harus menempuh jarak yang jauh ke lokasi SLRT di tingkat kota atau kabupaten.

"Layanan Puskesos dilakukan oleh warga dan untuk warga ini merupakan perwujudan Negara Hadir di tingkat desa," tuturnya. 

Kementerian Sosial juga mendorong pemda bekerja sama dengan lembaga, organisasi masyarakat, dan perusahaan swasta yang memiliki program CSR untuk dapat memaksimalkan layanan kepada masyarakat prasejahtera. Misalnya Lembaga Amil Zakat yang ada di daerah, Badan Usaha Milik Desa (BUMD), rumah sakit umum daerah, dll.   


Optimalisasi SLRT

Sementara itu Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial diwakili Direktur Pemberdayaan Sosial, Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat (PSPKKM) Bambang Mulyadi mengatakan untuk mendorong penyelenggaraan dan perluasan SLRT maka secara reguler dilakukan pertemuan sebagai sarana berbagi informasi dan pengalaman antar pemda.

Salah satunya yang baru-baru ini digelar yakni Kegiatan Optimalisasi Kinerja SLRT di Yogyakarta diikuti 60 kabupaten/kota untuk saling bertukar pengetahuan dan pengalaman tentang pelaksanaan SLRT di wilayah masing-masing dan bertukar pikiran tentang upaya mendorong kemajuan SLRT.

"Harapannya pengalaman yang disampaikan perwakilan beberapa kabupaten/kota dan provinsi dapat memberikan inspirasi, motivasi dan komitmen yang tinggi kepada peserta," katanya disela-sela kegiatan Optimalisasi Kinerja SLRT di Yogyakarta, 2--5 Juli 2019.

Peserta kegiatan berjumlah 180 orang dari unsur Bappeda, Kepala Dinas Sosial Kabupaten/Kota dan Manajer SLRT dari 60 kabupaten/kota. Narasumber kegiatan ini terdiri dari Dirjen Pemberdayaan Sosial, Sekretaris Ditjen Pemberdayaan Sosial, Direktur Pemberdayaan Sosial Perorangan Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat, Kepala Pusat Data dan Informasi Kesos, Instruktur SLRT di tingkat pusat, tim teknis SLRT dan Pusdatin, serta dan instruktur penyelenggara SLRT terpilih dari kabupaten/kota.

Selain mengikuti paparan narasumber, peserta juga mengunjungi layanan SLRT di Kabupaten Sleman. Di tempat ini, peserta diajak untuk melihat langsung proses penanganan masyarakat yang datang menyampaikan beragam keperluan.

Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sleman Eko Suhargono mengungkapkan SLRT di Sleman telah berjalan sejak tahun 2016 dengan slogan Bahasa Jawa "Teko Susah Bali Bungah" atau datang dalam keadaan susah, pulang dalam keadaan senang.

"Alhamdulillah Dinsos Kabupaten Sleman telah menjadi leader dalam penanggulangan kemiskinan. SLRT menjadi ruh layanan dinas sosial. Menjadi garda depan dalam memberikan layanan terhadap masyarakat yang membutuhkan," katanya.

Pada tahun 2018, SLRT Kabupaten Sleman telah menangani sebanyak 13.750 kunjungan. Tingkat kunjungan tertinggi pada Juni yakni 3.416 kunjungan. Mayoritas kunjungan warga adalah untuk mengajukan usulan Kartu Indonesia Sehat, mengajukan surat keterangan miskin, meminta informasi atau konsultasi seputar program dan layanan lainnya.

"Beragam bantuan kita salurkan bersumber dari APBD seperti bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, bahkan bantuan sosial yang sifatnya tentatif seperti misal Sleman kan daerah wisata kadang ada pelancong terlantar kehabisan bekal dan uang. Mereka datang ke tempat kami dan diberikan santunan untuk kembali ke asalnya. Atau ada pelancong yang sakit dan tidak memiliki uang sama sekali kemudian melapor ke kantor polisi ada di RS mana nanti akan kita jangkau," terang Eko.

Perlahan namun pasti, layanan SLRT Kabupaten Sleman semakin terkenal dan dekat di hati masyarakat. Hal ini, lanjut Eko, sangat berpengaruh terhadap persepsi publik terhadap dinas yang dipimpinnya. Ia mengatakan setiap ada persoalan menyangkut kesejahteraan sosial, masyarakat sudah tau hendak pergi ke mana. Tak ada rasa canggung atau takut untuk memasuki kantor instansi pemerintah karena mereka dilayani dengan sebaik-baiknya.

"Sekarang kami (dinsos) menjadi primadona. Kalau dulu Dinsos kadang dipandang sebelah mata karena yang dilayani orang terlantar, gelandangan, keluarga miskin, maka sekarang tidak lagi (dipandang sebelah mata). Untuk itu kami akan terus meningkatkan kerja sama dan koordinasi antardinas dan organisasi perangkat daerah, serta lembaga-lembaga lainnya yang telah menjadi mitra kerja SLRT Kabupaten Sleman sehingga dapat memberikan layanan yang lebih maksimal lagi," tuturnya.


Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sosial RI

Sonny W. Manalu