Flores Timur (8 November 2024) - Senja di perairan Kupang kala itu perlahan berganti menjadi sunyi. Beberapa kapal kecil nelayan telah tertinggal di belakang, bercahayakan lampu yang berpendar diganti oleh temaram purnama. Sinyal gawai mulai meredup, tanda semakin menjauh dari suar telekomunikasi. 

Tak terasa, dua belas jam sudah bahtera berisi logistik Kementerian Sosial untuk penyintas erupsi Gunung Lewotobi telah berlayar dari Kupang menuju Larantuka, Flores Timur. Selama dua belas jam, mil demi mil laut perlahan terlewati, hingga tak terasa 131 mil laut telah usai diarungi. 

Di dalam bahtera itu juga turut serta Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono yang memimpin tim Kementerian Sosial untuk menyalurkan bantuan kepada para penyintas di sana. 

Di situasi darurat seperti itu, tak mudah memang mencapai lokasi yang akan dituju oleh Wamensos Agus. Hanya ada jalur laut yang bisa ditempuh karena beberapa bandara di sekitar pusat erupsi terpaksa ditutup imbas dari efek muntahan abu vulkanik yang menyelubungi langit di atas bumi Flobamora itu. 

Setiba di Pelabuhan Larantuka Flores Timur, Kamis (6/11/2024) pagi, berbagai bantuan logistik Kemensos segera didistribusikan melalui jalur darat menggunakan truk menuju tiga titik pengungsian. 

Selama perjalanan menuju lokasi, dari kejauhan tampak debu kelabu masih menyembul dari ujung puncak Gunung Lewotobi Laki-laki, tanda aktivitas vulkanik masih tinggi. Vegetasi di sepanjang lereng gunung yang dulunya hijau, kini tampak kering kecokelatan akibat dampak abu vulkanik erupsi. 

Salah satu pengungsi yang dikunjungi oleh Wamensos Agus adalah Agnes Masing Lajar (35), warga Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur yang berhasil selamat dari erupsi Gunung Lewotobi. 

Agnes menceritakan saat kejadian, yaitu Minggu (3/11/2024) malam, dirinya beserta suami, kedua anaknya, dan ayah mertuanya sedang beristirahat di rumah. Ketika itu mereka mendengar suara seperti guntur dan muncul kilatan di langit. 

"Terdengar guntur dan kilatan di langit. Kami pikir itu hujan jadi kami seperti biasa tidak menghiraukannya," ucap Agnes seraya mengatakan di saat tengah malamnya, mereka dikagetkan dengan bunyi guntur yang kencang sekali seperti menyambar rumah mereka. 

Tak berselang lama, tampak beberapa bagian atap seng rumah mereka yang jebol dan terlihat kerikil kecil berjatuhan. 

"Saat melihat kerikil berjatuhan dari atap itulah akhirnya kami menyadari bahwa telah terjadi letusan Gunung Lewotobi," sambung Agnes. 

Seketika, Agnes langsung berlari menyelamatkan diri dengan membawa kedua anaknya, yaitu Dominikus Rajanamang (12) dan Bernardus Demonamang (10). Sedangkan suaminya, Yosep Mutinamang (44), bergegas menyelamatkan ayah mertua Agnes yang bernama Bernardus Dainamang (84), yang saat itu dalam kondisi sakit. 

"Kami sangat panik sekali waktu itu, kami berlari menyelamatkan diri dalam keadaan takut, menangis, dan rasa cemas sekali," ungkap Agnes seraya mengatakan saking paniknya, semua harta benda termasuk hewan ternak berupa satu ekor babi dan lima ekor anjing tidak sempat diselamatkan. 

Mereka kemudian menumpang sebuah mobil pikap yang kala itu sedang membawa tumpukan boks. Mereka berlima berdesakan di antara tumpukan boks dan menyelamatkan diri ke desa yang berjarak dua kilometer dari tempat mereka berada dan berlindung pada sebuah rumah. 

"Kami tidak sempat menyelamatkan harta benda kami, kami hanya lari dengan pakaian di badan dan memegang handphone masing-masing," kata Agnes. 

Selama menyelamatkan diri, Agnes mengatakan terdapat kerikil-kerikil tajam menghujani dari langit dan mereka hanya mengandalkan telapak tangan untuk melindungi kepala. Hal itu menyebabkan beberapa bagian di tangannya mengalami memar-memar. 

Sementara itu di tempat yang lain, ketika terjadi erupsi, saudara kandung Agnes, Kanisius Laga Lajar (61) yang tinggal di Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggitang juga menjadi korban erupsi. Namun nahasnya, Kanisius beserta istri dan tiga anaknya menjadi korban meninggal dunia.

Kemensos telah memberikan bantuan santunan kepada Agnes untuk lima orang keluarganya yang meninggal akibat erupsi Lewotobi itu. Bantuan santunan diserahkan langsung oleh Wamensos Agus kepada Agnes pada Rabu (6/11/2024).

"Bantuan dari Kemensos kemarin berupa santunan uang untuk kakak saya, istri dan anak-anaknya yang meninggal karena tertimpa letusan gunung," kata Agnes. Selain bantuan santunan berupa uang, Kemensos juga memberikan bantuan berupa kebutuhan dasar, kasur, dan peralatan kebersihan diri. 

"Saya merasa bersyukur dan berterima kasih kepada Kementerian Sosial yang sudah peduli dengan keadaan kami," ungkap Agnes yang tampak terharu dengan apa yang telah diberikan oleh Negara kepada dirinya dan keluarga. 

Agnes berharap keadaan Gunung Lewotobi dapat normal kembali sehingga bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala. 

"Semoga keadaan Lewotobi cepat pulih kembali. Kami merindukan kampung halaman kami, banyak kenangan di sana," kata Agnes menceritakan kerinduannya pada kampung halamannya yang hingga saat ini masih diamuk oleh muntahan abu vulkanik Gunung Lewotobi.

Kisah Agnes dan juga kehadiran Wamensos Agus serta seluruh tim yang bekerja siang dan malam tanpa henti di sana memberikan kesan baru bagi para penyintas, bahwa Kemensos akan selalu ada di tengah-tengah mereka untuk menyingkap debu kelabu yang menyelubungi tanah Flobamora. (*)