KABUPATEN TAPIN (17 Desember 2019) - Fauzi Rahman (29) tak menghiraukan butiran keringat sebesar biji jagung yang memenuhi keningnya. Seragam merah marunnya yang bertuliskan Program Keluarga Harapan (PKH) juga sudah basah oleh peluh.

Matahari bersinar terik saat Fauzi, salah satu Pendamping Sosial PKH di Kabupaten Tapin, bersama rekan-rekan seprofesinya terlihat sibuk mengatur letak duduk ibu-ibu penerima PKH. Mereka berkumpul di Lapangan Dwi Dharma, Kabupaten Tapin untuk menerima penghargaan dari Kementerian Sosial.

Penghargaan diserahkan dalam kegiatan Lintas Batas Kesetiakawanan Sosial (LBKS) 2019 yang pada hari ini, Selasa (17/12), Tim Ekspedisi tiba di Kabupaten Tapin.

LBKS merupakan rangkaian kegiatan menjelang puncak peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) 2019 yang jatuh pada 20 Desember 2019. Tim ekspedisi LBKS menempuh enam etape secara estafet mulai 14-19 Desember menempuh rute Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, dan berakhir di Kota Banjarmasin.

Dalam pelaksanaan LBKS tahun 2019, Kementerian Sosial menghadirkan Anak Berprestasi dan KPM Graduasi Sejahtera Mandiri di setiap etape.

"Ketiga ibu-ibu penerima penghargaan ini semua berada di Kecamatan Tapin Selatan, tempat saya ditugaskan untuk memberikan pendampingan," kata pria bertubuh tambun ini.

Sambil menggendong tas punggung hitam yang warnanya sudah memudar dan robek di beberapa bagian, ia bercerita menjadi Pendamping Sosial PKH sejak tahun 2016. Ibu-ibu penerima PKH atau yang biasa disebut Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di wilayahnya sebanyak 167 orang.

"Hingga Desember 2019, jumlah KPM Graduasi Sejahtera Mandiri atau keluar dari kepesertaan PKH sebanyak 43 orang," katanya.

Alasan keluar dari kepesertaan, lanjut Fauzi, karena beragam alasan. Ada yang sudah tidak memiliki komponen KPM PKH, ada yang sudah mandiri karena telah berhasil merintis usaha sendiri, ada pula yang secara sukarela mengundurkan diri karena merasa sudah mampu secara ekonomi untuk membiayai kehidupan sehari-hari.

Diakui Fauzi, mendorong KPM untuk keluar dari kepesertaan bukan hal mudah. Ia harus putar otak mencari cara agar secara perlahan dapat menanamkan pemahaman bahwa bantuan PKH tidak selamanya akan diberikan pemerintah.

"Mereka tidak boleh bergantung sepenuhnya pada bantuan pemerintah. Bantuan ini adalah untuk memotivasi mereka menjadi mandiri," tuturnya.

Lalu, bagaimana caranya? Sejumlah Pendamping Sosial PKH di Kalimantan Selatan memiliki beragam jurus jitu.

"Melalui pertemuan-pertemuan kelompok KPM, saya memulainya dengan memasukkan nilai-nilai agama, kadang mengutip hadist-hadist, atau firman dalam Al-Qur'an," katanya.

Misalnya, Islam mengajarkan untuk berbagi dengan sesama. Maka, jika sudah mampu dan mandiri secara ekonomi, berarti mereka telah menolong orang lain yang belum mendapat bantuan menjadi tersentuh PKH.

Jurus berikutnya, adalah bekerja sama dengan perangkat desa dan tetangga. Kedua pihak ini merupakan orang terdekat dalam keseharian KPM PKH. Melalui mereka, Pendamping Sosial PKH mendapatkan informasi tentang kondisi ekonomi penerima bansos.

"Sehingga kalau didapati fakta ada KPM yang tidak layak menerima bantuan tetapi masih mendapat bantuan, biasanya akan kami tinjau ulang," katanya.

Mundur dari PKH

Salah satu KPM Graduasi dari Kecamatan Tapin Selatan yang didampingi oleh Fauzi adalah Istriyaningsih (22). Ia dan suaminya kini berdagang. Hasilnya, setelah dihitung-hitung cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari, ditabung, dan juga untuk anaknya.

"Saya menyadari bantuan itu bukan sesuatu yang akan diberikan terus menerus, saya bertekad untuk hidup mandiri dan tidak bergantung dari bantuan," katanya.

Perempuan yang tinggal di Desa Harapan Masa ini mengaku menerima PKH sejak 2017. Seiring berjalannya waktu, ia mengundurkan diri pada Agustus 2019.

Lain lagi cerita dari Ibu Biroton Nadiyah (40). KPM PKH Desa Sawang ini adalah guru mengaji anak-anak. Setiap sore, rumahnya dipenuhi anak-anak tetangga wilayah sekitarnya untuk belajar mengaji.

"Suami saya bekerja sebagai petani karet," tutur ibu dua anak ini.

Sejak menerima bantuan PKH pada 2016, ia mengaku lebih ringan bebannya dalam menyekolahkan anak-anak. Kini, setelah merasa dirinya sudah mampu menyekolahkan dan menguliahkan 2 anaknya, Ibu Biroton keluar dari keanggotaan PKH bulan Agustus 2019.

"Saya bersyukur ada bantuan PKH sehingga anak-anak bisa sekolah sampai ke perguruan tinggi," katanya.

Selanjutnya, Menteri Sosial, Juliari P. Batubara mengungkapkan PKH merupakan program perlindungan sosial yang diarahkan pada mengangkat taraf kehidupan masyarakat prasejahtera menjadi sejahtera.

"Upaya yang dilakukan adalah melalui intervensi pemerintah sehingga keluarga-keluarga ini terangkat dari kemiskinan. Yang terpenting adalah kemiskinan bukan menjadi hal yang turun-temurun dalam suatu keluarga. Kita harus memutus rantai kemiskinan itu," kata pria yang akrab disapa Ari ini.

Ia mengatakan kebijakan Program Bantuan Sosial ke depan akan terus didorong untuk memperkuat pemberdayaan. Hal ini harus menjadi gerakan sosial untuk mempercepat para penerima manfaat berdaya dan mandiri secara sosial dan ekonomi.

"Ke depan, PKH harus banyak meluluskan (graduasi), menumbukan kreatifitas ekonomi, memunculkan ibu-ibu entrepreneur yang memiliki dampak sosial di lingkungan terdekatnya dan melahirkan anak-anak berprestasi di berbagai bidang. Pada gilirannya, PKH dapat mewujudkan SDM unggul dan berkontribusi dalam mendorong Indonesia Sejahtera," kata Mensos.