JAKARTA (13 November 2019) – Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Harry Hikmat menerima audiensi dari perwakilan Lembaga Mitra PBB yang terdiri dari United Nations Development Programme (UNDP), United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN-OCHA), United Nations Children's Fund (UNICEF), dan World Food Programme (WFP) yang dipimpin oleh Fernando Carrera, Chief of Cluster Social Policy, UNICEF Indonesia.

Pada kesempatan tersebut, Fernando menyampaikan bahwa Kementerian Sosial merupakan mitra utama dalam program perlindungan sosial yang menjadi entry point dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Oleh sebab itu, Fernando menegaskan bahwa Lembaga Mitra PBB ini akan mendukung penuh Kementerian Sosial secara kolaboratif terkait program perlindungan sosial, khususnya program perlindungan sosial adaptif.

Posisi Indonesia yang berada pada Ring of Fire (Cincin Api), menyebabkan masyarakat yang hidup pada daerah rawan bencana, memiliki potensi besar masuk dalam kelompok rentan prasejahtera.

Tidak kurang 2.300 bencana terjadi setiap tahunnya. Untuk itu, kebijakan pemerintah dan pengelolaan manajemen kebencanaan yang berbasis perlindungan sosial perlu didukung dan lebih diperkuat lagi dengan melibatkan seluruh komponen yang terkait.

Hal ini sejalan dengan beberapa tujuan SDGs yaitu mengurangi kemiskinan, membangun kota dan pemukiman yang inklusif aman, tangguh dan berkelanjutan, serta memerangi perubahan iklim dan dampaknya, sesuai rencana aksi SDGs pada poin 1, 11 dan 13.

"Kementerian Sosial mengapresiasi setinggi-tingginya dukungan ini," ucap Harry.

Namun semua ini, lanjutnya, agar dapat berjalan dengan terpadu dan tersinergi harus sejalan dengan kebijakan pemerintah yang ada sehingga penguatan yang dilakukan bersifat berkesinambungan.

Salah satu dampak bencana alam adalah memicu lahirnya kemiskinan baru.

"Korban terdampak bencana yang kehilangan harta benda, kehilangan sumber mata pencaharian, sudah tentu langsung masuk pada kelompok miskin baru," terang Harry.

Hal ini berdampak luas, untuk itu pemerintah telah melakukan upaya-upaya jaring pengaman agar meminimalisir dampak yang lebih besar.

Salah satunya, dengan memasukkan korban terdampak berat sebagai penerima perlindungan sosial adaptif. Program ini, dikatakan Harry di hadapan lembaga kemitraan PBB yang hadir, telah berjalan pada bencana gempa bumi Lombok dan Sulawesi Tengah lalu.

Dalam perspektif kebencanaan, khususnya pada area perencanaan kontingensi, Harry berharap Fernando bersama tim dapat menggambarkan skema sistem perlindungan sosial melalui cash transfer program, berikut analisisnya, misalnya indeks bantuan minimal, ketersediaan anggaran, mekanisme penyaluran, akuntabilitas, monitoring dan evaluasi agar terbangun sistem yang berkelanjutan, terkonsolidasi dan ada sinergi antara pemerintah dan empat lembaga mitra PBB dimaksud.

Diperlukan lokakarya bersama terkait pemahaman akan SDGs dan perlindungan sosial secara komprehensif yang dapat dilakukan oleh lembaga kemitraan PBB dengan mengundang seluruh pihak internal di Kemensos sebagai langkah awal menyamakan persepsi.

Kemudian, langkah tersebut perlu dilanjutkan dengan lokakarya bersama para pelaku yang tersinergi, antara lain Badan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta lembaga/NGO lainnya.

Mendukung pemerintah dalam memperkuat sistem perlindungan sosial, hal ini berarti sejalan dengan target pemerintah tentang manajemen bencana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 terkait pengurangan risiko bencana.

Sementara itu, dukungan yang diberikan oleh empat mitra Lembaga Mitra PBB terhadap program perlindungan sosial adaptif di Indonesia, rencananya dalam bentuk pendanaan, peningkatan sumberdaya manusia dan regulasi, termasuk membantu membangun sistem database yang sudah terintegrasi dengan NIK dalam menghitung jumlah korban bencana pada saat bencana. Hal ini dikatakan Fernando di hadapan Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial beserta jajarannya. 

Hadir pula pada audiensi tersebut, Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA), Rachmat Koesnadi dan Kepala Subdit Kesiapsiagaan dan Mitigasi Direktorat PSKBA, Tetri Darwis.