JAKARTA (7 Maret 2020) - Menteri Sosial, Juliari P. Batubara memimpin rapat evaluasi penanganan bencana yang terjadi di wilayah Jabodetabek. Rapat diikuti sebanyak 250 relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana) Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, Sabtu (7/3).

Dalam sambutannya, Mensos memberikan apresiasi kepada Tagana karena pengabdiannya dalam penanganan bencana.

"Saya bilang kalau Kemensos tidak ada Tagana, kita tidak tau harus ngapain. Itu ucapan yang paling tulus dan itu penghargaan yang tidak bisa dinilai dengan uang," ucap Mensos.

Aset Kementerian Sosial, lanjutnya, paling berharga saat kebencanaan adalah adanya relawan Tagana. Tidak ada yang lebih berharga dari Tagana untuk Kementerian Sosial, khususnya pada saat bencana datang.

"Oleh karena itu, pagi hari ini, saya mewakili Kementerian Sosial, ijinkan sekali lagi untuk menyampaikan penghargaan apresiasi yang setinggi-tingginya untuk teman-teman Tagana semua. Karena tanpa kalian, pastinya, Menteri Sosial tidak bisa apa-apa pada saat bencana,” papar bapak dua anak ini.

Setiap saat, lanjutnya, saya turun, saya jadi Menteri kurang lebih empat bulan, beberapa kali saya turun, saya lihat di sana sudah banyak Tagana dan semua dalam keadaan yang siaga dan dalam keadaan in action.

"Jadi, bukan dalam keadaan yang seliweran gak jelas, ‘kan bisa kita nilai semua dalam keadaan siaga dan in action," tandas Ari, sapaan akrab Mensos.

Ari mengatakan bahwa bencana di Indonesia sifatnya permanen, jadi tidak mungkin tidak ada bencana. "Apakah itu banjir, gempa, letusan gunung berapi, kemudian juga di samping bencana alam, bencana sosial juga tetap kita harus waspada dan siaga," katanya.

Oleh karena itu, ungkapnya, sudah sangat pantas apabila kehadiran Tagana ini bisa meringankan atau meminimalisasi tambah beratnya atau tambah korbannya pada saat bencana terjadi karena Tagana ini lahir dari Community-Based Disaster Management yang berasal dari masyarakat.

Rapat evaluasi penanganan bencana yang melibatkan 250 Tagana tersebut juga dihadiri oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Harry Hikmat, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial, Pepen Nazarudin, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Edy Suharto, serta Kepala Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial (BP3S), Syahabuddin.

Lebih lanjut, Ari menekankan bahwa kedepannya, bukan hanya jumlahnya (Tagana) yang dirawat, tapi kualitas ditingkatkan. Jumlah Tagana Utamanya harus bertambah, begitu juga dengan Tagana Madya dan Tagana Pratama.

"Tagana Madya menjadi Tagana Utama, yang tadinya Pratama menjadi Madya. Inilah penjenjangannya yang harus diperkuat," pungkas Politisi PDIP tersebut.