BIMA (5 Juli 2020) – "Selain bekerja purna waktu pada Program Keluarga Harapan (PKH), saya menjalankan usaha (laundry). Ada empat penerima bantuan PKH di Kota Bima yang menjadi karyawan di sana," ungkap Yudhi Rosyadi, seorang Operator (Operator istilah dahulu---sekarang berganti nama menjadi Administrasi Pangkalan Data (APD)) PKH Kabupaten Bima sembari tersenyum.

Menjadi bagian dari Sumber Daya Manusia (SDM) PKH, tak lantas membuat Yudhi berpuas diri. Ia membangun usaha laundry sejak tahun 2016 dengan alasan terketuk untuk mempraktekkan pemberdayaan pada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) agar tidak bergantung pada bantuan non tunai bersyarat yang diterima.

“Saya ingin mereka tidak mengandalkan bantuan PKH saja. Mereka harus dilibatkan dalam aktivitas yang produktif agar memiliki pendapatan mandiri untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya,” terang Yudhi membeberkan motifnya saat memulai usaha itu.

Pria berambut kribo ini menyebutkan para penerima PKH yang kini menjadi karyawan laundry miliknya bernama Junari, Sarafiah, Ferawati dan Nuraini. Keempatnya mulai bekerja pada tahun 2017. Sejak saat itu, mereka mendapat penghasilan dan dapat memanfaatkannya untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarga.

“Sejak resmi menjadi karyawan, mereka telah mendapatkan gaji pokok sebesar 1 juta/bulan. Selain itu, mereka mendapatkan uang makan 10 ribu/hari, bahkan menerima insentif 200 ribu setiap dua bulan sekali”, tutur alumni STIA Mataram ini.

Ia mengklaim, awal merekrut KPM tersebut lantaran melihat kondisi ekonomi keempatnya yang memprihatinkan. Lama bergelut dengan permasalahan sosial di PKH dan enggan menyaksikan KPM hanya berdiam diri menunggu bantuan pemerintah semata, ia lantas memberikan penawaran untuk menjadi karyawan pada usaha yang dijalankannya.

“Motivasi beraktivitas positif harus ada untuk mereka yang tak berdaya secara ekonomi, agar ada keinginan untuk merubah diri dan bangkit dari keterpurukan. Bantuan sosial itu bukan warisan,” terang suami Rostina ini.

Lebih lanjut, pria kelahiran ‘82 itu menghimbau para penerima PKH untuk mandiri. Terlebih, ia mengingatkan, PKH adalah bantuan bersyarat dengan jenis komponen tertentu. Jika komponen sudah tidak memenuhi syarat, maka KPM harus siap menerima kenyataan bahwa dirinya tidak mungkin lagi menerima bansos.

Begitu pun sebaliknya, jika sudah cukup mampu secara finansial, maka KPM juga harus siap mundur dari kepesertaan PKH dan tidak lagi menerima bansos. Untuk itu, segala antisipasi untuk 'menambal' ekonomi keluarga harus segera dicari jalan keluarnya. 

"Ya, minimal seperti ini, bisa beraktivitas dan mendapatkan hasil. Jangan malu bekerja apapun, malulah jika hanya berharap pada bantuan pemerintah. Yang merubah diri kita, bukan orang lain, melainkan diri sendiri,” motivasi Yudhi pada empat KPM yang kini menjadi karyawannya.

Mengenal Sang Operator PKH Asal Kota Bima

Yudhi adalah jebolan PKH tahun 2011 dengan kualifikasi Operator pada rekrutmen SDM PKH kala itu. Karena keuletannya di bidang elektronik dan manajemen komputerisasi, ia lantas menjadi andalan SDM PKH pada Divisi Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Determinasi.

Empat tahun silam, ia merintis sebuah usaha jasa cuci pakaian. Usaha yang ditekuninya di lokasi Jl. Gajah Mada Lingk. Nusantara RT 009/RW 004 Kelurahan Monggonao, Kecamatan Mpunda, Kota Bima itu mendapat lisensi dengan nama ‘Laundry 88 Kota Bima’.

Setiap hari, ia memanfaatkan waktunya untuk mengelola usaha usai menuntaskan tugas dan kewajibannya di PKH. Ia menceritakan sebelum COVID-19, semula karyawannya berjumlah 6 orang. Namun, akibat kondisi pandemi, dua karyawan diantaranya diistirahatkan untuk sementara waktu.

“Dua karyawan yang diistirahatkan tadi, hak mereka sebagai karyawan tidak dikurangi. Sementara empat karyawan KPM PKH tetap saya pertahankan,” cerita Yudhi.

Sebelum COVID-19, lanjutnya, dia mampu meraup pendapatan 13 juta sampai 16 juta rupiah setiap bulan. Saat ini, kata dia, pendapatan dari usaha laundrynya berkisar di angka 10 juta sampai 12 juta rupiah.