JAKARTA (27 Juli 2020) - Untuk mempercepat penyelesaian urusan bencana, Menteri Sosial, Juliari P. Batubara memastikan bahwa Kementerian Sosial menggunakan pendekatan berbasis komunitas dengan melibatkan unsur masyarakat di seluruh Indonesia. Taruna Siaga Bencana (Tagana), disebut Mensos, sebagai wujud nyata penanganan bencana berbasis komunitas.


“Kami dari Kemensos memastikan bahwa sistem penanggulangan bencana ini harus berbasis komunitas dan harus lebih efektif kedepannya,” ujar Mensos di hadapan para Koordinator Tagana seluruh provinsi di Indonesia melalui media virtual di Jakarta, Senin (27/7).


Sistem penanggulangan bencana berbasis komunitas, dikatakan Juliari, menitikberatkan pada peran masyarakat. Menurutnya, edukasi kepada masyarakat menjadi perlu untuk memperkenalkan mereka pada gejala alam sehingga mereka bisa bersahabat dengan lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini penting mengingat sebagian besar wilayah Indonesia rawan terhadap bencana mulai dari banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi, sampai tsunami.


“Masyarakat harus diedukasi sejak dini bagaimana memahami bahaya dan sinyal akan terjadinya bencana baik bencana alam atau bencana sosial. Setidaknya, mereka sudah bisa melakukan deteksi dini sehingga bisa menyelamatkan diri sendiri,” tambah mantan ketua IMI dua periode ini.


Kementerian Sosial terus memperkuat mitigasi bencana berbasis masyarakat melalui Tagana dan Kampung Siaga Bencana. “Mereka bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai tanda-tanda bencana dan bagaimana cara menyelamatkan diri serta melakukan evakuasi. Mereka juga menjadi garda terdepan dalam menolong masyarakat,” jelas Juliari. 


Data Kemensos mencatat, saat ini, sebanyak 39.004 orang telah direkrut menjadi anggota Tagana dan sebanyak 638 kampung telah dikukuhkan menjadi Kampung Siaga Bencana.


Dalam UU No. 24 Tahun 2007 Bab I Pasal 1 nomor 9, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.


Meski demikian, pemerintah terus melakukan penyempurnaan dukungan penanggulangan bencana dengan melakukan revisi terhadap UU Kebencanaan yang melibatkan banyak pihak. “Hal ini penting untuk memberikan perbaikan dalam penanganan kebencanaan,” terang Ari. 


Bapak dua anak ini juga menyambut baik kerja sama yang dilakukan Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) dengan sejumlah negara, seperti Jepang, dalam penanggulangan bencana. “Saya sambut baik kerja sama itu, karena dengan kerja sama maka bisa meningkatkan kemampuan kita dalam penanggulangan bencana,” tambahnya.


Tagana Ikut Tanggulangi Penyebaran COVID-19


Selain terlibat penanganan bencana alam, Tagana juga diminta untuk ikut serta dalam penanganan bencana sosial, seperti penyebaran wabah COVID-19, yang masih terjadi. Mensos menjelaskan saat ini kasus yang terjadi di Indonesia telah melebih kasus yang terjadi di negara asal wabah yaitu Cina.


“Saat ini, yang saya lihat, masyarakat kita belum disiplin. Saya sering liat masyarakat masih belum menjaga protokol kesehatan. Ini belum normal. Kalau kita lihat grafiknya, kita ini tinggi (jumlah kasusnya), sudah menembus angka 100.000 (kasus),” beber Mensos.


Mensos menilai Tagana dianggap perlu bekerja sama dengan aparat keamanan untuk terlibat aktif dalam urusan penegakan hukum kepada masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan. “Jika perlu, Tagana bersama dengan aparat keamanan membubarkan kerumunan masyarakat yang tidak menggunakan masker. Tentu dengan terlebih dulu melaporkan hal ini ke Kepolisian,” pinta Ari.


Di kesempatan yang sama, Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos), Pepen Nazaruddin mengaku akan meningkatkan kemampuan Tagana dalam menanggulangi bencana yang terjadi. Oleh karena itu, kata Pepen, Kemensos akan melakukan sertifikasi kepada mereka.


“Dalam rangka meningkatkan kapasitas Tagana, kami akan bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dengan Badan Pendidikan, Penelitian dan Penyuluhan Sosial (Badiklit) Kemensos dalam melakukan standarisasi kemampuan mereka,” ungkap Pepen. 


Di samping itu, Pepen juga akan mengajukan revisi Peraturan Menteri Sosial mengenai peran dan keberadaan Tagana lantaran banyak kegiatan yang belum dimuat dalam peraturan tersebut. “Dalam revisi ini, nantinya Tagana akan dididik bagaimana menjadi leader, berkoordinasi dengan berbagai instansi, hingga memiliki conceptual skill dan technical skill,” terang Pepen.


Tidak hanya itu, Kemensos juga akan melakukan sistem monitoring Tagana dengan mencantumkan latar belakang pendidikan masing-masing personel. Untuk itu, seluruh anggota Tagana diminta menyerahkan data pendidikan untuk diklasifikasi sesegera mungkin. “Dengan sistem monitoring ini, kita bisa mengetahui seberapa besar kemampuan Tagana dan pelatihan lanjutan seperti apa yang akan diberikan kedepannya,” tandas Pepen.


Sebelum Menteri Sosial memberikan arahan, sesi pertemuan Mensos dengan Koordinator Tagana seluruh provinsi di Indonesia itu diawali dengan pemaparan kondisi terkini, serta kegiatan yang telah maupun tengah dilakukan di daerah masing-masing. Selain melalui media virtual yang terhubung, sesi pertemuan itu juga ditayangkan secara live melalui kanal media sosial milik Ditjen Linjamsos. Sampai akhir penayangan, siaran itu sudah ditonton hingga lebih dari 13 ribu kali, atau setara 30% dari jumlah seluruh personel Tagana di Indonesia.