BOGOR (17 Januari 2023) – Data Kesejahteraan Sosial Terpadu (DTKS) merupakan data acuan dalam penetapan penerima bantuan sosial (bansos). Pembaruan dan perbaikan DTKS paling dipastikan agar bansos salur tepat sasaran.
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan perbaikan dan pembaharuan DTKS merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. “Di undang-undang diamanatkan bahwa perbaikan data itu dilakukan oleh daerah,” katanya saat menjadi narasumber dalam diskusi panel Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Tahun 2023 di Sentul International Convention Center, Bogor, Selasa (17/1).
Merujuk UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Mensos menjelaskan DTKS setidaknya harus diperbaharui setiap dua tahun. Namun menurutnya, perubahan data di lapangan sangat dinamis sehingga pembaharuan harus dilakukan dalam waktu yang lebih pendek.
“Tapi dalam perkembangannya,(perubahan data akibat) kematian ini cepat sekali. Apalagi saat saya masuk itu Covid sehingga tak turunkan (saya perpendek perbaikannya). (Karena) kalau 6 bulan itu tidak mungkin karena pasti data itu sudah berubah karena yang meninggal banyak. Sehingga kemudian kita rubah data itu perbaikannya setiap bulan,” katanya.
Lebih lanjut, Mensos menuturkan perbaikan data dimulai dari penetapan kriteria fakir miskin oleh pemerintah pusat. Saat ini sudah dilakukan penyederhanaan kriteria calon penerima dari yang sebelumnya sebanyak 46 menjadi 9 kriteria. Calon penerima diusulkan oleh pemerintah di tingkat kelurahan atau desa dan kecamatan, kemudian diverifikasi oleh pemerintah tingkat kabupaten/kota dan provinsi untuk diteruskan ke Kemensos.
“Kemudian baru saya menetapkan usulannya dari daerah. Saya menetapkan data yang dipakai sebagai dasar untuk pemberian bantuan,” kata mantan Walikota Surabaya ini.
Menurut Mensos, terdapat empat pertimbangan dalam perbaikan data yaitu parameter Kemiskinan, bencana, evaluasi realisasi mingguan, dan kelahiran/kematian/perpindahan. “Hampir setiap hari ada bencana sehingga kemudian lahir orang miskin baru. Rumahnya hilang,” ujarnya.
Dalam siklus perbaikan DTKS baru yang dipaparkan Mensos, dalam proses verifikasi dan validasi, DTKS dipadankan dengan data Dukcapil, BKN, AHU, dan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini bertujuan untuk menghindari data eror seperti ASN dan pengurus perusahaan, yang tercatat di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) milik Kemenkumham, masuk dalam daftar penerima bansos. Mensos juga menerapkan quality assurance dan penyediaan informasi publik seperti fitur "usul sanggah" untuk menjaga validitas data.
Saat ini, terdapat 148,7 juta jiwa yang terdaftar di DTKS. Data tersebut merupakan data valid yang sudah padan dengan Dukcapil. Mensos juga memaparkan partisipasi pemda dalam verifikasi DTKS dimana sebanyak 33,8 juta data diperbaiki oleh pemda. Namun sekarang terdapat 19,6 juta usulan baru yang harus diverifikasi dan divalidasi oleh pemda.
Mensos mengajak pemda untuk turut berperan aktif dalam perbaikan data mengingat DTKS dijadikan acuan dalam penyaluran bansos baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satunya adalah acuan kepersertaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK).
“Sekarang banyak daerah yang minta usul tambahan PBI Pak Menteri (Menteri Kesehatan). Saya sudah sudah usulkan untuk penambahan ke Bu Menkeu (Menteri Keuangan). Tapi yang disetujui baru PBI untuk disabilitas,” katanya kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang juga menjadi narasumber di panel III.
Selain memaparkan data, Mensos juga membeberkan program Kemensos dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat seperti Bantuan Sosial, Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA), penyediaan lumbung sosial untuk daerah rawan bencana, Sentra Kreasi ATENSI, dan yang paling utama adalah lahirnya DTKS baru yang lebih dinamis.
Selain Menkes, hadir juga dalam Panel III adalah Menko PMK Muhadjir Effendi, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir, dan Fisikawan Yohanes Surya yang menjelaskan giatnya mengajar anak Indonesia agar pandai berhitung.