JAKARTA (26 Oktober 2022) - Suasana hening, seketika riuh saat getaran yang mengundang trauma datang. Tak lama pengeras suara berbunyi lantang, memberi peringatan bahaya datang. Dag dig dug, degup jantung laksana bedug ditabuh kencang. Namun helaan nafas tetap harus tata beraturan.  Fokus perhatian tertuju pada dinamika di pengungsian dan mencarikan tempat aman. Begitu yang tergambar dari cerita Doddy Kaliri saat menjadi relawan siaga bencana gempa bumi di Palu dan merasakan gempa bumi susulan.

Bagi Ketua Disabilitas Siaga Bencana (Difagana) ini, menjadi relawan tanggap bencana sungguh hal yang luar biasa. Keterbatasan para penyandang disabilitas anggota Difagana tidak menghalangi jiwa kerelaan sosial. Difagana merupakan salah satu relawan Kementerian Sosial. Mereka terbetuk tahun 2017 atas inisiasi Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta. Difagana menjadi implementasi amanat UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pasal 109 ayat 3 bahwa penyandang disabilitas dapat berpartisipasi dalam penanggulangan bencana.


Partisipasi penyandang disabilitas juga diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2020 pasal 22 ayat 1 bahwa penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) dapat mengikutsertakan penyandang disabilitas dan pihak lainnya.

Difagana dikenal juga dengan Sahabat Taruna Siaga Bencana (Tagana). Dalam praktiknya, Difagana menjalankan tugas kemanusiaan tanggap bencana untuk melakukan pendataan para penyandang disabilitas di lokasi bencana, pendataan kebutuhan alat bantu, pengelolaan shelter pengungsian, manajemen logistik, dapur umum, layanan dukungan psikososial dan edukasi.

"Misal dapur umum, kita dilatih untuk memanajemen logistik yang diperlukan bagi sejumlah pengungsi. Jadi fokus di pengelolaan shelter pengungsian termasuk membangun tenda," kata Doddy saat ditemui di pameran Sentra Terpadu Inten Soeweno Bogor, baru-baru ini.

Kehadirannya di pameran ini dalam rangkaian  acara Pertemuan Tingkat Tinggi Asia-Pasifik untuk Penyandang Disabilitas dengan nama High-level Intergovernmental Meeting on the Final Review of the Asian and Pacific Decade of Persons with Disabilities (HLIGM-APDPD) yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta pada 19-21 Oktober 2022.


Kata Doddy, sebanyak 121 anggota Difagana yang telah direkrut sejak 2017 ini mendapat pelatihan langsung dari Tagana sebagai Pilar Sosial di bawah nauangan Kementerian Sosial.

"Teman-teman difagana ini dimentori oleh Tagana. Mereka bisa mendirikan tenda selama 7 menit. Demo ini dilakukan saat ulang tahun Tagana di Kebumen," kata Sigit Alifianto, Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta.


Difagana menjalani misi kemanusiaan pertamanya saat bencana Gempa Bumi di Lombok pada Juli 2018 serta Gempa Bumi dan Tsunami di Palu pada September 2018 selama 40 hari. Kehadiran Difagana mendapat apresiasi. Penanganan penyandang disabilitas di kondisi bencana menjadi efektif ketika menggunakan konsep peer to peer (komunikasi dua arah).

Difagana juga telah digaungkan namanya di dunia internasional. Doddy menjadi perwakilan Indonesia di acara The Asian Local Leaders Forum For Disaster Resillience (ALL4DR) di Brisbane, Australia pada 20 September 2022.


Di forum Internasional ini, Doddy menjadi pembicara tentang upaya yang dilakukan Difagana, mengenalkan aplikasi Difagana Disaster Emergency Support (Difgandes) dan harapan Difagana kedepan. Difgandes ini berfungsi untuk mempermudah akses informasi bagi penyandang disabilitas netra dan rungu wicara terkait kebencanaan. Di aplikasi ini juga tersedia data masyarakat rentan di suatu wilayah dan karakteristik fisik maupun rekam medis secara umum, sehingga saat di pengungsian, data sudah tersedia dan memudahkan pemenuhan kebutuhannya.


Selain menjadi pembicara, Doddy pun mendapat kejutan penghargaan sebagai Local Champion. Penghargaan ini diberikan atas keberanian, semangat, dan tekadnya yang tiada henti untuk bekerja dalam ketahanan bencana di komunitas.

 

"Langkah Difagana ini harapannya bisa merubah mindset masyarakat bahwa penyandang disabilitas adalah subyek, bukan obyek. Kedepan, perlu sama-sama diskusi membangun kebijakan yang ramah disabilitas," kata Doddy.

 

Di sisi lain, Sigit mengungkapkan harapannya agar jumlah Difagana bertambah. "Kita punya harapan Difagana ini bisa kita tambah lg jumlahnya, khususnya di DIY. Caranya dengan mewajibkan setiap tim Kampung Siaga Bencana (KSB) ada penyandang disabilitasnya. Ini yang akan menjadi embrio Difagana selanjutnya," kata Sigit.

 

Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI