JAKARTA (4 Oktober 2019) - Tim
Layanan Dukungan Psikososial (LDP) Kementerian Sosial memberikan pendampingan
kepada para penyintas yang tersebar di enam titik pengungsian di Wamena,
Kabupaten Jayawijaya, Papua.
"Tim LDP dari Pusat sebanyak tiga orang didukung
Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dan Pendamping Program Keluarga
Harapan (PKH) di Wamena. Mereka telah merampungkan asesmen cepat dan mulai
melakukan serangkaian terapi kepada penyintas," kata Mensos Agus Gumiwang
Kartasasmita di Jakarta, Jumat.
Sebanyak enam titik lokasi pengungsian telah mereka
kunjungi secara reguler yakni di Kodim, Polres, Gereja Bethlehem, Gereja
Advent, Gereja Homhom dan Masjid Baiturrahman di Wamena. Di setiap lokasi tim
melakukan pendataan penyintas dan mengajak anak-anak bermain.
"Kemudian untuk orang dewasa dilakukan doa bersama
di masjid dan gereja-gereja," kata Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita.
Dikatakannya, hasil asesmen Tim LDP menunjukkan pada
umumnya aspek kognitif penyintas menunjukkan perilaku kebingungan, tidak tahu
harus melakukan apa, khawatir akan tidak jelas bagaimana masa depannya.
Sementara pada aspek emotifnya penyintas merasa takut, cemas, khawatir, tegang,
sering terkejut apabila mendengar suara keras, selalu waspada, curiga, sedih
tidak tenang saat tidur malam.
"Oleh karena itu harus dilakukan rehabilitasi sosial
melalui layanan dukungan psikososial. Ini adalah bentuk Negara Hadir dalam
pemenuhan kebutuhan dasar bagi penyintas, sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial Pasal
38," katanya.
Dijelaskan Menteri, dalam pasal 38 disebutkan bahwa
pemerintah bersama pemerintah daerah melaksanakan rehabilitasi di daerah
pascakonflik dan daerah terkena dampak konflik salah satunya dengan cara
pemulihan psikologis korban konflik dan pelindungan kelompok rentan.
"Alhamdulillah kehadiran Tim LDP Kemensos telah
memberi warna di pengungsian. Anak-anak menyanyi dam bermain bersama, ceria dan
merespon dengan baik saat diajak menggambar dan mewarnai. Sedangkan orang tua
mereka dan para lansia senang karena Tim LDP bisa menjadi teman berbagi cerita
di pengungsian. Dengan cara ngobrol dan bercerita setidaknya bisa mengurangi
beban batin dan rasa trauma mereka," kata Mensos Agus Gumiwang
Kartasasmita.
Sementara itu Koordinator Tim LDP Milly Mildawati
mengatakan untuk penanganan pascakonflik Wamena, pihaknya telah menyusun
rencana intervensi yakni (1) Membuat jadwal kegiatan bersama anak-anak dan
perempuan dewasa, serta pria dewasa di titik-titik pengungsian setipa pagi dan
sore hari; (2) Prioritas kegiatan untuk anak-anak adalah bermain yang bertujuan
rekreasional, (3) Prioritas untuk penyintas perempuan dewasa dan pria dewasa
adalah stress release untuk mengurangi tension mereka akibat mengalami
kejadian traumatis; (4) Advokasi untuk pemenuhan kebutuhan dasar.
"Aktifitas rekreasional bersama anak-anak bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan bermain anak. Sedangkan untuk penyintas perempuan dan
pria dewasa kegiatannya meliputi percakapan sosial yang bertujuan memberikan
ruang komunikasi (katarsis mental), mendengarkan (menampung) keluhan dan
harapan para penyintas," terang Milly.
Tim LDP juga mengajak penyintas melakukan relaksasi
imajinatif. Tujuannya membuat penyintas merasa tenang dengan mengajak penyintas
berhenti sejenak (istirahat) dari pikiran dan perasaan negatif.
Berikutnya adalah relaksasi otot progresif yang bertujuan
melemaskan otot yang tegang agar menjadi rileks dan membantu mempermudah untuk
tidur.
"Kepada petugas Dapur Umum Tagana di Posko Utama dan
Relawan Sosial yang tediri dari para guru diberikan PMR (Progressive Muscle
Relaxation) karena petugas lapangan pun rentan mengalami secondary
traumatic dan nantinya mereka bisa mengajarkan kepada petugas atau penyintas
lainnya," kata Milly.
Seperti diketahui pada Senin (23/9) telah terjadi
kerusuhan sosial di Wamena. Hal ini dipicu kabar hoaks dugaan tindakan berbau
rasis yang dilakukan oleh oknum guru ke muridnya.
Akibat kerusuhan tersebut, menyebabkan jatuhnya korban
meninggal dunia, perusakan serta pembakaran kendaraan bermotor dan bangunan
milik pemerintah maupun warga sipil. Hal ini menyebabkan warga mengungsi di
beberapa titik.
Peristiwa ini menyebabkan 32 jiwa meninggal dunia, 9.240
jiwa mengungsi, 77 jiwa mengalami luka-luka, 224 mobil terbakar, 150 motor
terbakar, 165 rumah rusak karena terbakar, 20 unit perkantoran rusak, 465 unit
tempat usaha warga rusak. Sementara itu jumlah pengungsi hingga 1 Oktober
sebanyak 6.112 orang.
Kementerian Sosial RI mengirimkan bantuan untuk Kabupaten
Jayawijaya berupa pemenuhan kebutuhan dasar berupa bantuan logistik bagi
kelompok rentan serta pemulihan usaha ekonomi warga.
Bantuan tahap awal diberikan dalam bentuk Pembuatan Dapur
Umum untuk 5.000 jiwa, 1.500 Paket Perlengkapan Pakaian Anak, 1.500 Paket
Perlengkapan Pakaian Pria, 1.500 Paket Perlengkapan Pakaian Wanita, 2.500
Matras, 1.500 Tenda gulung /terpal, 2.500 Selimut, 100 unit Bantuan Usaha
Ekonomi Produktif.
Kementerian Sosial juga menyalurkan santunan kepada ahli
waris korban meninggal. Jumlah korban meninggal sebanyak 32 orang, sedangkan
santunan adalah Rp15 juta per jiwa.
Plt. Kepala Biro Humas Kemensos RI
Sonny W. Manalu