Bermain untuk Pulih: Menyembuhkan Trauma Anak-anak di Pengungsian Gempa Bandung
Penulis :
Riska Surya Ananda
Editor :
Early Febriana
Bandung (25 September 2024) - Sudah satu minggu, anak-anak korban gempa di Kabupaten Bandung menjadikan tenda pengungsian sebagai tempat tinggal. Gempa merusak rumah, memaksa mereka berlindung di bawah terpal. Di luar tenda, langit abu-abu menggantung rendah, suhu dingin membuat pasrah.
Namun, saat masuk ke tenda Layanan Dukungan Psikososial Kementerian Sosial di Desa Cibereum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, dunia terasa berbeda. Atapnya penuh warna-warni tata surya, planet-planet dan bintang-bintang di atas kepala. Astronot mengambang, seolah-olah melayang di luar angkasa.
Dinding tenda dihiasi gambar-gambar cerita rakyat. Ada Si Toba yang sedang memancing ikan, hingga Suro yang hijau dan birunya Boyo yang berkejaran.
Warna-warni cerah khas anak-anak menghiasi setiap inci atap dan dinding. Seolah memindahkan anak-anak dari tempat pengungsian, menuju dunia dongeng yang penuh keajaiban.
Di antara pemandangan imajinatif, senyum dan tawa terukir. Bersama dengan Tim Layanan Dukungan Psikososial Kemensos, mereka yakin bencana ini akan segera berakhir. Apalagi siang itu, Rabu (25/9/2024), mereka kedatangan tamu spesial. Gus Ipul, sang Menteri Sosial. Dengan senyum yang hangat, Mensos bernama lengkap Saifullah Yusuf itu menyapa dan membawa pesan penting.
Mensos Gus Ipul menekankan pentingnya pemahaman terhadap berbagai ancaman bencana alam. “Ada bencana banjir, ada gunung api, ada juga longsor, ada juga rawan gempa,” jelasnya sambil sesekali memberi jeda agar anak-anak bisa mencerna informasi.
Dalam suasana hangat namun penuh perhatian, Mensos Gus Ipul mengajak anak-anak agar bisa memahami bencana sehingga mereka bisa melakukan penyelamatan.
Suasana pun seketika lebih riang saat Mensos Gus Ipul mengomentari lagu yang baru dinyanyikan anak-anak. “Salah satu caranya tadi seperti dalam lagu itu. Hebat ini lagunya, tepuk tangan!” serunya sambil tersenyum lebar. Tepuk tangan riuh menggema dari tenda, menambah kehangatan di tengah cuaca dingin.
Anak-anak menyanyikan “manuk dadali” yang liriknya diubah sesuai dengan urutan mitigasi bencana. Uniknya, lirik tetap berbahasa sunda agar mudah dihafal anak-anak. Adalah salah satu anggota Tim LDP Kemensos, Igun Gunawan (50), yang mengubah lirik lagu tersebut.
“Lamun aya gempa dijaga mastakana,” yang berarti "Jika ada gempa, jaga kepalamu," diikuti dengan “Lamun aya gempa nyumput ka kolong meja,” atau "Jika ada gempa, berlindung di bawah meja."
Lagu tersebut melanjutkan panduan penting seperti “Lamun aya gempa jauhan anu bahaya,” yang berarti "Jauhi benda berbahaya," dan “Lamun aya gempa lumpat kanu laluasa,” atau "Lari ke tempat terbuka."
Untuk mencegah kepanikan, anak-anak juga diajarkan melalui lirik “Lamun pasesedeuk, tong suntrung-suntrungan,” yang artinya "Jika ramai, jangan saling dorong," dan “Ulah parebut, lumpat kanu aman,” atau "Jangan berebut, lari ke tempat yang aman."
Meskipun berhasil membuat anak-anak memahami mitigasi bencana lewat lagu, Igun mengatakan ia belum meminta izin kepada keluarga Abah Sambas, pencipta lagu Manuk Dadali. Namun ia yakin, keluarga tidak akan keberatan karena lagu tersebut digunakan untuk tujuan kebaikan dan tidak dikomersilkan.
Lewat lagu, Igun berharap anak-anak bisa melakukan penyelamatan diri. Sejak gempa bermagnitudo 4,9 yang terjadi pada 18 September lalu, lebih dari 30 kali gempa susulan masih terjadi.
“Saat gempa lagi mereka bisa melakukan penyelamatan yang lebih baik. Karena kemarin-kemarin kan mereka pada berebut, injek-injekan, desak-desakkan,” jelasnya. Gempa utama terjadi pukul 09.41 WIB, saat itu anak-anak sedang berada di sekolah.
Lanjut Igun, layanan dukungan psikososial di posko pengungsian membantu mengurangi rasa trauma anak-anak. “Dukungan psikososial mengembalikan anak pada keberfungsian sosial mereka, yaitu belajar dan bermain,” jelasnya.
Tim LDP Kemensos mengajak anak-anak mengungkapkan rasa takut mereka dengan cara yang gembira. Di satu sudut dinding tenda, terdapat tulisan dari puluhan anak-anak tentang perasaan mereka. Tak dipungkiri, kebanyakan mengakui mereka mengalami tekanan psikologis.
Untuk itu, Tim LDP Kemensos hadir membantu anak-anak mengurangi trauma. Ada banyak aktivitas yang dilakukan, mulai dari bernyanyi, bermain, berolahraga, menggambar, mewarnai, bermain catur, hingga flying fox. Tenda LDP hampir tidak pernah kosong, selalu penuh dengan anak-anak.
Salah satu anak yang selalu mengunjungi Tenda LDP Kemensos adalah Fadillah (11). Siswa Kelas V SD Lebaksari ini terpaksa mengungsi sebab rumahnya rusak akibat gempa. Tidak hanya rumah, sekolahnya juga rusak. Fadil bersama anak-anak lainnya terpaksa belajar di tenda darurat yang juga disiapkan Kemensos.
Di tenda LDP, Fadil mengikuti berbagai kegiatan. “Banyak kegiatan sama Kak Igun, ada mewarnai, bernyanyi,” katanya seraya mengatakan ia senang sebab di tenda ada banyak teman.
Sejak hadir untuk anak-anak di pengungsian, Tim LDP Kemensos perlahan mengubah trauma dan kesedihan anak-anak menjadi senyuman dan harapan.
Terima kasih kepada Tim LDP Kemensos. Seminggu berlalu, ingatan soal gempa tak lagi mengganggu.
Bagikan :