JAKARTA (23 Januari 2020) – Pendamping PKH berkinerja buruk dan atau melanggar kode etik bisa diberhentikan dari tugasnya. Hal tersebut disampaikan oleh Ni Masjitoh Tri Siswandewi, Kepala Sub Direktorat Sumber Daya, Direktorat Jaminan Sosial dalam kegiatan audiensi bersama DPRD Kabupaten Bengkulu Utara.
“Kinerja pendamping itu sangatlah banyak dan berat. Mereka harus membimbing para Ibu KPM dalam pertemuan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) dengan memberikan penyuluhan agar terjadi perubahan perilaku dari keluarga KPM dalam mengakses layanan kesehatan, pendidikan serta kesejahteraan sosial. Itu dan masih banyak tugas lapangan yang harus dijalankan,” kata Ni Masjitoh di Jakarta, Kamis (23/01/2020).
Pernyataan Ni Masjitoh ini disampaikan untuk menjawab keluhan yang disampaikan oleh DPRD Kabupaten Bengkulu Utara terkait para pendamping PKH yang terkesan tidak bekerja maksimal sehingga banyak terjadi salah sasaran dalam penyaluran bansos PKH.
“Banyak warga yang dahulunya memang berhak dan mendapatkan bantuan PKH. Berkat PKH ekonomi mereka pun meningkat. Namun, para KPM ini meskipun sekarang sudah menjadi masyarakat mampu, mereka tidak mau dikeluarkan dari program,” kata Edi Afrianto, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bengkulu Utara.
Untuk menangani permasalahan ini, perlu adanya koordinasi yang baik antara pendamping PKH, aparat desa, koordinator pendamping, dinas sosial setempat, serta operator SIKS NG agar terjadi sinkronisasi data. Pendamping PKH mendapatkan gaji dari pusat, namun penggunanya adalah dinas sosial setempat sehingga merupakan kewajiban dari daerah untuk turut memberikan pembinaan dan pengawasan kepada para pendamping agar kinerjanya menjadi lebih baik, lanjut Ni Masjitoh.
Pendamping memegang peranan krusial dalam penyaluran bansos PKH. Jumlah pendamping PKH pada tahun 2019 mencapai angka 36.000 orang dan tersebar di seluruh Indonesia. Secara ringkas, peran pendamping PKH adalah sebagai fasilitator, mediator, dan advokator.
Pada pelaksanaannya, apabila terdapat pendamping PKH yang melakukan pelanggaran, agar dilaporkan ke dinas sosial setempat untuk diproses sesuai dengan prosedur yang berlaku dan diberikan sanksi yang sesuai. Bahkan pendamping dengan pelanggaran berat seperti terlibat dalam menyalahgunakan program untuk kepentingan pribadi, politik praktis, dan pelanggaran berat lainnya akan dikeluarkan dan bisa dipidanakan.