Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting sebagai penyiapan SDM bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengakibatkan perubahan dan pertumbuhan ke arah yang lebih kompleks. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial dan tuntutan-tuntutan baru yang tidak dapat diramalkan sebelumnya, sehingga pendidikan selalu menghadapi masalah karena adanya kesenjangan antara yang diharapkan dengan hasil yang dapat dicapai dari proses pendidikan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, peranan dan proses pendidikan perlu mendapat perhatian khusus. Pendidikan menuntut adanya perhatian atas partisipasi dan keterlibatan dari semua pihak. Dengan adanya pendidikan akan dapat mencerdaskan siswa serta membentuk manusia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembangunan pendidikan seharusnya diutamakan karena suatu kemajuan bangsa dapat dilihat dari kemajuan pendidikan. Siswa, guru, proses belajar mengajar, manajemen, layanan pendidikan serta sarana penunjang lainnya harus saling terkoordinasi dan bekerjasama dengan baik.

Jumlah anak yang turun ke jalan untuk mencari nafkah dari hari ke hari terus naik. Data dari Kementerian Sosial menunjukkan, jumlah anak jalanan pada tahun 2017 masih sekitar 36.000 orang dan sekarang menjadi sekitar 232.894 orang. Jumlah anak Indonesia berusia 0-18 tahun menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 mencapai 79.8 juta anak. Mereka yang masuk kategori terlantar dan hampir terlantar mencapai 17.6 juta atau 22.14 persen.

Fenomena anak jalanan juga terjadi di Kota Bengkulu. Data dari Dinas Sosial Kota Bengkulu menunjukkan pada tahun 2011 ada 210 anak jalanan dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 235 anak yang tersebar di berbagai sudut kota.

Menurut Pasal 9 ayat (1) UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak–hak asasi manusia pada umumnya, seperti tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the Right of the Child konvensi tentang hak-hak anak (Amandemen IV, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999). Anak yang dimaksud di atas juga termasuk anak jalanan.

Anak jalanan merupakan anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya.

Anak jalanan harus diberikan pendidikan guna pengembangan mental dan kecerdasan. Terkait dengan masalah pendidikan, UU Nomor 39 Tahun 1999 pada Pasal 9 ayat 1 juga menyatakan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.”

Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang pernah saya lakukan selaku penyuluh sosial, dengan mengambil sampel beberapa orang anak jalanan yang ada di pusat pertokoan Jalan Suprapto dan Simpang Lima Kota Bengkulu, bahwasannya permasalahan anak di Kota Bengkulu ini dikarenakan tuntutan ekonomi keluarga, sehingga terpaksa bekerja membantu orang tuanya. Permasalahan anak tersebut menunjukkan masih banyaknya pelanggaran yang terjadi terhadap hak anak. Tentu saja sebuah upaya yang nyata, terpadu dan berkesinambungan harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan anak ini.

Alasan utama anak turun ke jalan karena alasan ekonomi keluarga masih menjadi pendorong utama anak bekerja di jalan. Akibatnya banyaknya anak jalanan mengalami putus sekolah dalam usia sekolah karena kekurangan biaya. Fakta menarik, yaitu si anak dijadikan sumber ekonomi keluarganya. Artinya, memang anak jalanan itu menjadi aset ekonomi keluarga. Namun, masih ada juga anak jalanan yang masih peduli terhadap pendidikannya, sehingga masih tetap melanjutkan sekolah.

Di sisi lain, faktor sosial ternyata juga mampu menjelaskan fenomena anak jalanan yang menjadi pekerja anak. Ini terjadi akibat rendahnya aspirasi orang tua tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak. Dengan pemahaman dan aspirasi yang rendah dari orang tua tentang arti pentingnya pendidikan bagi masa depan anak, menyebabkan anak dengan mudahnya meninggalkan sekolah tanpa alasan yang kuat. Rendahnya dukungan orang tua pada anak-anak yang bersekolah bersinergi dengan dorongan orang tua untuk mengajak, menyuruh bahkan memaksa anak-anak mereka terjun ke jalanan untuk bekerja.

Pemerintah Kota Bengkulu melalui Visi dan Misi nya berupaya memajukan kesejahteraan setiap warganya, hal ini terkait dengan terwujudnya Kota Bengkulu yang sejahtera dan bermartabat. Berdasarkan Visi dan Misi tersebut, Pemerintah Kota Bengkulu melalui Dinas Sosial berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan penanganan anak jalanan.

Pemerintah daerah mempunyai kewajiban mengenai pendidikan, yang diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989, yaitu meningkatkan pelayanan dasar pendidikan. Dalam hal ini, Dinas yang terkait dengan anak jalanan adalah Dinas Sosial, dimana Dinas Sosial berfungsi merumuskan bahan kebijakan teknis, perencanaan program, urusan keuangan dan kegiatan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan, pengendalian serta evaluasi pelaksanaan tugas di bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial, Pemberdayaan Sosial, Rehabilitasi Sosial dan Pengelolaan Data Fakir Miskin dan Kepegawaian. Sedangkan Dinas Pendidikan mempunyai tugas membantu melaksanakan urusan pemerintahan dan tugas pembantuan di bidang pendidikan.

Peraturan Daerah (Perda) Kota Bengkulu Nomor 03 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan bahwa pendidikan merupakan hak setiap orang yang wajib dipenuhi dan diselenggarakan guna mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan meningkatkan kesejahteraan umum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa penyelenggaraan pendidikan di Kota Bengkulu merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah Kota, orang tua dan masyarakat yang dilaksanakan menurut norma-norma pendidikan dan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat gemar belajar dengan mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional.

Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan, sementara pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi serta wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Adapun peran masyarakat dalam perencanaan pelaksanaan pengawasan dan evaluasi program pendidikan anak jalanan diatur dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yakni “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan pelaksanaan pengawasan dan evaluasi program pendidikan.” Sehingga setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan dan masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.

Mengingat telah merebaknya angka anak jalanan di Kota Bengkulu, sudah sepantasnya partisipasi dan peran tokoh agama juga menjadi bagian yang sangat penting dalam mengentaskan anak jalanan. Diharapkan tokoh agama ini dapat memberikan edukasi tentang konsep pembinaan keluarga karena seperti yang kita ketahui bersama bahwasannya betapa besar tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak. Jika anak-anak disibukkan dengan pendidikan maka secara otomatis mereka tidak akan turun ke jalan.

Dari gambaran kondisi yang sudah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemenuhan hak pendidikan untuk anak jalanan di Kota Bengkulu sudah sesuai dengan hokum positif. Mayoritas anak jalanan di Kota Bengkulu sudah mendapatkan hak pendidikan dasar minimal 9 Tahun. Meskipun masih ada juga beberapa anak jalanan yang putus sekolah dan memilih untuk bekerja di jalanan demi membantu perekonomian keluarga.

Oleh karena itu, diperlukan aturan tambahan terkait anak jalanan untuk dipermudah dalam hal mendapatkan hak pendidikan agar ke depannya pemenuhan jaminanan sosial anak jalanan untuk memperoleh pendidikan dapat lebih merata dan adanya solusi dalam hal menangani anak jalanan yang masih berkeliaran di jalanan untuk membujuk mereka agar mau bersekolah serta diyakinkan adanya program kesejahteraan sosial bagi anak jalanan.