Menelusur Jejak Kasus Kekerasan Terhadap Anak
Istilah
anakku belahan jiwaku, anakku permata hatiku ternyata bukan
menjadi milik semua orang tua. Anak sebagai titipan Tuhan yang harus dijaga
dengan sebaik-baiknya justru perlakuan orang tua dan orang terdekatnya tidak
demikian adanya. Fenomena tindak kekerasan pada anak makin marak terjadi dan
diberitakan pada media massa, baik media massa online maupun media sosial. Peristiwanya sangat beragam, baru-baru ini gatra.com
tanggal 12 Juli 2022 membagi berita kekerasan seksual yang terjadi di Dompu,
Nusa Tenggara Barat dimana ayah telah merudapaksa anak kandungnya
sendiri. Beberapa waktu yang lalu viral di media sosial, pada kanal You Tube
Deddy Corbuzier seorang perempuan yang mengaku telah dirudapaksa oleh gurunya
selama bersekolah di sekolah khusus untuk anak tidak mampu bertahun-tahun yang
lalu, dan mirisnya peristiwa tersebut terjadi beberapa tahun silam dan baru
sekarang berani diungkapkan. Media online Kompas memberitakan seorang anak di
Gorontalo disiksa oleh ibu tiri, nenek tiri dan ayah kandungnya hingga
meninggal dunia (kompas.com, 22 Juni 2022). Di Tasikmalaya, seorang anak
dibully oleh teman-temannya, diminta bersetubuh dengan kucing, hingga
anak tersebut mengalami tekanan psikologis dan meninggal dunia (cnnindonesia.com,
22 Juli 2022). Fenomena berita kekerasan yang marak dan tak terbendung ini
menjadi persoalan bagi bangsa, apa yang harus dilakukan untuk membendung
berbagai peristiwa kekerasan yang dialamatkan kepada anak-anak generasi muda,
cikal bakal penerus bangsa ini?
Kementerian
Sosial RI memiliki upaya untuk merespon berbagai persoalan sosial di masyarakat.
Strategi yang dilakukan dengan mengetahui berbagai kasus permasalahan sosial
melalui berita-berita yang telah dibagikan oleh media massa di seluruh
Indonesia melalui platform masing-masing, terbanyak adalah media online karena
berita yang dibagikan lebih cepat dari media massa lainnya. Berita-berita
permasalahan sosial kemudian dipindai oleh tim media monitoring Kementerian
Sosial Selanjutnya berita tersebut diteruskan kepada sentra - sentra milik
Kementerian Sosial sesuai dengan lokasi terjadinya peristiwa tersebut. Kementerian
Sosial memiliki 31 Sentra di seluruh Indonesia dengan salah satu kegiatan
melakukan penjangkauan atau respon terhadap kasus yang sudah terjadi di
masyarakat dan dilakukan penyelesaian permasalahan serta rencana tindak lanjut.
Analisa
deskriptif dilakukan terhadap berita bertema kekerasan dari 33 berita selama bulan
Juli yang telah dipindai oleh tim media monitoring Kementerian Sosial sebanyak
33 berita online dan tayangan di media sosial. Berita ini telah ditindaklanjuti
oleh Sentra-sentra Kementerian Sosial di seluruh Indonesia menjadi suatu respon
kasus untuk ditindaklanjuti. Dari 33 berita yang diakses sepanjang bulan Juli
(hingga 25 Juli) terdapat kasus-kasus seperti kebakaran rumah, orang dewasa
yang mengalami penyakit berat, lanjut usia yang terlantar atau tidak mampu,
anak anak yang memiliki penyakit dan ditemukan isu krusial yaitu berita dengan
tema kekerasan terhadap anak sebanyak 4 berita.
Kasus
kekerasan pertama sepanjang Juli 2022 terjadi di Kecamatan Sekongkang Kabupaten
Sumbawa Barat dan telah dilakukan respon kasus oleh Sentra Paramita Mataram,
Lombok Nusa Tenggara Barat. Kasus ini diberitakan di media online barometer.com,
pada tanggal 5 Juli 2022, seorang anak usia lima (5) tahun
dimasukkan ke dalam karung oleh ayah kandungnya sendiri dengan maksud untuk
memberikan hukuman pada anak agar jera. Latar belakang dari keluarga ini cukup
memprihatinkan, ayah bekerja serabutan sehingga kurang dapat memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga. Sentra Paramita Mataram, Nusa Tenggara Barat melakukan respon
kasus pada tanggal 9 Juli 2022, berkoordinasi dengan aparat desa terkait dalam penyelesaian
kasus, kemudian memberikan pengetahuan tentang pengasuhan pola perilaku anak
dengan memberikan informasi tentang disiplin positif, memberikan kegiatan
rekreatif terhadap anak dengan mengajak anak menggambar. Selain bantuan
tersebut diberikan bantuan atensi (Asistensi Rehabilitasi Sosial) berupa
makanan bernutrisi, seragam sekolah, peralatan sekolah dan perlengkapan sekolah
Dua kasus
kekerasan seksual terhadap anak terjadi di Kalimantan Selatan telah ditangani oleh Kementerian Sosial
melalui Sentra Banjar Baru. Pertama, diberitakan pada tanggal 6 Juli 2022 pada tribunnews.com,
anak (LN) usia 16 tahun menjadi korban rudapaksa pamannya, jika tidak
bersedia akan diancam keuangan keluarganya tidak akan dibantu. Sentra Banjar
Baru kemudian merespon kasus tersebut, mendatangi korban pada tanggal 15 Juli
2022. Intervensi yang dilakukan yaitu advokasi dengan memberikan dukungan moril
psikologis dengan intervensi diberikan bantuan atensi berupa sepeda dan
perlengkapan sekolah, sementara orang tua korban diberikan bantuan
Kewirausahaan. Kedua, diberitakan pada tanggal 17 Juli 2022, pada regionalkompas.com,
anak (M) usia 12 tahun, disabilitas intelektual (kesulitan belajar) mengalami rudapaksa
oleh tetangganya hingga hamil dan sekarang umur kehamilannya sudah lima (5)
bulan. Respon kasus dilakukan pada tanggal 19 Juli 2022 dengan dilakukan
advokasi oleh Kementerian Sosial melalui Sentra Banjar Baru bekerjasama dengan
Dinas Sosial, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak. Intervensi yang dilakukan
adalah hipnoterapi, pemberian nutrisi, pemberian perlengkapan ibu dan bayi
(bantuan Atensi).
Kasus
ke empat yang ditemukan sepanjang Juli 2022 sebanyak satu (1) kasus kekerasan
seksual terjadi di Deli Serdang Sumatera Utara dan telah ditangani oleh Sentra Insyaf Medan. Kasus ini diberitakan melalui kanal
You Tube Kompas TV Medan pada tanggal 15 Juli 2022, seorang anak berusia (N) 4
tahun menjadi korban rudapaksa dan penganiayaan dimana pelakunya adalah paman
dan teman pamannya sendiri. Selain dirudapaksa, (N) juga mengalami
penganiayaan oleh ibu kandungnya yang merupakan penyalahguna Napza. (N)
dianiaya dengan disundut rokok dibagian pinggang. Sentra Insyaf Medan melakukan
respon kasus pada tanggal 16 Juli 2022, bekerjasama dengan Dinas Sosial dan
Dinas PPA setempat dengan memberikan terapi psikologis (pendampingan dan
penanganan psikolog dari Direktorat Anak) setelah sebelumnya korban diberi
penanganan medis oleh Rumah Sakit setempat. Sentra Insyaf juga melakukan penanganan
terhadap ibu korban, diberikan rehabilitasi. Rencana tindak lanjut adalah
memantau terus perkembangan fisik dan mental (N), membantu keluarga korban
mengakses fasilitas pendidikan kakak (N) dan memberikan bantuan kewirausahaan
untuk ayah korban.
Johan
Galtung (Windhu, 1992: 62) dalam Kekuasaan dan Kekerasan, kata kekerasan
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yaitu Violence yang berasal dari
kata latin Vis (daya, kekuatan) dan latus yang berasal dari ferre,
membawa yang kemudian berarti membawa kekuatan. Dalam kamus umum Bahasa
Indonesia karangan Poerwadarminta, kekerasan diartikan sebagai “ sifat” atau hal yang keras; kekuatan
: paksaan. Sedangkan “paksaan” berarti tekanan, desakan yang keras. Kata-kata
ini bersinonim dengan kata “memperkosa” yang berarti menundukkan dengan
kekerasan, menggagahi, memaksa dengan kekerasan dan melanggar dengan kekerasan.
Kekerasan berarti membawa kekuatan, paksaan dan tekanan. Kekerasan menurut
Galtung (Windhu: 1992: 64), akan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian
rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada dibawah realisasi
potensialnya. Artinya ada sebuah situasi yang menyebabkan segi kemampuan dan
potensi individu tidak muncul.
Menurut
WHO kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan
salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan
pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau
pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau
perkembangannya Kekerasan terhadap
anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan emosional,
atau pengabaian terhadap anak. Kekerasan pada anak bisa memunculkan masalah fisik maupun psikologis
pada si anak di kemudian harinya. Secara fisik mungkin bisa dilihat dari
sekujur tubuhnya ada tanda tanda bekas kekerasan. Secara psikis, anak yang
menjadi korban kekerasan dapat mengalami masalah kejiwaan seperti: gangguan
stres pasca trauma, depresi, cemas, dan psikotik.
Dari hasil
analisa terhadap empat (4) sampel berita kekerasan ini, ditemukan bahwa
kekerasan dilakukan oleh orang-orang terdekat dengan korban, seharusnya seorang
anak merasa nyaman dengan orang tua, paman, ibu dan orang-orang terdekat lainnya,
tetapi justru merekalah yang melakukan tindak kekerasan tersebut. Kedua,
kekerasan dilakukan di rumah dan di sekolah, tempat yang seharusnya anak merasa
sangat nyaman, menjadi tempat tidak nyaman, tidak aman dan mengerikan. Ketiga,
kekerasan dilakukan kepada anak anak atau dibawah umur. Keempat, peristiwa
kekerasan yang dialami anak anak ini terjadi pada keluarga dengan permasalahan
sosial atau keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah. Kelima, tindak
kekerasan dilakukan kepada anak yang memiliki keterbatasan kognitif dan mental,
dan anak-anak balita (lima tahun ke bawah). Motif tindak kekerasan seksual
dilakukan karena terpaan pornografi yang diterima dan motif tindak kekerasan
lainnya adalah emosi yang tinggi dari orang tua (stress), kemungkinan besar
karena tekanan ekonomi.
Kekerasan
yang terjadi pada anak-anak membawa dampak yang berlipat, karena selain dampak
yang sekarang ada, peristiwa ini akan membekas ke dalam ingatan, dan akan
mempengaruhi kehidupannya di masa depan apabila dia beranjak dewasa. Luka emosional akan
dirasakan oleh anak-anak yang mendapatkan kekerasan, dan tidak hanya itu,
kesehatan mental pun akan terganggu, terjadi trauma dan turunnya performa otak
dan lain sebagainya. Masa anak-anak adalah masa pertumbuhan yang tidak boleh
diisi dengan sesuatu yang menimbulkan trauma dan dampak negatif di masa depan. Biarkan
anak-anak tumbuh dengan rasa aman, tanpa kekerasan.
Kementerian
Sosial dalam tindak lanjut respon kasusnya memberikan edukasi kepada orang tua,
memberikan perlindungan, rasa aman dan pendampingan bagi anak-anak korban
kekerasan, juga terapi oleh pekerja sosial dan psikolog yang ada di Sentra
Kementerian Sosial. Bahkan Kementerian Sosial akan merujuk korban kekerasan
seksual pada anak tersebut untuk dirawat sementara, dipantau perkembangan fisik
dan mental nya di PSAA (Panti Sosial Asuhan Anak) Pemda di wilayah jangkauan
sentra tersebut. Kementerian Sosial telah bersinergi dengan stakeholder terkait
dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak. Kementerian Sosial berupaya
untuk merespon cepat penanganan permasalahan ini.
Tugas
memerangi kekerasan pada anak merupakan tugas pentahelix, dilakukan oleh
semua unsur dari pemerintah, masyarakat, akademisi, badan usaha, masyarakat
atau komunitas dan dunia usaha. Upaya penanganan selain bersifat rehabilitatif
juga preventif (pencegahan). Bagaimanapun tindak kekerasan adalah
pelanggaran hak asasi manusia dan tidak dapat dibiarkan begitu saja. Edukasi
kepada masyarakat sangat diperlukan. Orang tua perlu waspada dan memberikan
cukup perhatian terhadap perilaku anaknya, demikian juga dengan lingkungan di
sekelilingnya. Media massa juga harus bersinergi dengan masyarakat dan
pemerintah, serta memperhatikan etika penulisan berita kekerasan pada anak
maupun perempuan, agar obyektif dan tidak melakukan “secondrape” pada
pemberitaannya. Dengan disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual dengan nomor perundangan UU
Nomor 12 tahun 2022 semoga dapat menjadi alat hukum untuk dapat menyelesaikan
kasus-kasus kekerasan seksual secara adil dan memberikan efek jera pada pelaku.
Daftar
Pustaka
Windhu,
Marsana.1992. “Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung”.Yogyakarta:
Kanisius
https://indonesiabaik.id/motion_grafis/dampak-kekerasan-terhadap-anak
diunduh tanggal 27 Juli 2022 pukul 13.13 WIB