JAKARTA (30 Juli 2019) - Terminasi atau pengakhiran masa layanan kepada penerima manfaat dilakukan setelah melalui serangkaian prosedur dan ketentuan. Selain mengacu pada regulasi yang berlaku, terminasi juga untuk menciptakan kesempatan sama bagi penyandang disabilitas lain yang belum tersentuh layanan.

“Terminasi merupakan bagian penting dalam tahapan rehabilitasi sosial sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial,” kata Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (30/07/2019).

Pernyataan Mensos merupakan respon terhadap pertemuan antara kelompok yang menamakan diri Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra dengan Komisi V DPRD Jawa Barat, beberapa waktu lalu, terkait layanan rehabilitasi sosial di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) “Wyata Guna” Bandung. 

Selain masalah terminasi, Kemensos juga merespon status kepemilikan aset BRSPDSN “Wyata Guna” Bandung dan rencana pengembangan ke depan. Menjelaskan lebih lanjut pernyataan Mensos terkait terminasi, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Edi Suharto menekankan hal yang sama.

Edi mengatakan, selain dengan mengacu pada ketentuan hukum, terminasi juga diberlakukan untuk mengatasi tingginya pihak yang memerlukan layanan dan calon penerima manfaat, sementara daya tampung balai terbatas.

“Penerima manfaat yang selesai menerima layanan rehabilitasi sosial (terminasi), dapat membuka kesempatan bagi calon penerima manfaat berikutnya. Dengan demikian, tercipta kesempatan yang sama untuk memperoleh layanan rehabilitasi sosial,” kata Edi.

Menurut Edi, terminasi dilakukan setelah sebelumnya melalui serangkaian tahapan, asesmen oleh Pekerja Sosial, dan sosialisasi kepada penerima manfaat dan keluarga baik dilakukan di balai maupun dengan mengunjungi rumah keluarga.

Mengacu pada PP No. 39/2012, termimasi diatur dalam Pasal 7 ayat (2). Dikatakan bahwa, bentuk rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tahapan: a) pendekatan awal; b) pengungkapan dan pemahaman masalah; c. penyusunan rencana pemecahan masalah; d. pemecahan masalah; e. resosialisasi; f. terminasi; dan g. bimbingan lanjut.

Edi memaparkan, tahun 2019, BRSPDSN “Wyata Guna” memberikan layanan kepada 640 orang penyandang disabilitas sensorik netra. Mereka terdiri dari Layanan Dalam Balai 175 orang/tahun dengan waktu layanan selama enam bulan dan Layanan Luar Balai sebanyak 465 per tahun.

BRSPDSN "Wyata Guna" memberikan layanan rehabilitasi sosial di 10 provinsi yakni Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jateng, DI.Yogyakarta, Jatim, Kalsel, Kalbar, dan Kaltim, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 29/HUK/2019 tentang Jangkauan Wilayah Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.

“Layanan yang diberikan kepada penyandang disabilitas sensorik netra adalah terapi fisik, terapi mental spiritual, terapi psikososial, dan terapi penghidupan. Terapi ini untuk mencapai kapabilitas dan kapabilitas sosial para penerima manfaat,” kata Edi.


Aset Milik Kemensos

Terkait status aset di lokasi BRSPDSN “Wyata Guna” Bandung , Edi memastikan bahwa aset berupa tanah dan bangunan di Jalan Pajajaran No. 51 dan 52 tersebut, secara yuridis milik Kemensos dengan bukti sertifikat yang sah.

“Terkait keberadaan Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Kota Bandung, Kemensos telah memberikan hak pinjam pakai berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara dengan tidak mengubah fungsi dari pelayanan rehabilitasi sosial,” kata Edi.

Menurut Edi, hal ini sesuai dengan permintaan Yayasan SLBN A Kota Bandung untuk melakukan pinjam pakai melalui surat Nomor 4 tahun 2019 tertanggal 18 Januari 2019. “Pemerintah Provinsi Jawa Barat selanjutnya mengirimkan surat permohonan hibah tanah 15.000 m2 dengan surat Nomor 032/2942/BKD/07/2019 tanggal 9 Juli 2019,” kata Edi.

Kementerian Sosial merespon surat permohonanan hibah tersebut dengan Surat Tanggapan Atas Hibah Tanah dan Bangunan Jalan Pajajaran No. 51 dan 52, dengan No. 96.MS/C/07/2019 pada tanggal 25 Juli 2019.

Pada surat tanggapan tersebut Kementerian Sosial menegaskan bahwa tanah dan bangunan yang berlokasi di Jalan Pajajaran Nomor 51 dan 52 tercatat sebagai milik Kementerian Sosial.

“Di lokasi tersebut, Kemensos akan segera mengembangkan Balai Rehabilitasi Sosial Disabilitas Terpadu berstandar internasional, sebagai tempat kajian model, penanganan disabilitas bagi pelayanan kesejahteraan sosial seluruh Indonesia,” kata Edi.

Dalam surat tanggapan tersebut, Kementerian Sosial juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk dapat mencari lokasi pengganti dan memindahkan SLBN A Kota Bandung.


Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sosial RI

Sonny W. Manalu