Wujud Agenda Aksi Dasawarsa dalam Incheon Strategy, Indonesia Berkomitmen Penuhi Hak Penyandang Disabilitas

Wujud Agenda Aksi Dasawarsa dalam Incheon Strategy, Indonesia Berkomitmen Penuhi Hak Penyandang Disabilitas
Penulis :
Alif Mufida Ulya; Rizka Surya Ananda
Penerjemah :
Karlina Irsalyana

JAKARTA (18 Oktober 2022) – Sebagai negara anggota The United Nation Economic and Social Comission for Asia and the Pacific (UNESCAP), Indonesia berkomitmen memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Hal ini dilakukan sebagai wujud pelaksanaan Agenda Aksi Dasawarsa Penyandang Disabilitas 2013-2022 yang disebut dengan Incheon Strategy to Make the Right Real for Persons with Disabilities in Asia and Pasific.

 

Agenda aksi yang dikenal dengan Incheon Strategy ini, dimaksudkan untuk percepatan inklusivitas disabilitas dalam pembangunan di kawasan Asia dan Pasifik, yang terukur dan dalam kerangka waktu yang sudah disepakati, selama satu dasawarsa.

 

Incheon Strategy memuat 10 tujuan, dengan 25 target dan 44 indikator yang perlu diimplementasikan di kawasan Asia dan Pasifik. Salah satu tujuan Incheon Strategy adalah mengurangi kemiskinan, meningkatkan peluang kerja dan lapangan pekerjaan. Hal ini sejalan dengan tujuan lainnya yaitu penguatan perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas.

 

Berdasarkan data Susenas tahun 2020, terdapat 22,97 juta penyandang disabilitas di seluruh Indonesia, dimana 6,1 juta jiwa merupakan disabilitas berat dan sedang. Dari jumlah tersebut, 14,53% atau 904 ribu jiwa hidup di bawah garis kemiskinan.

 

Indonesia, pada khususnya Kementerian Sosial, telah melakukan berbagai upaya guna mewujudkan tujuan ini, diantaranya melalui keterlibatan para penyandang disabilitas dalam kepesertaan bantuan bersyarat PKH dan pemberian intervensi program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) lewat Sentra Rehabilitasi Sosial.

 

PKH telah menjangkau 106 ribu penyandang disabilitas di seluruh Indonesia. Salah satu kriteria yang ditetapkan Kemensos layak menjadi penerima bantuan bersyarat dalam Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH adalah penyandang disabilitas berat. Kategori ini berhak mendapatkan bantuan sebesar Rp2,4 juta per tahun yang diterima per triwulan.

 

Selain itu, melalui PKH, penyandang disabilitas juga didorong untuk memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, perawatan, dan pendampingan, termasuk akses terhadap berbagai program perlindungan sosial lainnya, yang merupakan program komplementer secara berkelanjutan. Manfaat PKH ini didorong untuk mencakup penyandang disabilitas dengan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya.

 

Para penyandang disabilitas yang terdaftar dalam bantuan PKH, mendapat kesempatan untuk memperoleh pelayanan yang sama dengan kategori penerima manfaat lainnya. Dengan bantuan pendamping PKH, mereka didampingi dalam melakukan pengambilan bantuan per triwulan ke ATM terdekat, misalnya, mendapatkan modul pembelajaran pengelolaan uang bantuan dan pola pengasuhan bagi anak dengan disabilitas dalam Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2), hingga memeriksakan diri ke layanan kesehatan jika didapati sakit pada yang bersangkutan.

 

Bentuk penguatan perlindungan sosial kepada penyandang disabilitas di Indonesia juga tampak pada program ATENSI yang dijalankan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemensos di daerah melalui 31 Sentra Rehabilitasi Sosial yang tersebar di seluruh Indonesia.

 

Pada umumnya, para penyandang disabilitas direhabilitasi di Sentra Rehabilitasi Sosial selama kurun waktu tertentu. Sembari direhabilitasi, mereka juga diberikan intervensi program ATENSI dalam bentuk dukungan pemenuhan kebutuhan hidup layak, perawatan sosial dan/atau pengasuhan anak, dukungan keluarga, terapi fisik, terapi psikososial dan terapi mental spiritual, pelatihan vokasional dan/atau pembinaan kewirausahaan, hingga bantuan sosial dan asistensi sosial, serta dukungan aksesibilitas. Dalam prosesnya, mereka didampingi Pekerja Sosial di masing-masing Sentra Rehabilitasi Sosial, hingga siap dilepas kembali ke masyakarat.

 

Kementerian Sosial juga mendorong penyandang disabilitas untuk dapat hidup mandiri sehingga mereka bisa keluar dari garis kemiskinan, salah satunya dengan berwirausaha. Kemensos menyalurkan motor roda tiga yang bisa digunakan oleh disabilitas untuk berjualan keliling. Uniknya, motor roda tiga ini dirakit oleh para penyandang disabilitas. Para perakit roda tiga digaji oleh Kemensos sebagai bentuk pemberdayaan. Kemensos sengaja mengusung konsep dari disabilitas, oleh disabilitas, dan untuk disabilitas untuk memberdayakan penyandang disabilitas dalam setiap aspek.

 

Penyaluran motor roda tiga ini telah berhasil memberdayakan ratusan penyandang disabilitas menjadi wirausahawan, salah satu yang kerap dicontohkan Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk dijadikan motivasi adalah Gading Ogi Saputra. Penyandang disabilitas fisik dari Kabupaten Pekalongan ini menerima sepeda roda tiga elektrik dari Kemensos melalui program ATENSI Kewirausahaan. Sepeda motor roda tiga itu, digunakan Gading untuk berjualan minuman dan bahan makanan lainnya.

 

Dalam pemberian program kewirausahaan, Kemensos tidak hanya menyalurkan sepeda motor roda tiga, namun juga bantuan modal usaha bagi penyandang disabilitas dengan mobilitas terbatas. Misalnya, bantuan modal usaha toko kelontong, pulsa, menjahit, dan bentuk usaha lainnya, yang disesuaikan dengan minat dan keterampilan yang dimiliki.

 

Tak hanya itu, Kemensos juga mendirikan Sentra Kreasi ATENSI (SKA) di Sentra Rehabilitasi Sosial yang ada di seluruh Indonesia. SKA merupakan wadah untuk melatih para penyandang disabilitas merasakan pengalaman menjadi pengusaha, dengan harapan, mereka bisa berwirausaha pasca rampung dari proses rehabilitasi.

 

“Kemensos mengembangkan SKA untuk meningkatkan kewirausahaan dan vokasional, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan kesejahteraan sosial penerima manfaat. Dengan begitu, para penyandang disabilitas pun memiliki kesempatan yang sama,” kata Mensos Risma.

 

Kemensos terus mendorong tercapainya tujuan Incheon Strategy, tidak hanya dalam penanggulangan kemiskinan, namun juga terciptanya lapangan kerja. Melalui program yang dimiliki, Kemensos bekerja sama dengan Kementerian terkait dalam memberikan pelatihan vokasional atau keahlian kepada disabilitas. Selain itu, Kemensos aktif bekerja sama dengan berbagai perusahaan untuk menyalurkan tenaga kerja.

 

Sementara itu, untuk memenuhi tujuan Incheon Strategy dalam meningkatkan akses terhadap lingkungan fisik, transportasi publik, pengetahuan, informasi dan komunikasi, Pemerintah Indonesia telah merumuskan berbagai program. Salah satunya, melalui program pengadaan alat bantu disabilitas yang diselenggarakan Kementerian Sosial.

 

Pada 2021, Kemensos telah menyalurkan 6.581 unit alat bantu, terdiri dari kursi roda elektrik 757 unit, motor niaga roda tiga 354 unit, tongkat adaptif 5.420 unit, dan sensor air disabilitas netra 50 unit. Sedangkan, pada 2022, ditargetkan 10.000 alat bantu bisa tersalurkan.

 

Dari sisi layanan informasi dan komunikasi, saat ini, penggunaan bahasa isyarat di acara televisi sudah diwajibkan pada segmen berita. Hal ini untuk memenuhi hak penyandang disabilitas akan informasi.

 

Kemudian, untuk memastikan tersedianya layanan publik yang ramah disabilitas, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) melakukan audit atau evaluasi pada unit pelayanan publik. Setiap tahunnya, KemenPAN RB menunjuk unit-unit pelayanan publik yang menjadi role model penyediaan sarana prasarana ramah kelompok rentan.

 

Sementara, itu manajemen dan pengurangan risiko bencana yang inklusif disabilitas juga menjadi fokus capaian dalam _Incheon Strategy_. Di Indonesia sendiri, model pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat berbasis individu dan kelompok telah melibatkan unsur penyandang disabilitas.

 

Penyandang disabilitas, bukan lagi hanya menjadi objek (pihak yang ditolong), namun telah berkembang sebagai subjek (pihak yang menolong) dalam penanggulangan bencana. Misalnya, pada relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana) di Yogyakarta, yang memiliki Difabel Siaga Bencana (Difagana).

 

Difagana dibentuk pertama kali di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada akhir 2017. Pada beberapa kejadian bencana di Yogyakarta dan sekitarnya, Difagana telah dilibatkan dalam upaya penanggulangan bencana.

 

Sedangkan, dalam upaya antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya bencana di sekitar penyandang disabilitas, Kemensos telah memiliki terobosan inovatif, salah satunya, dengan adanya penemuan tongkat pintar adaptif untuk disabilitas netra. Tongkat, yang telah banyak membantu disabilitas netra dalam aksesibilitasnya ini, bekerja untuk memberi sinyal kepada disabilitas netra ketika ada air, bahkan bencana di sekitar mereka. Tongkat itu akan bergetar dan berbunyi sehingga memungkinkan mereka untuk meningkatkan kewaspadaan guna menghindar atau menjauhi area lokasi bencana.

 

Berdasarkan Permensos Nomor 7 tahun 2021 tentang ATENSI menyebutkan bahwa salah satu sasaran program ATENSI adalah Penyandang Disabilitas yang menjadi korban bencana alam, sosial, dan nama lain bencana yang ditetapkan oleh pemerintah.

 

Pada tahap pasca bencana, program ATENSI dilaksanakan oleh Sentra Rehabilitasi Sosial dengan melibatkan pekerja sosial, psikolog, dan perawat. Petugas yang membantu melakukan penanganan kepada korban bencana penyandang disabilitas juga telah diberikan pelatihan secara khusus, meliputi Layanan Family Tracing and Reunification (FTR), Layanan Dukungan Psikososial, Pencegahan keterpisahan anak, Dukungan akses pemenuhan kebutuhan dasar PPKS, hingga upaya pencegahan kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran.


Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI

Bagikan :