JAKARTA (13 Agustus 2022) - Pemerintah menetapkan penurunan angka stunting sebagai salah satu dari tiga program prioritas nasional. Presiden Joko Widodo menargetkan prevalensi stunting turun hingga 14 pada tahun 2024.
Untuk mendukung cita-cita itu, Kementerian Sosial melalui Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial memberikan pelatihan pencegahan dan penanganan stunting (P3S) bagi SDM pendamping PKH di seluruh Indonesia. Pelatihan ini sudah dilakukan sejak tahun 2021 dengan capaian target lebih dari 20.000 peserta diklat.
SDM yang telah menempuh diklat ini mempunyai potensi untuk menyebarluaskan informasi pencegahan stunting kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) dan 18,8 juta penerima Program sembako. PKH memiliki kondisionalitas pada setiap komponen bantuan, termasuk kesehatan.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala BBPPKS Bandung, Toto Restuanto Sembodo dalam keterangannya mengatakan pihaknya berharap peserta diklat mampu melakukan pencegahan stunting melalui pembinaan pada KPM.
“Setelah tamat mengikuti diklat, peserta dapat memahami dan menguasai pengetahuan mengenai stunting dan melakukan upaya pencegahan bagi KPM binaannya,” kata dia.
Diklat stunting, lanjut Toto, merupakan program prioritas pada rencana strategis BBPPKS Bandung. Pada tahun 2022, BBPPKS Bandung menargetkan 2.000 Pendamping PKH dapat mengikuti Diklat P3S.
Salah satu Pendamping PKH yang sudah mendapatkan Diklat P3S, Fajar Jaerudin mengungkapkan pelatihan yang diterimanya sangat bermanfaat bagi dirinya maupun KPM.
“Melalui Diklat P3S, saya dapat banyak ilmu tentang stunting. Ilmu ini juga kemudian saya bagikan kepada KPM lewat kegiatan P2K2 (Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga),” ucap pendamping PKH Desa Kandang Kecamatan Comal Pemalang ini saat dihubungi via telepon.
Fajar menerima Diklat P3S dari Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Yogyakarta tiga bulan yang lalu dan sudah memberikan pelatihan kepada KPM mengenai pencegahan stunting.
“Saya sudah kasih modul pengenalan stunting. Memang banyak KPM yang tidak familiar dengan istilah-istilah stunting tapi setelah kita kasih tau jadi pada mudeng,” ujarnya.
Senada dengan Fajar, Pendamping PKH asal Kecamatan Cikarang Selatan, Meylan Septiani mengatakan P2K2 yang membahas stunting memberikan banyak wawasan kepada masyarakat, terutama KPM.
“Sebelum dikasih pelatihan tentang stunting, KPM gak bisa bedain mana anak yang stunting dengan disabilitas dan kerdil. Tapi setelah diklat jadi paham,” ujar wanita yang akrab Lani ini.
Pendamping PKH, lanjut Lani, berperan sebagai edukator dalam mencegah stunting. Hal itu meliputi upaya-upaya preventif di antaranya mendorong perubahan perilaku KPM melalui komitmen yang telah disepakati.
“Yang penting itu adalah perubahan perilaku. KPM dampingan saya awalnya malas ke posyandu, namun setelah dikasih pelatihan jadi rajin karena tidak mau anaknya stunting. Program sembako juga dimanfaatkan dengan baik, benar-benar digunakan untuk membeli makanan yang bergizi yang kandungan karbohidrat dan proteinnya baik. Dulu belinya teri, sekarang ayam,” lanjutnya.
P2K2 yang membahas stunting dirasa mampu meningkatkan awareness KPM terhadap stunting sehingga dapat melakukan pencegahan. Menurut Lani, perubahan perilaku masyarakat cukup terlihat, misalnya pada partisipasi masyarakat untuk mengakses fasilitas kesehatan, rajin ke posyandu, selama hamil memperhatikan 1000 hari kehidupan, imunisasi saat balita, serta memperhatikan asupan makanan bergizi.
Sama hal nya dengan Lani, Pendamping PKH asal Kabupaten Sukabumi, Rosianah menerangkan pembahasan stunting pada P2K2 mampu mengidentifikasi adanya resiko stunting pada balita.
“Di tempat saya itu secara gizi sudah terpenuhi, tapi ternyata masih dianggap stunting karena tinggi anaknya kurang dari standar yang ditetapkan WHO (World Health Organization). Setelah diteliti ternyata kurang stimulan. Akhirnya kita dorong untuk bawa anaknya ke KB (Kelompok Bermain),” ujar Pendamping PKH yang menerima Diklat P3S dari BBPPKS Bandung ini.
Menurutnya, partisipasi anak di KB dapat menstimulasi motorik kasar dan pertumbuhan anak sehingga tinggi badan bertambah.
Selain memberikan penyuluhan, pendamping PKH juga melakukan advokasi ketika ada KPM yang tidak memiliki jaminan pelayanan kesehatan seperti KIS atau BPJS agar dapat mengakses layanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat 1.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI